China Akan Larang Pakaian yang Dapat Sakiti Perasaan Bangsa
Rancangan undang-undang China yang melarang pakaian yang dapat menyakiti perasaan bangsa mengundang kontroversi.
BaperaNews - China tengah merancang undang-undang yang melarang warganya memakai pakaian atau simbol yang dianggap dapat menyakiti perasaan bangsa.
Jika disahkan, pelanggaran atas klausul kontroversial ini bisa berakibat denda hingga 5.000 yuan atau sekitar Rp 10 juta serta penahanan hingga 15 hari.
Sumber informasi dari BBC, Jumat (8/9), menyebut bahwa rancangan tersebut memicu perdebatan sengit di tengah masyarakat China. Banyak warga, terutama di platform media sosial, merasa peraturan ini berlebihan dan ambigu.
Hal ini menciptakan keresahan, terutama karena belum ada penjelasan detail mengenai jenis pakaian atau simbol mana yang masuk dalam kategori "menyakiti perasaan bangsa".
Warganet juga mempertanyakan, "Bagaimana penegak hukum akan menentukan pakaian atau simbol mana yang dianggap menyakiti perasaan bangsa?"
Sebagai contoh, seorang warganet di Weibo, platform media sosial populer di China, mempertanyakan, "Apakah mengenakan jas dan dasi akan diperhitungkan? Marxisme berasal dari Barat. Apakah kehadirannya di China juga dianggap menyakiti perasaan nasional?"
Baca Juga : SD di China Akan Kenakan Tarif Tidur Siang Mulai dari Rp 1,4 Juta
Kendati demikian, isu larangan pakaian di China ini bukanlah hal baru. Beberapa insiden telah terjadi sebelumnya yang menunjukkan sensitivitas isu pakaian di negeri Tirai Bambu tersebut.
Seorang wanita yang mengenakan kimono ditahan di Kota Suzhou dengan alasan mengenakan pakaian Jepang, menimbulkan kemarahan di media sosial.
Pada bulan Maret, seorang wanita yang mengenakan tiruan seragam militer Jepang di pasar malam juga menghadapi sanksi serupa.
Tak hanya itu, pakaian bermotif pelangi juga menjadi sorotan saat sekelompok orang yang mengenakannya ditolak masuk ke konser penyanyi Taiwan, Chang Hui-mei, di Beijing.
Kebijakan ini muncul sebagai salah satu dari serangkaian upaya Presiden China, Xi Jinping, untuk mendefinisikan kembali norma dan nilai yang menjadi teladan bagi warganya.
Pada 2019, Partai Komunis China mengeluarkan pedoman moral yang mencakup berbagai aspek, termasuk kesopanan dan kepercayaan kepada pemimpin dan partai.
"Bagaimana jika penegak hukum, biasanya petugas polisi, memiliki interpretasi pribadi atas rasa sakit hati tersebut dan memulai penilaian moral terhadap orang lain di luar cakupan hukum?" tanya Zhao Hong, seorang profesor hukum di Universitas Ilmu Politik dan Hukum China.
Presiden China Xi Jinping, sejak menjabat pada tahun 2012, telah mengambil berbagai inisiatif untuk mendefinisikan kembali norma-norma sosial dan kultural di China. Larangan pakaian ini dianggap oleh banyak pihak sebagai salah satu dari inisiatif tersebut.
Larangan pakaian di China, terutama yang dapat menyakiti perasaan bangsa, kini menjadi sorotan utama dalam diskusi publik.
Namun, bagaimana akhirnya kebijakan ini akan diterima oleh masyarakat China, terutama mengingat berbagai reaksi yang muncul, masih menjadi tanda tanya besar.
Baca Juga : Pria di China Pelihara 7 Sapi di Balkon Apartemen Lantai 5