Ketiadaan Salju di Gunung Fuji Jadi Sejarah Baru Bagi Jepang Akibat Perubahan Iklim

Gunung Fuji tanpa salju hingga akhir Oktober 2024, mencetak rekor dan memicu kekhawatiran dampak perubahan iklim pada ikon budaya Jepang ini.

Ketiadaan Salju di Gunung Fuji Jadi Sejarah Baru Bagi Jepang Akibat Perubahan Iklim
Ketiadaan Salju di Gunung Fuji Jadi Sejarah Baru Bagi Jepang Akibat Perubahan Iklim. Gambar : Ilustrasi Canva

BaperaNews - Gunung Fuji, ikon alam dan budaya Jepang, biasanya berselimut salju di puncaknya sejak awal Oktober sebagai tanda datangnya musim dingin.

Namun, hingga akhir Oktober tahun ini, puncak Gunung Fuji tidak juga tertutup salju, mencatatkan rekor baru bagi Jepang. 

Kondisi ini memunculkan kekhawatiran dari para ahli cuaca dan lingkungan, yang melihatnya sebagai dampak perubahan iklim, cuaca panas, dan pemanasan global.

Fenomena Tak Terduga: Gunung Fuji Tidak Bersalju

Pada tahun-tahun sebelumnya, salju pertama di Gunung Fuji biasanya muncul sekitar tanggal 2 Oktober. Ini menandai siklus musim dingin di Jepang selama lebih dari satu abad.

Namun, pada tahun 2024, hingga akhir Oktober, puncak Gunung Fuji tetap tak bersalju, memecahkan rekor sebelumnya yang tercatat pada 26 Oktober di tahun 1955 dan 2016.

Menurut Kantor Meteorologi Kofu, hilangnya salju ini mengkhawatirkan banyak pihak karena salju awal Oktober di Gunung Fuji merupakan simbol peralihan musim yang penting bagi masyarakat Jepang. Kondisi ini pun mengindikasikan iklim global yang semakin hangat dan terus berubah.

Cuaca Panas dan Hujan Tinggi, Penyebab Utama Gunung Fuji Tidak Bersalju

Para ahli cuaca menyebutkan bahwa cuaca panas ekstrem sepanjang musim panas 2024, yang berlanjut dengan suhu hangat pada musim gugur, menjadi faktor utama ketiadaan salju di Gunung Fuji.

Catatan meteorologi Jepang menunjukkan bahwa suhu musim panas tahun ini adalah yang tertinggi dalam sejarah, bahkan melampaui rekor pada 2010. 

Rata-rata suhu dari Juni hingga Agustus meningkat 1,76 derajat Celsius lebih tinggi dari biasanya, diperparah dengan curah hujan tinggi di sekitar Gunung Fuji yang menghambat terbentuknya salju di puncak.

Shinichi Yanagi, seorang ahli meteorologi di Jepang, menjelaskan bahwa kondisi hangat dan basah ini turut menghalangi turunnya salju di Gunung Fuji.

Udara hangat yang bertahan lebih lama juga diperburuk oleh fenomena El Niño, yang sepanjang 2024 meningkatkan suhu di negara-negara Asia, termasuk Jepang. 

Lembaga penelitian Climate Central menambahkan bahwa cuaca panas pada Oktober ini tiga kali lebih mungkin terjadi akibat krisis iklim.

Baca Juga : Pertama Kali dalam 50 Tahun Terakhir, Gurun Sahara di Maroko Banjir hingga Amazon Mengering

Dampak Ketiadaan Salju pada Pariwisata dan Ekosistem Lokal

Fenomena Gunung Fuji tidak bersalju di musim gugur ini menimbulkan kekhawatiran terkait dampak jangka panjang bagi berbagai sektor, khususnya pariwisata dan lingkungan. 

Kawasan sekitar Gunung Fuji, yang populer sebagai destinasi pendakian, berpotensi mengalami penurunan pengunjung di musim dingin karena daya tarik salju yang semakin berkurang. 

Selain itu, berkurangnya salju dapat mengubah tantangan pendakian musim dingin, yang biasanya menarik bagi pendaki gunung.

Dampak ini juga dirasakan oleh ekosistem lokal. Tanpa salju, perubahan musiman yang biasa terjadi dapat memengaruhi flora dan fauna yang bergantung pada siklus musim dingin di sekitar Gunung Fuji.

Selain itu, ketiadaan salju berpotensi mengancam pasokan air karena salju yang mencair di musim semi biasanya penting dalam menjaga cadangan air bagi kawasan tersebut.

Tanda Krisis Iklim yang Kian Serius

Perubahan pola cuaca ekstrem di Jepang menunjukkan dampak nyata krisis iklim global, yang memicu peningkatan suhu dan cuaca yang tak menentu.

Para ilmuwan memperingatkan bahwa tanpa upaya serius untuk menekan pemanasan global di bawah batas 1,5 derajat Celsius dari level pra-industri, dampak buruk perubahan iklim akan semakin sulit diatasi, dengan implikasi bagi ketahanan pangan, pasokan air, serta kesehatan masyarakat di seluruh dunia.

Hilangnya salju di Gunung Fuji juga merupakan bukti nyata dampak pemanasan global yang mengancam ikon-ikon budaya dan alam dunia.

Sebagai simbol budaya dan identitas nasional, Gunung Fuji yang tercatat sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO terancam oleh perubahan iklim yang dapat merusak nilai budaya dan alamnya.

Kebijakan Lingkungan dan Tantangan Menghadapi Perubahan Iklim

Pada Juli 2024, pemerintah Jepang memperkenalkan pajak wisata dan peraturan pendakian untuk menjaga kelestarian lingkungan di kawasan Gunung Fuji, termasuk biaya pendakian sebesar 2.000 yen per orang untuk mengendalikan jumlah pengunjung.

Meski langkah ini membantu mengatasi dampak overtourism, perubahan iklim tetap menjadi ancaman utama yang mengancam daya tarik alami Gunung Fuji.

Fenomena hilangnya salju di Gunung Fuji mencerminkan krisis iklim global yang berdampak lintas negara. Gelombang panas ekstrem yang terjadi di berbagai negara Asia menambah kekhawatiran tentang kelangsungan ikon alam seperti Gunung Fuji.

Baca Juga : Sungai Amazon Kering, Warga Kekurangan Air Bersih