BaperaNews - Dalam debat cawapres terbaru, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menyoroti hilirisasi nikel di Indonesia. Cak Imin mengklaim bahwa kegiatan tersebut tidak memberikan banyak keuntungan bagi negara.
Debat yang berlangsung pada Minggu (21/1) ini menampilkan Cak Imin yang menyatakan bahwa hilirisasi nikel, sebuah proses peningkatan nilai tambah mineral, harus dilakukan dengan pertimbangan yang lebih matang.
Cak Imin mengungkapkan kekhawatiran terhadap praktik eksplorasi dan produksi nikel yang menurutnya kurang mempertimbangkan aspek ekologi dan sosial.
"Eksplorasi nikel yang ugal-ugalan dan hilirisasi tanpa mempertimbangkan ekologi, sosial kita, buruh kita yang diabaikan karena banyak tenaga asing, serta terjadinya korban kecelakaan, adalah hal yang harus kita perhatikan serius," ujar Cak Imin.
Produksi nikel Indonesia yang berlebihan, menurut Cak Imin, telah menyebabkan penurunan daya tawar negara di pasar global.
"Kita menjadi korban kebijakan kita sendiri, dengan masa depan yang tidak jelas, mengorbankan lingkungan dan sosial, serta keuntungan terbatas bagi negara," lanjutnya. Pernyataan ini menyoroti perlunya keseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam dan keberlanjutan lingkungan serta sosial.
Baca Juga: Cak Imin Tutup Debat Cawapres dengan Slepetnomics: Filosofi Sarung Sebagai Simbol Kesetaraan
Pada debat yang sama, Cak Imin juga menekankan bahwa industri nikel lebih banyak mempekerjakan tenaga kerja asing daripada tenaga kerja lokal. Data dari Kementerian ESDM untuk tahun 2023 mencatat 308.107 pekerja Indonesia dan 2.074 pekerja asing di sektor pertambangan, namun data tersebut tidak spesifik menyebutkan distribusi tenaga kerja di industri nikel.
Selain itu, Cak Imin mengkritik pemasukan negara dari sektor nikel yang dinilainya sangat kecil. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor fero nikel Indonesia naik dari US$ 373,6 juta pada 2010 menjadi US$ 15,29 miliar pada 2023. Sementara itu, ekspor nikel dan barang dari padanya meningkat dari US$ 1,44 miliar pada 2010 menjadi US$ 6,82 miliar pada 2023.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor minerba, termasuk nikel, mencatatkan penerimaan sebesar Rp172,96 triliun, menurut data Kementerian ESDM.
Meskipun angka ini terlihat mengesankan, Cak Imin berpendapat bahwa keuntungan yang diperoleh negara dari hilirisasi nikel masih terbatas jika dibandingkan dengan potensi kerusakan ekologi dan sosial yang ditimbulkannya.
Pernyataan Cak Imin ini menjadi fokus utama dalam debat tersebut, menyoroti pentingnya pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Debat ini juga mengundang pertanyaan mengenai masa depan industri nikel di Indonesia, serta bagaimana negara dapat memanfaatkan sumber daya alamnya tanpa mengorbankan aspek lingkungan dan sosial.
Gambar: CNBC Indonesia
Baca Juga: Dikritik Cak Imin, Ini Loh Fungsi Jalan Tol Untuk Masyarakat