Agar Warganya Mau Punya Anak, Negara Asia Keluarkan Dana Miliaran Dollar
Menurunnya tingkat kelahiran dalam jumlah yang signifikan akibat resesi seks di sejumlah negara Asia membuat pemerintah memberi perhatian besar. Pemerintah segera menyiapkan dana miliaran dollar untuk atasi ini, simak selengkapnya!
BaperaNews - Menurunnya tingkat kelahiran dalam jumlah yang signifikan akibat resesi seks di sejumlah negara Asia membuat pemerintah memberi perhatian besar.
Negara-negara Asia yang mengalaminya seperti Jepang, Korea Selatan, hingga China siap mengeluarkan dana ratusan milyar dollar hanya untuk membuat warganya mau menikah dan punya anak, agar tren resesi seks berubah. Apa upaya ini akan berhasil?
Jepang mulai memberi himbauan pada warganya agar menikah dan punya lebih banyak anak sejak tahun 1990an. Korsel melakukan hal sama pada tahun 2000an, sedangkan kebijakan fertilitas Singapura dimulai pada tahun 1987. China juga mengalami penurunan populasi untuk pertama kalinya setelah 60 tahun dimana jumlah kematian bahkan lebih tinggi dari jumlah kelahiran hingga negara tersebut mulai membuat anjuran serupa.
Meski sulit untuk menghitung secara detail berapa dana yang dibutuhkan untuk mengajak warga-warga di negara tersebut mau punya lebih banyak anak, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol baru-baru ini menyebut negaranya telah menghabiskan dana sebesar US$ 200 Miliar atau Rp 2.978 Triliun selama 16 tahun belakangan sebagai upaya meningkatkan jumlah warganya.
Baca Juga : Upaya Atasi Resesi Seks, China Beri Libur Mahasiswa Untuk Cari Pacar
Tahun 2022 lalu, Korsel memecahkan rekor sebagai negara dengan tingkat kesuburan paling rendah dimana angka rata-rata jumlah kelahiran bayi hanya 0,78. Di Jepang, jumlah kelahiran juga mencapai angka terendah di tahun 2022 yakni hanya sebesar 800.000 jiwa yang berdampak pada kebijakan PM Jepang Fumio Kishida untuk memberi dana khusus terkait anak dan resesi seks hingga 10 Triliun Yen atau Rp 1.112 Triliun.
Secara global, lebih banyak negara yang justru berusaha untuk menurunkan jumlah penduduknya dengan berbagai cara seperti KB dan pembatasan jumlah anak. Namun jumlah negara yang ingin meningkatkan angka kesuburannya juga meningkat 3 kali lipat sejak tahun 1976.
Artinya, semakin banyak manusia di dunia ini yang enggan menikah, atau enggan memiliki banyak anak atau enggan punya anak. Hal ini jelas mengkhawatirkan bagi negara yang mengalaminya dimana sebuah negara butuh manusia untuk perjalanan dan perkembangannya.
Makin banyak manusia di suatu negara, makin banyak yang bekerja, menghasilkan barang dan jasa yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Makin banyak manusia juga makin banyak pajak bisa ditarik, bisa memberi pendapatan untuk negara.
Sebab itu tak heran jika negara-negara yang berkurang jumlah kelahirannya rela keluarkan banyak uang untuk bisa membuat warganya mau menikah dan mau punya anak lebih banyak.
“Pertumbuhan populasi yang menurun bisa berdampak pada ekonomi, jika dikombinasikan dengan banyaknya populasi yang menua, jelas tidak akan menopang para lansia” kata Xiujian Peng dari Universitas Victoria.
Namun menurut para pengamat, tidak ada manfaatnya negara keluar uang banyak jika tak mampu menjamin kesejahteraan dan kemudahan berbagai akses kehidupan untuk warganya. Misalnya dengan kesejahteraan yang baik, biaya hidup dan biaya membesarkan anak lebih murah, mudah dan murahnya biaya pendidikan serta kesehatan, tentu secara langsung berdampak pada minat warga untuk menikah dan punya anak.
Baca Juga : Jepang Menjadi Negara Dengan Resesi Seks Terparah di Asia!