Civitas UNM Dukung Mahasiswa yang Tanya Soal Kewajiban Membeli Almamater
Mahasiswa UNM diperlakukan kasar saat mempertanyakan kebijakan kenaikan harga almamater di kampus.
BaperaNews - Viral video yang menunjukkan seorang civitas akademik Universitas Negeri Makassar (UNM) Sulawesi Selatan mendorong seorang mahasiswa yang mempertanyakan kebijakan kampus telah memicu perbincangan hangat di media sosial.
Kebijakan tersebut mengharuskan mahasiswa baru membeli perlengkapan jas almamater seharga Rp250 ribu untuk mendapatkan nomor induk mahasiswa (NIM).
Menurut Presiden BEM Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNM, Faisal Basri, kenaikan harga ini terjadi karena adanya tambahan biaya untuk dasi.
“Kalau kenaikan itu, tetap sebenarnya Rp175 ribu untuk almamaternya, tetapi Rp75 ribu itu, harga dasi. Jadi Rp250 ribu,” kata Faisal Basri pada Rabu (10/7).
Dalam video yang beredar, terlihat seorang mahasiswa sedang mempertanyakan kenaikan harga perlengkapan almamater sebelum akhirnya didorong oleh oknum dosen.
Kejadian ini berlangsung saat terjadi cekcok, dan salah satu dosen memeriksa kartu mahasiswa tersebut untuk memastikan apakah benar mahasiswa UNM atau bukan.
"Sejauh saya tahu itu, civitas akademik. Ada civitas akademik, ada rektorat sejauh yang saya lihat. (Didorong) Mahasiswa di FIP dari jurusan PGSD," ungkap Faisal.
Tidak hanya itu, para pengajar juga menuduh mahasiswa yang datang ke rektorat UNM sebagai calo ketika mempertanyakan kenaikan harga perlengkapan almamater.
“Kami agak menyayangkan itu, tiba-tiba langsung melakukan tuduhan bahwasanya kawan kami itu dituduh sebagai calo, padahal kami datang jelas mengenai isu itu,” kata Faisal.
Baca Juga: Universitas di NTT Bisa Bayar UKT Pakai Buah-buahan hingga Ikan
Aliansi mahasiswa Universitas Negeri Makassar telah berusaha untuk bertemu dengan pihak rektorat guna membahas berbagai permasalahan biaya kuliah yang dianggap memberatkan, termasuk pembelian perlengkapan almamater dan penerapan UKT jalur mandiri. Namun, mereka mendapatkan perlakuan yang tidak pantas dari pihak rektorat.
“Karena rektorat tidak bisa ditemui di ruangnya, kami menemui beliau dan rektorat lainnya. Saat teman teman bertanya dan mungkin teman teman yang lain juga melihat bahwasanya teman teman mahasiswa yang bertamu di situ bertanya dengan baik dengan sopan akan tetapi respon dari rektorat melakukan seperti itu (didorong),” jelas Faisal.
Faisal menyatakan bahwa mahasiswa hanya ingin meminta kejelasan terkait regulasi pembelian perlengkapan jas almamater dan isu-isu lainnya. Namun, tanggapan dari pihak rektorat sangat mengecewakan.
“Kemarin ada SK baru, tetapi yang jadi permasalahannya di sini maba (mahasiswa baru) diwajibkan memberi almamater dan kuitansi tersebut dijadikan (sebagai) salah satu syarat untuk registrasi dari UNM. Tapi, tidak semua mana itu mampu membeli almamater. Maba yang lain hanya punya almamater dari kakaknya atau dari seniornya, karena itu mereka tidak registrasi atau stempel NIM,” tutup Faisal.
Hingga saat ini, pihak rektorat maupun humas UNM belum memberikan keterangan resmi terkait kejadian tersebut. Para mahasiswa masih menunggu tanggapan dari pihak universitas mengenai kebijakan yang dinilai memberatkan ini.