Indonesia Harus Siap Menghadapi Tantangan Krisis Pangan, Fahd A Rafiq : Dampak Iklim Cuaca Ekstrem Kemarau

Ketua Umum DPP Bapera, Fahd A Rafiq, menyuarakan kekhawatiran terhadap krisis pangan di Indonesia akibat cuaca ekstrem global.

Indonesia Harus Siap Menghadapi Tantangan Krisis Pangan, Fahd A Rafiq : Dampak Iklim Cuaca Ekstrem Kemarau
Indonesia Harus Siap Menghadapi Tantangan Krisis Pangan, Fahd A Rafiq : Dampak Iklim Cuaca Ekstrem Kemarau. Gambar: Fahd A Rafiq dok. istimewa

BaperaNews - Dunia saat ini menghadapi banyak tantangan dalam berbagai aspek, mulai dari krisis energi, pangan, dan ekonomi, disrupsi teknologi, hingga tantangan geopolitik. Pada Juli 2023, merupakan bulan terpanas yang pernah tercatat, dengan panas terik di banyak wilayah belahan bumi utara dan hal ini berlanjut hingga September 2023 ini.

Dengan munculnya kembali fenomena El Nino pada 2023, suhu rata-rata global tahun ini diperkirakan akan melebihi rata-rata global pada 2022. Sinyal lebih panasnya suhu pada saat ini terlihat dari serangkaian gelombang panas pada 2023. Dampak krisis iklim saat ini telah memukul sektor pangan dengan dahsyat. India menghentikan ekspor beras putih nonbasmati pada akhir Juli 2023.

Ketua Umum DPP Bapera Fahd El Fouz A Rafiq memberi pendapat perihal kini Indonesia dibayangi oleh ketakutan terhadap tantangan krisis pangan, hal tersebut mengenai cuaca ekstrem yang sedang melanda dunia, dari cuaca ekstrem tersebut membuat musim kemarau berkepanjangan di wilayah Indonesia.

“Indonesia kini sedang dibayangi oleh tantangan krisis pangan, karena diketahui dampak dari cuaca ekstrem yang sedang melanda dunia, suhu di dunia kini sedang berada di gelombang panas, cuaca ekstrem tersebut membuat sektor pertanian di beberapa wilayah Indonesia mengalami kekeringan dan gagal panen, ini membuat Pemerintah memberikan pengawasan terhadap krisis pangan jika cuaca ekstrem tersebut terjadi terus menerus sampai waktu tidak menentukan.” Fahd A Rafiq pada Minggu, (15/9).

Pertanian menjadi salah satu sektor yang paling terdampak perubahan iklim. Intervensi pemerintah diperlukan guna menekan kerugian petani, mulai dari kesenjangan hingga meminimalkan konversi lahan.

Meskipun pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian telah mengantisipasi bencana kekeringan panjang dengan mitigasi resiko yang akan timbul dengan berbagai macam startegi, nampaknya belum dapat menghalangi turunnya produksi pangan secara drastis dan gejolak naiknya harga pangan secara nasional khususnya beras yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia.

“Tantangan Indonesia kini adalah menjaga kecukupan dan ketersediaan pangan guna menghadapi dampak cuaca ekstrem. Pemerintah daerah bersama Perum Bulog harus berhasil mengumpulkan beras dari petani meskipun Indonesia telah mendatangkan 1,3 juta ton beras dari Thailand dan Vietnam pada Juli 2023.” Fahd A Rafiq menambahkan

Saat ini, rata-rata produktivitas padi nasional mencapai 5,9 ton per hektare. Presiden Jokowi mengharapkan inovasi yang dikembangkan IPB dapat meningkatkan produktivitas padi menjadi 10-12 ton per hektare.

Penulis: FNID