Elon Musk Sebut USAID Mendanai Penelitian Senjata Biologis, Termasuk COVID-19
Elon Musk menuding USAID mendanai penelitian senjata biologis, termasuk COVID-19. Tuduhan ini memicu reaksi Kongres AS dan ketegangan global.
BaperaNews - Elon Musk kembali menarik perhatian publik setelah menuduh Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) terlibat dalam pendanaan penelitian senjata biologis, termasuk proyek yang diklaim terkait dengan kemunculan COVID-19.
Pernyataan tersebut diunggah oleh Elon Musk di platform X pada Minggu (2/2), menanggapi sebuah video yang menuduh USAID memiliki keterlibatan dengan operasi rahasia CIA dan penyensoran internet.
Dalam unggahannya, Elon Musk menulis, "USAID adalah organisasi kriminal," sebagai respons terhadap klaim bahwa lembaga tersebut telah menyalurkan dana kepada EcoHealth Alliance, organisasi nirlaba yang sebelumnya mendapat sorotan atas kerja samanya dengan Institut Virologi Wuhan di China.
Elon Musk juga mempertanyakan kepada 215 juta pengikutnya di X, "Tahukah Anda bahwa USAID, dengan menggunakan uang pajak Anda, mendanai penelitian senjata biologis, termasuk COVID-19, yang menewaskan jutaan orang?"
Unggahan yang dikomentari Elon Musk menuding bahwa USAID telah menyalurkan dana sebesar USD 53 juta kepada EcoHealth Alliance, yang kemudian digunakan untuk mendukung penelitian gain-of-function pada virus corona di Institut Virologi Wuhan. Penelitian ini diduga menjadi penyebab utama munculnya COVID-19.
Meskipun EcoHealth Alliance telah membantah keterlibatan mereka dalam eksperimen tersebut, Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS pada Mei 2024 telah menangguhkan seluruh pendanaan federal untuk organisasi itu, dengan alasan kurangnya pengawasan dan kegagalan dalam melaporkan aktivitas penelitian berisiko tinggi secara tepat waktu.
CIA sebelumnya menyatakan bahwa kemungkinan besar COVID-19 berasal dari kebocoran laboratorium dibandingkan dengan sumber alami.
Setelah pengangkatan John Ratcliffe sebagai direktur baru CIA, badan intelijen tersebut mengonfirmasi bahwa penyelidikan mengenai asal-usul COVID-19 akan menjadi prioritas utama mereka.
USAID, sebagai lembaga independen yang dibentuk melalui undang-undang Kongres AS, mengelola anggaran sebesar USD 42,8 miliar untuk bantuan kemanusiaan dan pembangunan di berbagai negara.
Namun, badan ini menjadi salah satu target Departemen Efisiensi Pemerintahan (DOGE), yang dipimpin oleh Elon Musk, dan berupaya memangkas pengeluaran pemerintah yang dianggap tidak perlu.
Presiden Donald Trump sebelumnya telah memerintahkan pembekuan sebagian besar bantuan luar negeri AS untuk memastikan distribusi dana sesuai dengan kebijakan "America First."
Baca Juga : Presiden AS Donald Trump Dukung Elon Musk Beli TikTok Milik China
Keputusan ini berdampak besar pada berbagai program bantuan internasional, termasuk pengobatan bagi penderita HIV dan TBC di beberapa negara seperti Indonesia, serta proyek pembersihan ranjau darat dan fasilitas kesehatan di zona konflik.
Pada akhir pekan lalu, dua pejabat tinggi keamanan USAID dicopot setelah mereka berusaha mencegah personel DOGE mengakses area terbatas di kantor pusat USAID.
Kejadian ini mengakibatkan hampir 100 staf senior USAID kehilangan akses terhadap sistem internal mereka, termasuk email dan data penting lainnya.
Tuduhan Elon Musk dan intervensi DOGE di USAID memicu reaksi dari anggota Kongres AS, terutama dari Partai Demokrat.
Sejumlah anggota Senat menggelar pertemuan darurat pada Minggu (2/2) dan berencana bertemu kembali pada Senin (3/2) untuk membahas kemungkinan langkah hukum terhadap perubahan struktural yang terjadi di USAID.
Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat, Jeanne Shaheen, telah mengirim surat kepada Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, untuk meminta penjelasan mengenai insiden tersebut.
Sementara itu, Ketua Komite Urusan Luar Negeri DPR AS, Brian Mast, menyatakan dukungannya terhadap pemindahan USAID di bawah kendali Departemen Luar Negeri, dengan alasan perlunya komando dan kontrol yang lebih besar atas lembaga tersebut.
Selain tuduhan yang dilayangkan Elon Musk, isu terkait laboratorium penelitian biologi yang didanai AS juga menjadi sorotan di kancah internasional.
Rusia berulang kali mengkritik keberadaan jaringan laboratorium penelitian biologi yang didukung Pentagon dan lembaga AS lainnya, khususnya di Ukraina dan beberapa negara lain di sekitar perbatasannya.
Moskow menuduh fasilitas-fasilitas tersebut digunakan untuk penelitian senjata biologis, meskipun klaim ini telah dibantah oleh pemerintah AS.
Pejabat militer Rusia, Letnan Jenderal Igor Kirillov, yang pernah mengungkap laporan terkait aktivitas laboratorium biologi AS, dilaporkan tewas dalam sebuah serangan bom di Moskow pada Desember 2024.
Insiden ini meningkatkan ketegangan antara Rusia dan AS, dengan Moskow menuduh Ukraina sebagai dalang di balik serangan tersebut.
Di sisi lain, pemerintah China dan Rusia telah menuntut transparansi lebih lanjut dari AS mengenai aktivitas biologis militernya. Kedua negara juga menyatakan komitmen mereka untuk memperkuat Konvensi Senjata Biologis dan Beracun (BTWC) guna mencegah pengembangan senjata biologis secara ilegal.
Baca Juga : Cybertruck Tesla Meledak di Depan Trump Hotel, Elon Musk Angkat Bicara