Peneliti ICJR : Fenomena Deret Tunggu Bagi Terpidana Mati Merupakan Bentuk Penyiksaan

Peneliti ICJR menyampaikan bila deret tunggu atau masa dimana para tahanan menunggu vonis merupakan bentuk penyiksaan

Peneliti ICJR : Fenomena Deret Tunggu Bagi Terpidana Mati Merupakan Bentuk Penyiksaan
Peneliti ICJR menganggap fenomena deret tunggu bagi terpidana mati sebagai bentuk penyiksaan. Gambar : Pixabay

BaperaNews - ICJR (The Institute for Criminal Justice Reform) mencatat ada setidaknya 79 terpidana mati yang sudah menunggu untuk dieksekusi hingga 10 tahun sejak diberikan vonis. Peneliti ICJR, Iftitah Sari mengatakan fenomena deret tunggu ini yang menggantung nasib terpidana mati ialah bentuk penyiksaan.

“Apa itu fenomena deret tunggu juga sudah banyak yang mendengar, dari banyak penelitian bahwa dia ialah salah satu bentuk penyiksaan” ujarnya dalam diskusi daring hari Selasa 24 Mei 2022.

Iftitah menjelaskan deret tunggu membuat terpidana menderita, baik itu fisik maupun psikis, sebab banyak yang mengalami ketakutan dan gelisah karena berada dalam kondisi yang tidak pasti dalam waktu yang lama, dan ini merupakan bentuk penyiksaan.

“Dan hal itu juga diperburuk dengan kondisi tempat tahanan yang tidak memadai dan tidak punya fasilitas kesehatan fisik serta psikis yang diberikan” imbuhnya.

Menurutnya, masa percobaan selama 10 tahun yang sudah diatur dalam draft rancangan KUHP terakhir juga tidak membuahkan solusi, ia menyebut Indonesia sudah memberi komitmen dalam UPR (universal periodic review) pada Mei 2017 lalu tentang terpidana mati dimana dalam UPR dijelaskan adanya komitmen moratorium pelaksanaan hukuman mati.

Indonesia juga sudah berkomitmen memberi peradilan yang adil dan juga hak untuk mengajukan pengujian hukuman kepada para terpidana mati. “Itu ialah landasan pertimbangan bahwa eksekusi segera juga bukan sebuah solusi” tuturnya.

Iftitah kemudian merekomendasikan agar masa percobaan yang diatur di Pasal 100 RKUHP diganti jadi 5 tahun dan juga menyarankan memasukkan pasal tambahan yaitu :

  1.   Pidana mati tidak bisa dijatuhkan dalam hal untuk anak-anak, ibu hamil, dan terdakwa bukan pelaku utama dan ada alasan yang meringankan.
  2.   Ketika menjatuhkan hukuman mati, hakim wajib mempertimbangkan adanya rasa penyesalan, usia terdakwa dan perannya, pemenuhan hak terdakwa selama      peradilan, bagaimana perbuatan pidana dilakukan, pengulangan tindak pidana, dan dampak pada jumlah korbannya.

Pada draft RKUHP akhir yang bisa diakses publik, hukuman mati sudah diatur di Pasal 64, 67, dan 69 yang dijelaskan bahwa pidana mati tak lagi masuk ke pidana pokok namun ke pidana khusus. Kemudian di Pasal 100 – 1001 RKUHP juga dijelaskan mekanisme perubahan bentuk hukuman dari pidana mati jadi pidana jenis lain dalam hal terpidana mati tidak dieksekusi setelah 10 tahun masa percobaan dan masa deret tunggu.