Fahd A Rafiq: Dalam Bisnis Harus Dipahami Antara Context dan Content

Ketua Umum DPP Bapera, Fahd A Rafiq menjelaskan bahwa kita semua harus memanfaatkan kekuatan context dan content agar dapat memberi manfaat yang unik pada suatu produk.

Fahd A Rafiq: Dalam Bisnis Harus Dipahami Antara Context dan Content
Fahd A Rafiq menjelaskan dalam bisnis harus dipahami dulu antara context dan content. Gambar : Unsplash.com/Dok. Hamza Nouasria

BaperaNews - Dari semua sisi yang kita lihat itu ada banyak, tidak cukup hanya untuk melihat content untuk memenangkan suatu kompetisi yang harus masuk ke emosi dan context, karena dari hal tersebut ada sesuatu yang harus diberikan.

Kita semua harus memanfaatkan kekuatan context agar dapat memberi manfaat yang unik. Begitu banyak yang membuat suatu produk bisa dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat. Lalu, bagaimana membuat context dari suatu produk?

Pernah dengar atau makan McDonald’s? Pasti semua orang menjawab bisa berbagai macam. Seperti, McDonald’s jualan makan, jualan properti, mainan, ada yang bilang juga karena life style.

Namun, ketika kita copy buat sesuatu yang sama apa yang dipahami tentang McDonald’ kita akan meragukan hasilnya. Pembelian dalam bisnis adalah masalah Psikologi bukan trading.

Fahd A Rafiq menjelaskan, “Psikologinya kita bahas dari behavioral analisisnya, agak rumit memang menjelaskan bisnis sampai menyentuh banyak bidang termasuk psikologi. Manusia dalam mengambil keputusan akan salah kalau kita menganggap menggunakan Rasional (Logika Thinking) ternyata sedikit unsur rasionalnya,” ujarnya”

“Bahkan banyak orang dalam keputusannya adalah irasional (emosi) ditambah lagi kemajuan teknologi informasi pada saat ini membuat manusia semakin emosional terutama dalam pengambilan keputusan terjadi pergeseran yang tela” lanjutnya.

Dahulu pemahaman pembelian ialah dengan rumus munculnya kebutuhan yang diikuti dengan pencarian informasi, evaluasi alternatif produk yang akan dibeli, lalu melakukan pembelian dan penggunaan.

Fahd A Rafiq juga menyebutkan bahwa pada sekarang, “Banyak dari orang jalan ke Senayan City sebagai contoh untuk niat membeli celana jeans dan minyak wangi, ternyata proses belanja itu tidak semulus logika sewaktu berangkat di awal. Seberapa sering kita pulang tidak jadi membeli jeans dan parfum namun malah beli baju atasan bahkan handphone terbaru, dimana rasionalnya?” imbuhnya.

Starbucks sangat sukses di seluruh dunia dan bahkan menjadi darlingnya di Wall Street untuk waktu yang sangat panjang. Apakah yang membuat terkenal Starbucks? Apakah karena Apa karena frappuccino, focaccino, atau kopi nya yang enak. 

McDonald’s dan Starbucks sangat sukses dan laku pada produknya bukan karena content atau apa yang ditawarkan kepada pembeli.

Content ialah sesuatu yang berhubungan dengan rasional kita, saat kita ingin membeli sepatu, yang pasti kita ingin sepatu tersebut kuat, bagus dan tahan lama. 

Baca Juga : Fahd A Rafiq: Dalam Berbisnis Mari Belajar Dari Apple dan Tumbangnya BlackBerry Hingga Nokia

Kita ingin membeli makanan maka food tersebut harus enak, harus murah, mengenyangkan apa tidak porsinya atau bahkan makanan tersebut sehat atau tidak? Semua itu berhubungan dengan rasional itu adalah content. 

Sementara untuk context berkaitan dengan emosi. Emosi cenderung tidak rasional fanatisme, misalnya karena emosi bukan pemikiran rasional. Coba kita lihat apa hubungannya wanita cantik disamping mobil mewah ? Apa hubungannya koboi dengan rokok Marlboro ? Apa hubungannya kecantikan dengan body Shop yang mengatakan "Against Animal testing", sekilas memang tidak nyambung. Tapi itulah context dengan emosi.

McDonald’s dan Starbucks bukan karena makanan dan minuman dengan merk yang besar saja, namun besar sejak day one karena konsep context.

Context ialah bagaimana menawarkan, bagaimana cara Anda menawarkan produk tersebut.

McDonald’s  sukses karena konsep service cleanliness, dan family Value-nya, keramahannya kepada anak anak, tersedianya tempat main, termasuk event event pada saat hari khusus seperti ulang tahun dan pesta anak lainnya. Merchandise anak anak the Toy Story, Hello Kitty dan banyak lagi lainnya mempertahankan citra atmosphere restaurant yang fun dan friendly. Ini semua adalah context, hal-hal tersebut adalah emosi

Fahd A Rafiq menegaskan, “Sekali lagi dari sisi yang lain content saja tidak cukup untuk memenangkan kompetisi harus masuk ke emosi dan context. karena hal itu adalah sesuatu yang diberikan. Jadi kita harus memanfaatkan kekuatan context agar memberi manfaat yang unik pada suatu produk.” ujarnya

“Jadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana membuat context dari produk kita? Mungkin produk kita bukan makanan dan minuman, jadi bagaimana membuat context nya, behavioral analisisnya sehingga bisa membuat Context yang menarik” tutup Fahd A Rafiq.

Penulis : Ahmad Shofyan Bapera Pusat