Santri di Makassar Tewas Usai Dianiaya Senior, Pihak Pesantren Menutupi Diduga Ayah Pelaku Polisi
Santri di Makassar meninggal dunia usai dianiaya seniornya. Pihak pesantren diduga menutup-nutupi kasus ini lantaran ayah pelaku merupakan seorang polisi. Baca kronologinya di sini!
BaperaNews - Kasus penganiayaan terjadi di Pesantren Tahfidzhul Quran Al Imam Ashim, Makassar. Seorang santri dianiaya hingga tewas oleh seniornya pada tanggal Selasa (20/2). Namun, yang membuat gempar adalah dugaan bahwa pihak pesantren menutupi kasus tersebut karena ayah pelaku adalah seorang polisi.
Kasus ini menyoroti kekerasan di lingkungan pesantren yang seharusnya menjadi tempat pembinaan dan kedamaian.
Menurut keterangan keluarga, korban mengalami serangan brutal yang menyebabkan kematian akibat luka-luka di bagian kepala, muka, dan leher dekat telinga. Pelaku, yang masih menjadi tersangka, diduga melakukan penganiayaan setelah tersinggung oleh kelakuan korban yang hanya bercanda dengan mengetuk kaca jendela perpustakaan.
"Pelaku merasa tersinggung karena korban mengetuk-ngetuk kaca jendela perpustakaan. Korban ini seperti pelawak, dia hanya ingin bermain dan tidak bermaksud untuk menyinggung atau membuat orang lain marah," ujar salah satu anggota keluarga korban.
Kasus santri dianiaya senior ini mencuatkan pertanyaan serius terkait penegakan hukum dan keadilan. Meskipun pelaku masih menjadi tersangka, pihak pesantren diduga menyembunyikan kasus ini karena ayah pelaku adalah seorang polisi aktif. Bahkan, pelaku sempat mengganti username Instagram dan bio setelah peristiwa tragis tersebut.
Dokter yang menangani korban juga memberikan keterangan bahwa luka-luka yang dialami korban menyebabkan rusaknya bagian otak kecil yang berujung pada gagal napas. Namun, hingga saat ini, pihak berwenang belum memberikan kepastian terkait hukuman yang akan diberikan kepada pelaku.
Baca Juga: Pesan Terakhir Santri Banyuwangi yang Tewas Penuh Luka, Diduga Dianiaya Rekanya di Ponpes Kediri
Kasus ini tidak hanya menimpa satu korban. Ada laporan bahwa pelaku juga melakukan tindakan serupa terhadap santri lain tanpa mendapatkan sanksi yang tegas dari pihak pesantren.
"Santri dianiaya oleh senior hingga tewas di Pesantren Tahfidzhul Quran Al Imam Ashim, Makassar. Pihak pesantren menutupi kasus tersebut lantaran ayah pelaku seorang polisi. Korban meninggal dunia pada tanggal 20 Februari 2024 setelah dianiaya," tulis salah satu akun media sosial yang mengunggah kronologi peristiwa tragis tersebut.
Kasus ini menjadi peringatan serius terhadap pentingnya perlindungan dan keamanan di lingkungan pendidikan, terutama di pesantren yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi para santri.
"Pelaku harus mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Tidak ada alasan untuk menyembunyikan kejahatan hanya karena kedudukan ayahnya sebagai seorang polisi. Keadilan harus ditegakkan untuk semua orang," tegas seorang aktivis hak asasi manusia.
Pihak berwenang diminta untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan keadilan bagi korban serta memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku.
Dengan tragedi ini, masyarakat diingatkan akan pentingnya pengawasan dan perlindungan terhadap anak-anak, serta pentingnya tanggung jawab institusi dalam menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan pendidikan.
Baca Juga: Santri Tebo Tewas Tak Wajar dengan Kondisi Gigi Retak, Mulut Berdarah Hingga Kaki Melepuh