Tak Hanya di Tangerang, Temuan Baru HGB di Laut Sidoarjo Seluas 657 Hektare
Kementerian ATR/BPN mengusut 656 hektare HGB di laut Sidoarjo yang dimiliki dua perusahaan. Diduga melanggar aturan tata ruang dan ekosistem perairan.
BaperaNews - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengungkapkan temuan baru terkait Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di wilayah laut Sidoarjo, Jawa Timur.
Sebanyak 656 hektare lahan di perairan timur Surabaya tercatat sebagai HGB yang dimiliki oleh dua perusahaan, PT Surya Inti Permata dan PT Semeru Cemerlang.
Temuan ini memunculkan kekhawatiran terkait legalitas pemanfaatan ruang laut yang selama ini tidak diperuntukkan untuk pembangunan komersial atau permukiman.
Menurut Kepala Kanwil ATR/BPN Jawa Timur, Lampri, PT Surya Inti Permata menguasai HGB seluas 285,16 hektare, sedangkan PT Semeru Cemerlang menguasai 152,36 hektare. Sisanya, sekitar 219,31 hektare, juga tercatat atas nama PT Surya Inti Permata.
Lampri menyebutkan bahwa HGB tersebut diterbitkan pada tahun 1996 dan masa berlakunya akan berakhir pada 2026 mendatang.
Ia juga menjelaskan bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap izin yang diterbitkan pada tahun 1996 untuk memastikan kelayakannya.
Lampri menegaskan bahwa pihaknya akan mengambil tindakan tegas jika ditemukan pelanggaran dalam penerbitan HGB tersebut. Jika terbukti ada kesalahan, seperti pemanfaatan ruang laut yang tidak sesuai dengan peruntukannya, maka HGB tersebut akan dicabut.
"Jika terbukti melanggar, tentu HGB itu akan kami batalkan. Jadi, sabar dulu karena saat ini masih diinvestigasi," ungkap Lampri.
Penemuan HGB di laut Sidoarjo ini mengundang perhatian setelah seorang dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Thanthowy Syamsuddin, mengungkapkan temuan tersebut melalui akun Twitter-nya (@thanthowy).
Baca Juga : Pemerintah Tak Tahu Pemilik Pagar Laut Sepanjang 30 Km di Tangerang
Thanthowy menjelaskan bahwa ia menemukan HGB seluas 656 hektare di perairan timur Surabaya melalui aplikasi Bumi milik Kementerian ATR/BPN.
Penelusuran ini berawal dari kekhawatirannya terkait kasus pagar laut dan HGB yang muncul di perairan Tangerang, yang dinilai melanggar peraturan terkait pemanfaatan ruang laut.
Lebih lanjut, Thanthowy menyebutkan bahwa hasil penelusurannya menunjukkan bahwa wilayah tersebut, yang tercatat sebagai HGB, sejatinya adalah area laut yang tidak memiliki daratan, melainkan daerah perikanan, tambak, dan mangrove.
Temuan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang legalitas HGB yang tercatat di atas perairan tersebut. "Di Google Earth, sebenarnya itu daerah laut, bukan daratan.
Wilayah tersebut merupakan daerah perikanan dan tambak, jadi ini mirip dengan kasus pagar laut yang terjadi di Tangerang," ujarnya.
Thanthowy juga menekankan bahwa jika temuan ini terbukti benar, maka hal tersebut bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-XI/2013 yang melarang pemanfaatan ruang di atas perairan untuk kepentingan komersial.
Selain itu, HGB yang tercatat di wilayah laut Sidoarjo juga dianggap bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), yang menetapkan bahwa area tersebut diperuntukkan bagi sektor perikanan, bukan untuk pembangunan komersial atau permukiman.
Kekhawatiran atas temuan HGB di laut Sidoarjo ini mengarah pada pertanyaan besar mengenai konsistensi pemerintah dalam menjaga kelestarian ruang laut dan menghindari adanya pemanfaatan ruang laut yang merugikan ekosistem.
"Ini yang perlu dikonfirmasi atau diverifikasi oleh pemerintah. Mengapa ada pemanfaatan ruang laut yang bertentangan dengan keputusan MK," tegas Thanthowy.
Baca Juga : Kapal Yi Peng 3 China Diduga Sabotase Kabel Bawah Laut di Eropa