Wakil Baleg DPR Sebut UU Pilkada Tak Berlaku, yang Saat Ini Berlaku Putusan MK

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Achmad Baidowi menyebut bahwa UU Pilkada tidak berlaku karena pengesahannya ditunda dalam rapat paripurna DPR. 

Wakil Baleg DPR Sebut UU Pilkada Tak Berlaku, yang Saat Ini Berlaku Putusan MK
Wakil Baleg DPR Sebut UU Pilkada Tak Berlaku, yang Saat Ini Berlaku Putusan MK. Gambar : SinPo.id/ Galuh Ratnatika

BaperaNews - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Achmad Baidowi, yang akrab disapa Awiek, baru-baru ini menyatakan bahwa Undang-Undang Pilkada (UU Pilkada) tidak berlaku karena pengesahannya ditunda dalam rapat paripurna DPR. 

Hal ini menciptakan situasi di mana aturan lama dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi dasar hukum yang berlaku.

Menurut Awiek, ketidakberlakuan UU Pilkada ini terjadi karena rapat paripurna yang dijadwalkan untuk mengesahkan revisi undang-undang tersebut gagal memenuhi kuorum.

"Ya memang kan faktanya tadi rapat paripurna tidak jadi dan Undang-Undang Pilkada tidak berlaku. Dan tadi kan jelas tidak kuorum. Yang kemudian apa dasar hukumnya kalau UU tidak disahkan?" ujar Awiek saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Kamis (22/8/2024).

Dalam situasi di mana tidak ada undang-undang baru yang disahkan, aturan yang berlaku untuk Pilkada 2024 adalah undang-undang lama serta putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Awiek menekankan hal ini dalam pernyataannya, "Jadi kami tegaskan, sampai saat ini tidak ada undang-undang baru. Dan ketika tidak ada undang-undang baru, maka yang berlaku adalah undang-undang lama dan keputusan MK."

Pernyataan ini menunjukkan bahwa aturan main dalam Pilkada 2024 masih mengacu pada undang-undang yang sudah ada sebelumnya, serta keputusan MK yang relevan.

Rapat paripurna DPR yang dijadwalkan pada Kamis, 22 Agustus 2024, untuk membahas dan mengesahkan revisi UU Pilkada, harus ditunda karena tidak memenuhi kuorum.

Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa rapat tersebut terpaksa dibatalkan setelah skors selama 20 menit tidak cukup untuk mengumpulkan jumlah peserta rapat yang memenuhi syarat. 

"Sesuai dengan tatib yang ada di DPR bahwa rapat-rapat paripurna itu harus memenuhi aturan tata tertib, setelah diskors sampai 20 menit tadi peserta rapat tidak memenuhi kuorum," ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta. Ia menambahkan, "Sehingga rapat tidak bisa dilakukan."

Baca Juga : Putusan MK: Mantan Gubernur Dilarang Maju jadi Cawagub di Pilkada 2024

Akibat dari ketidakberlangsungan rapat tersebut, revisi UU Pilkada otomatis tidak bisa disahkan. Ini menambah ketidakpastian hukum mengenai pelaksanaan Pilkada 2024, mengingat tidak ada undang-undang baru yang mengatur secara spesifik tentang perhelatan tersebut.

Di sisi lain, terdapat penolakan dari masyarakat terhadap revisi UU Pilkada ini. Menurut Awiek, para demonstran yang berada di luar gedung DPR meminta agar pengesahan UU Pilkada dibatalkan.

"Tidak dilanjutkan. Tadi kan tidak ada pembahasan. Kan enggak sampai pembahasan," imbuh Awiek, menjelaskan bahwa DPR akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan rapat paripurna tersebut.

Para demonstran berargumen bahwa revisi UU Pilkada tidak sesuai dengan putusan MK dan hanya dibuat untuk kepentingan golongan tertentu.

Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah upaya Baleg DPR yang dianggap mengakali Putusan MK dengan melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah hanya untuk partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD, sementara partai politik yang sudah memiliki kursi tetap harus memenuhi threshold 20 persen.

Keputusan ini jelas berdampak pada peta politik di Pilkada 2024. Dengan aturan yang ada saat ini, partai politik yang memiliki kursi di DPRD harus bersaing ketat untuk mengusung calon mereka, sementara partai yang tidak memiliki kursi dapat memanfaatkan pelonggaran threshold.

Di Jakarta, misalnya, Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang mengusung Ridwan Kamil-Suswono berpotensi tidak memiliki pesaing, kecuali dari calon independen.

Selain itu, revisi UU Pilkada juga menyangkut soal usia calon kepala daerah. Dengan aturan baru yang mengikuti putusan Mahkamah Agung, usia calon dihitung saat pelantikan, bukan saat pencalonan.

Ini memungkinkan Kaesang Pangarep, putra Presiden Jokowi yang belum berusia 30 tahun, untuk maju dalam Pilkada level provinsi.

Baca Juga : Tidak Penuhi Kuorum, DPR Batal Gelar Rapat Paripurna Pengesahan UU Pilkada