Catat! Ini Sanksi-sanksi Jika Pekerja Menolak Gajinya Dipotong untuk Tapera
Pekerja dan pemberi kerja yang tidak mematuhi kewajiban Tapera akan dikenakan sanksi. Simak selengkapnya di sini!
BaperaNews - Seluruh pekerja di Indonesia, baik pekerja swasta, BUMN, ASN, nonASN, maupun pekerja mandiri, diwajibkan untuk menjadi peserta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Untuk kepesertaan ini, mereka harus membayar iuran sebesar 3% dari gaji. Namun, bagaimana jika pekerja menolak gajinya dipotong untuk Tapera?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020, jika pekerja mandiri yang sudah menjadi peserta Tapera tidak membayar iurannya, mereka akan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis. Pekerja mandiri ini, seperti freelancer atau pekerja informal, harus menanggung seluruh iuran sebesar 3% sendiri.
Menurut Pasal 55 PP Nomor 25 Tahun 2020, sanksi peringatan tertulis akan dikenakan oleh Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) dalam jangka waktu paling lama 10 hari kerja. Jika dalam jangka waktu tersebut pekerja mandiri masih belum membayar iuran, BP Tapera akan mengeluarkan sanksi peringatan tertulis kedua untuk jangka waktu 10 hari kerja berikutnya.
Bagi pekerja formal seperti ASN, pegawai BUMN, BUMD, dan swasta, iuran Tapera akan dibayarkan oleh pemberi kerja melalui pemotongan gaji sebesar 2,5% yang ditambah dengan kontribusi pemberi kerja sebesar 0,5%. Apabila pemberi kerja tidak mendaftarkan pekerja menjadi peserta Tapera, mereka akan dikenakan sanksi sesuai Pasal 56 ayat (1) PP 25 Tahun 2020.
Sanksi administratif bagi pemberi kerja yang tidak mematuhi aturan tersebut meliputi peringatan tertulis, denda administratif, publikasi ketidakpatuhan, pembekuan izin usaha, dan/atau pencabutan izin usaha.
Peringatan tertulis pertama akan diberikan untuk jangka waktu paling lama 10 hari kerja oleh BP Tapera. Jika dalam jangka waktu tersebut kewajiban belum dilaksanakan, maka akan diberikan peringatan tertulis kedua untuk jangka waktu 10 hari kerja lagi.
Setelah dua kali peringatan tertulis, jika pemberi kerja tetap belum melaksanakan kewajibannya, BP Tapera akan mengenakan denda administratif. Denda ini sebesar 0,1% setiap bulan dari jumlah simpanan yang seharusnya dibayarkan dan dihitung sejak peringatan tertulis kedua berakhir.
Baca Juga: Kemnaker Masih Kaji Penghasilan Ojol Dipotong Tapera
Denda administratif tersebut harus disetorkan kepada BP Tapera bersamaan dengan pembayaran simpanan bulan berikutnya dan akan menjadi pendapatan lain BP Tapera.
Jika denda administratif tidak dibayar, BP Tapera akan menjatuhkan sanksi berupa publikasi ketidakpatuhan pemberi kerja. Publikasi ini akan dilakukan dengan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk lembaga keuangan, dan otoritas berwenang lainnya untuk bukan lembaga jasa keuangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Peserta Tapera yang tidak membayar simpanan nantinya akan dinyatakan tidak aktif atau nonaktif. Hal ini sesuai dengan Pasal 22 ayat (1) PP Nomor 25 Tahun 2020. Status tidak aktif ini berarti peserta tidak dapat memanfaatkan fasilitas Tapera sampai kewajibannya dipenuhi.
BP Tapera bertanggung jawab untuk memastikan bahwa seluruh pekerja yang diwajibkan menjadi peserta Tapera mematuhi peraturan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, baik pekerja mandiri maupun pemberi kerja di sektor formal harus memperhatikan kewajiban mereka terkait pembayaran iuran Tapera untuk menghindari berbagai sanksi yang telah diatur.
Dalam praktiknya, kewajiban pembayaran iuran Tapera ini bertujuan untuk membantu pekerja memiliki tabungan perumahan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal di masa depan.
Dengan iuran yang dikumpulkan, BP Tapera mengelola dan menginvestasikan dana tersebut untuk memberikan manfaat jangka panjang bagi peserta Tapera.
Baca Juga: Gaji Pegawai Negeri dan Swasta Bakal Dipotong untuk Simpanan Tapera Tiap Tanggal 10