Memilih ke Indonesia, Ini Alasan Pengungsi Rohingya Diusir dari Myanmar
Pencabutan Kartu Putih bagi kaum Rohingya di Myanmar menyebabkan beberapa dampak yang sangat krusial. Baca selengkapnya di sini!
BaperaNews - Rohingya, kelompok etnis yang sudah lama tinggal di negara bagian Rakhine, Myanmar, kini menghadapi situasi sulit usai pemerintah mencabut Kartu Putih sebagai identitas penduduk.
Kartu Putih, yang merupakan tanda terakhir bahwa mereka adalah warga Myanmar, telah dinyatakan tidak berlaku sejak 31 Maret lalu.
Dampak dari pencabutan ini sangat signifikan, membuat kaum Rohingya kehilangan identitas mereka sebagai penduduk Myanmar dan dengan demikian kehilangan hak-hak dasar, termasuk hak untuk memberikan suara dalam pemilihan umum.
Sebanyak 300.000 Kartu Putih telah diminta dikembalikan oleh otoritas setempat, dan hal ini menjadi salah satu faktor pendorong bagi kaum Rohingya untuk mengambil keputusan nekat meninggalkan tanah air mereka, mengarungi laut menuju tujuan utama di Malaysia.
Tanpa identitas yang jelas, mereka merasa terancam akan ditangkap dan dipenjarakan menjelang pemilihan umum di Myanmar yang dijadwalkan pada Oktober-November.
Masa berlaku Kartu Putih sendiri diklaim berakhir setelah munculnya protes keras dari kelompok nasionalis Buddha pada Februari lalu.
Meskipun baru saja disahkan rancangan undang-undang yang memberikan hak pilih kepada pemilik Kartu Putih, pemerintah Myanmar mengambil langkah drastis dengan mencabut identitas tersebut.
Baca Juga: Ini Kronologi Mahasiswa Aceh Usir Paksa Pengungsi Rohingya
Pencabutan ini menyisakan ketidakpastian bagi kaum Rohingya, yang sekarang berusaha mencari tempat aman tanpa identitas dan hak-hak dasar yang jelas.
Perjalanan menyedihkan kaum Rohingya dimulai dengan menumpang kapal-kapal yang diduga dikendalikan oleh jaringan penyelundup manusia. Tujuan utama mereka adalah Malaysia. Pulau Langkawi, Malaysia, akhirnya menjadi tempat berlabuh bagi 1.107 orang pengungsi Rohingya dan migran Bangladesh.
Mereka kemudian ditempatkan di Pusat Detensi Imigrasi Belantik, Negara Bagian Kedah. Selain itu, sekitar 1.800 orang lainnya diselamatkan di Aceh melalui tiga gelombang penyelamatan. Meski demikian, ribuan orang lainnya masih diperkirakan berada di laut, menunggu pertolongan.
Jika ditelusuri, ada korelasi antara jatuh tempo Kartu Putih dan waktu perjalanan para pengungsi Rohingya yang mengaku berangkat kira-kira dua bulan setelah pencabutan identitas mereka.
Shwe Maung, seorang anggota parlemen Myanmar dari etnik Rohingya, menjelaskan bahwa masa berlaku Kartu Putih berakhir setelah protes keras pada Februari.
Meskipun pemerintah berjanji membentuk komisi untuk mengkaji persoalan Kartu Putih, hingga kini belum ada kejelasan mengenai identitas baru yang akan diberikan kepada kaum Rohingya.
Kondisi kaum Rohingya semakin memburuk setelah berbagai gelombang kerusuhan, terutama pada tahun 2012 yang menewaskan setidaknya 200 orang. Akibatnya, mereka dipindahkan ke kamp-kamp dan tidak diizinkan bekerja di luar lingkungan tempat tinggal mereka.
Pemerintah Myanmar mengklaim bahwa lokalisasi dilakukan untuk melindungi mereka dari amukan massa. Namun, tanpa Kartu Putih, mereka kini takut akan ditangkap dan dipenjarakan menjelang pemilihan umum.
Mohammad Sadek, pengurus Komite Pengungsi Rohingya Arakan (RARC) di Malaysia, menjelaskan bahwa kaum Rohingya merasa bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk menyelamatkan diri.
Mereka melihat Indonesia sebagai pilihan, karena di sana mereka bisa mencari perlindungan tanpa takut akan kehilangan identitas dan hak-hak dasar.
PBB menggolongkan Rohingya sebagai minoritas yang paling tertindas di dunia.
@baperanews.com Pencabutan Kartu Putih bagi kaum Rohingya di Myanmar menyebabkan beberapa dampak yang sangat krusial #rohingya #dampak #indonesia #baperanews ♬ Instrumen Sedih - Yuda pratama
Baca Juga: 2 Kapal Berisi 200 Pengungsi Rohingya Hadir di Pidie Aceh