Google Bayar Triliunan ke Samsung Demi Pertahankan Dominasi Android
Project Banyan, inisiatif rahasia Google, mengungkap langkah-langkah untuk mempertahankan dominasinya di ekosistem Android.
BaperaNews - Google, dalam sebuah persidangan antimonopoli yang melibatkan Epic Games, terungkap menjalankan strategi khusus untuk mempertahankan dominasinya di pasar Android. Kemitraan strategis dengan Samsung, produsen peralatan asli (OEM) Android terbesar, menjadi fokus utama.
Dalam laporan Bloomberg yang dikutip oleh GizmoChina pada Jumat (17/11), terungkap bahwa Google membayar Samsung sejumlah USD 8 miliar atau setara Rp 124,6 triliun selama empat tahun. Pembayaran ini bertujuan untuk memastikan bahwa layanan utama Google, seperti Google Search, Google Assistant, dan Google Play Store, tetap menjadi pilihan default pada perangkat Samsung Galaxy.
Upaya ini menjadi bagian dari strategi Google yang disebut Project Banyan, sebuah inisiatif untuk mengokohkan dominasinya di ekosistem Android. Google tidak hanya berusaha untuk memastikan keunggulan aplikasinya, tetapi juga berbagi pendapatan iklan dan memberikan insentif kepada OEM.
James Kolotouros, Vice President for Partnerships di Google, menyatakan bahwa kontribusi dari Samsung menyumbang lebih dari setengah pendapatan Google Play Store. Hal ini menyoroti peran penting perangkat Samsung dalam ekosistem Google.
Pada tahun 2020, Google mengusulkan dana sebesar USD 2,9 miliar, yang kemudian meningkat menjadi USD 4,5 miliar pada 2023, untuk memastikan ketersediaan Google Search, Google Play, dan aplikasi penting lainnya di berbagai perangkat.
Meskipun demikian, perjanjian dengan Samsung awalnya mencakup rencana untuk mencegah Galaxy Store muncul di layar beranda, meskipun rencana ini akhirnya dibatalkan. Langkah ini secara langsung bersaing dengan asisten suara Bixby dan Galaxy Store milik Samsung, memastikan bahwa layanan Google tetap menjadi pilihan utama.
Di persidangan yang sama, Google mengungkap bahwa mereka menawarkan kesepakatan senilai USD 147 juta kepada Epic Games agar game Fortnite dapat diluncurkan di Google Play Store untuk perangkat Android. Meskipun kesepakatan itu diajukan dan disetujui oleh Google, Epic Games tidak menerimanya.
Kesepakatan tersebut melibatkan pemberian pendanaan tambahan selama tiga tahun hingga 2021 kepada Epic, sebagai upaya untuk mencegah Fortnite lepas dari toko resmi Android dan menghindari biaya pembelian dalam aplikasi Google.
Baca Juga : Google Akan Hapus Jutaan Akun Gmail Jika Sudah 2 Tahun Gak Aktif
Epic sebelumnya meluncurkan Fortnite di Android melalui situs web mereka sendiri pada 2018, namun didepak dari Play Store karena melanggar aturan komisi Google. Meskipun demikian, pada tahun 2020, Epic mengakui bahwa keputusan awal tersebut merugikan mereka terutama dari segi keamanan dan faktor lainnya.
Dokumen internal Google yang diungkap di pengadilan menunjukkan kekhawatiran bahwa pengembang game lain dapat mengikuti langkah Epic, mengakibatkan kerugian pendapatan besar bagi Google. Google mencoba mencegahnya dengan menawarkan manfaat khusus atau bahkan membeli Epic.
Pada tahun 2018, CEO Google Sundar Pichai mengusulkan kepada CEO Apple Tim Cook untuk menyertakan aplikasi Google Search secara otomatis di semua unit iPhone baru. Cook menolak ide ini, meskipun Pichai meyakinkan bahwa hal tersebut dapat meningkatkan trafik ke Google dan mendatangkan lebih banyak pendapatan bagi Apple.
Percakapan ini terungkap dalam konteks gugatan antitrust yang dihadapi Google dari Departemen Kehakiman AS. Gugatan ini berusaha menentukan apakah Google memiliki monopoli pencarian yang mempengaruhi persaingan di sistem mesin pencarian.
Apabila gugatan ini berhasil, kesepakatan antara Apple dan Google dapat dibatalkan, memungkinkan pengaturan mesin pencari tambahan pada perangkat Apple.
Meskipun Google telah membayar sejumlah uang kepada Apple untuk menjadi mesin pencari default di perangkatnya, pangsa pendapatan Apple dari kesepakatan ini turun pada tahun 2018.
Baca Juga : OpenAI Rayu Karyawan Google Pindah Kerja, Ditawari Gaji hingga Rp 157 Miliar