Biadab! Gadis dari Aceh Dirudapaksa hingga Digilir Oleh Pria Bangladesh, China, India, dan Jepang di Malaysia
Seorang gadis Aceh menjadi korban pemerkosaan oleh lima pria asal Bangladesh, China, India, Melayu, dan jepang di Malaysia setelah dijanjikan pekerjaan. Simak selengkapnya di sini!
BaperaNews - Seorang gadis berinisial P (17) dari Kecamatan Sakti, Kabupaten Pidie, Aceh, menjadi korban kasus pemerkosaan di Malaysia setelah dibujuk oleh seorang agen untuk bekerja di negara tersebut.
Korban dijanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi, namun kenyataannya malah dijual kepada pria hidung belang. Kasus ini merupakan salah satu contoh kejahatan perdagangan manusia yang terus mengancam wanita Aceh.
Korban dilaporkan diperkosa secara bergilir oleh lima pria asal Bangladesh, China, India, Melayu, dan Jepang. Peristiwa ini terjadi di sebuah hotel di Malaysia, dengan korban diikat pada tangan dan kakinya.
Pengakuan ini disampaikan korban melalui sebuah video yang direkam oleh warga Aceh yang tinggal di Malaysia, yang kemudian menyebar luas melalui media sosial.
Sekretaris Jenderal TOMPi, Muhammad Nur, menjelaskan pada (25/12/2024) bahwa pihaknya telah berkoordinasi untuk segera memulangkan korban ke Indonesia.
"Ini adalah bentuk kejahatan kemanusiaan yang sangat keji," tegasnya.
Kasus ini bermula ketika korban dijanjikan kerja di Malaysia dengan iming-iming gaji besar. Namun, sesampainya di sana, korban justru dijual kepada pria-pria yang kemudian memperkosanya.
Modus seperti ini sering menargetkan wanita dengan kondisi sosial ekonomi yang lemah atau yang memiliki masalah keluarga.
"Pelaku sengaja memalsukan dokumen korban, mengubah data pada KTP dan KK sehingga usianya yang sebenarnya 17 tahun menjadi 24 tahun," tambah Muhammad Nur.
Baca Juga : Dua Remaja di Lampung Ditangkap Karena Rudapaksa Anak di Bawah Umur
Pemalsuan dokumen ini dilakukan untuk meloloskan korban dari pemeriksaan di kantor imigrasi dan mendapatkan paspor palsu.
Kasus ini telah menarik perhatian Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP2PAKB) Kabupaten Pidie. DP2PAKB diminta untuk segera memonitor kasus ini dengan mendatangi keluarga korban guna melakukan investigasi awal.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pidie diharapkan segera melaporkan kasus ini kepada kepolisian setempat untuk tindakan lebih lanjut.
Muhammad Nur menegaskan pentingnya langkah preventif untuk memutus mata rantai kejahatan ini.
"Kasus perdagangan anak-anak dan wanita ini harus dibongkar hingga ke akarnya. Agen atau pelaku harus dijadikan tersangka dan jaringan internasional yang terlibat harus diusut," ujarnya.
Kasus seperti ini menggambarkan bahaya kejahatan perdagangan manusia yang terus mengintai, khususnya terhadap wanita muda di Aceh. Korban sering kali mudah diperdaya oleh iming-iming kerja palsu di luar negeri, terutama di Malaysia.
Oleh karena itu, pihak berwenang diharapkan dapat memperketat pengawasan terhadap dokumen keimigrasian dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya kejahatan ini.
"Kami berharap kepolisian Aceh segera mengambil langkah konkret untuk menghentikan kejahatan ini secara sistematis dan berkelanjutan," tutup Muhammad Nur.
Kasus ini menjadi peringatan penting bagi masyarakat untuk lebih waspada terhadap modus perdagangan manusia. Pemerintah dan aparat terkait harus bekerja sama untuk melindungi kelompok rentan dari ancaman serupa.