Fenomena La Nina di Indonesia akan Terjadi hingga April 2025, BMKG Minta Warga Waspada Banjir-Longsor

BMKG prediksi fenomena La Nina hingga April 2025 tingkatkan curah hujan 20-40%. Waspada banjir, longsor, dan cuaca ekstrem di berbagai wilayah Indonesia.

Fenomena La Nina di Indonesia akan Terjadi hingga April 2025, BMKG Minta Warga Waspada Banjir-Longsor
Fenomena La Nina di Indonesia akan Terjadi hingga April 2025, BMKG Minta Warga Waspada Banjir-Longsor. Gambar : Dok BMKG

BaperaNews - Fenomena La Nina diperkirakan akan melanda wilayah Indonesia mulai November 2024 hingga April 2025. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa kondisi ini dapat meningkatkan curah hujan secara signifikan di berbagai daerah di Indonesia. 

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa fenomena La Nina dipicu oleh suhu permukaan laut di Samudera Pasifik yang mengalami pendinginan lebih dari biasanya, yang kemudian mempengaruhi pola cuaca global. 

Dengan datangnya La Nina, BMKG mengimbau masyarakat untuk bersiap menghadapi potensi bencana hidrometeorologi, termasuk banjir, tanah longsor, angin kencang, dan puting beliung.

Fenomena La Nina diperkirakan akan meningkatkan curah hujan sebesar 20-40 persen di beberapa wilayah di Indonesia.

Dwikorita menegaskan pentingnya kesiapsiagaan, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan seperti perbukitan, lereng gunung, dataran tinggi, dan sepanjang bantaran sungai. 

"Fenomena ini bisa berdampak signifikan pada kondisi cuaca di Indonesia. Masyarakat harus mempersiapkan diri, terutama yang tinggal di wilayah rentan," ujar Dwikorita dalam keterangan resminya pada Jumat (22/11).

Menurut BMKG, ada beberapa faktor yang memengaruhi kondisi cuaca di Indonesia pada tahun 2025, di antaranya penyimpangan suhu muka laut di Samudera Pasifik, Samudra Hindia, dan perairan Indonesia.

Penyimpangan ini berkaitan dengan fenomena La Nina lemah, yang diprediksi akan membawa peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia. 

Selain La Nina, fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) juga memiliki pengaruh terhadap pola curah hujan di Indonesia. IOD terjadi karena perbedaan suhu permukaan laut antara Laut Arab di Samudera Hindia bagian barat dan Samudera Hindia bagian timur di selatan Indonesia.

BMKG memprediksi sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan tahunan dalam kategori normal pada 2025, dengan kisaran antara 1.000 hingga 5.000 mm per tahun.

Namun, sekitar 67 persen wilayah Indonesia diperkirakan mengalami curah hujan di atas 2.500 mm per tahun, yang termasuk dalam kategori tinggi. 

Beberapa wilayah yang kemungkinan akan mengalami curah hujan tinggi meliputi sebagian besar Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung bagian utara, sebagian besar Kalimantan, Sulawesi bagian tengah dan selatan, serta Papua.

Baca Juga : BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas Ekstrem di Indonesia, Ini Faktor Utamanya!

Selain itu, BMKG juga memproyeksikan bahwa sekitar 15 persen wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan di atas normal.

Wilayah yang diprediksi terdampak adalah sebagian kecil Sumatera, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Kepulauan Maluku, dan Papua bagian tengah. 

Sementara itu, 1 persen wilayah diperkirakan mengalami curah hujan di bawah normal, termasuk Sumatera Selatan bagian barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku Utara.

La Nina dikenal sebagai fenomena yang sering dikaitkan dengan peningkatan risiko bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor.

Kondisi cuaca ekstrem yang disebabkan oleh La Nina dapat mengakibatkan curah hujan yang intens dalam waktu singkat, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya banjir bandang dan longsor di berbagai daerah. 

BMKG mengingatkan pentingnya kewaspadaan, terutama di daerah-daerah yang berpotensi mengalami curah hujan tinggi. 

"Warga di daerah perbukitan, lereng, dan sepanjang sungai harus ekstra waspada karena La Nina dapat memicu banjir dan tanah longsor," tegas Dwikorita.

Untuk mengurangi risiko bencana, BMKG juga menyarankan agar masyarakat melakukan langkah-langkah mitigasi, seperti memastikan saluran air bersih dari hambatan dan memantau perkembangan cuaca melalui media resmi BMKG.

Di daerah-daerah dengan curah hujan tinggi, kesiapsiagaan dini sangat penting untuk menghindari dampak buruk akibat La Nina.

Meski fenomena La Nina sering dikaitkan dengan risiko bencana, BMKG menekankan bahwa ada potensi manfaat positif yang bisa dimanfaatkan jika fenomena ini dikelola dengan baik.

Dwikorita menyatakan bahwa peningkatan curah hujan akibat La Nina dapat dimanfaatkan untuk mendukung ketahanan pangan, air, dan energi. 

"Dengan curah hujan yang tinggi, ada peluang untuk percepatan tanam, memperluas lahan pertanian, serta meningkatkan kapasitas tampungan air di waduk," jelasnya.

Selain itu, tingginya curah hujan dapat dimanfaatkan untuk memanen air hujan atau *rainwater harvesting*. Air yang ditampung bisa digunakan saat musim kemarau tiba, sehingga membantu mengantisipasi kekeringan di masa mendatang.

Curah hujan yang cukup juga mendukung operasional pembangkit listrik tenaga air, yang bisa menjamin pasokan energi listrik di berbagai daerah.

La Nina adalah fenomena iklim global yang disebabkan oleh mendinginnya suhu permukaan laut di Samudera Pasifik bagian tengah dan timur. Pendinginan ini memengaruhi sirkulasi atmosfer dan mengakibatkan perubahan pola cuaca di berbagai wilayah dunia, termasuk Indonesia.

Fenomena ini berlawanan dengan El Nino, yang ditandai dengan pemanasan suhu permukaan laut dan biasanya membawa cuaca yang lebih kering.

Baca Juga : BMKG Jelaskan Cuaca Panas di RI Bukan 'Heatwave'