Muhammad Yunus Terpilih Jadi PM Bangladesh, Bebas dari Tuduhan Korupsi
Muhammad Yunus dilantik sebagai Perdana Menteri sementara Bangladesh setelah bebas dari tuduhan korupsi dan pelanggaran ketenagakerjaan.
BaperaNews - Muhammad Yunus, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, resmi dilantik sebagai Perdana Menteri (PM) sementara Bangladesh pada Kamis (9/8).
Pelantikannya disusul dengan pembebasan dari dua tuduhan hukum yang sempat membelitnya, termasuk kasus dugaan korupsi yang ditangani oleh Komisi Anti-Korupsi Bangladesh.
Pada hari yang sama, sebuah pengadilan khusus di Dhaka memutuskan untuk membebaskan Yunus bersama 13 terdakwa lainnya dalam kasus dugaan pencucian uang.
Jika terbukti bersalah, Yunus terancam hukuman penjara seumur hidup. Namun, keputusan pengadilan tersebut menegaskan bahwa tidak ada bukti kuat yang dapat memberatkan Yunus dalam kasus tersebut.
Tidak hanya bebas dari tuduhan korupsi, sehari sebelum dilantik sebagai PM sementara, Yunus juga dibebaskan dari tuduhan pelanggaran ketenagakerjaan yang sempat menyeret namanya.
Dalam kasus tersebut, Yunus sempat dijatuhi hukuman enam bulan penjara. Namun, pengacara hak asasi manusia dan berbagai pihak menilai bahwa kedua kasus yang menjerat Yunus bermotif politik, terutama mengingat posisinya sebagai kritikus dan lawan politik PM sebelumnya, Sheikh Hasina.
Sheikh Hasina, yang sebelumnya menjabat sebagai Perdana Menteri Bangladesh, resmi mundur dari jabatannya dan melarikan diri ke luar negeri setelah dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
Baca Juga: Mahasiswa Bangladesh Tolak Pemerintah yang Dipimpin Militer, Lebih Pilih Peraih Nobel
Mundurnya Hasina terjadi di tengah tekanan dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa yang mendesak agar Muhammad Yunus diangkat menjadi pemimpin sementara negara tersebut.
Militer Bangladesh akhirnya menyetujui tuntutan tersebut, membuka jalan bagi Yunus untuk memimpin pemerintahan sementara hingga pemilihan umum berikutnya.
Yunus, yang dikenal sebagai ekonom dan bankir berpengaruh, pertama kali mendapatkan perhatian internasional setelah dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2006.
Penghargaan ini diberikan sebagai pengakuan atas perannya dalam mempelopori penggunaan kredit mikro untuk membantu orang miskin, khususnya perempuan, keluar dari jerat kemiskinan.
Yunus mendirikan Grameen Bank pada tahun 1983, sebuah lembaga keuangan yang menyediakan pinjaman kecil bagi para pengusaha kecil yang biasanya tidak memenuhi syarat untuk menerima pinjaman dari bank konvensional.
Keberhasilan Grameen Bank di bawah kepemimpinan Yunus tidak hanya membawa dampak positif bagi masyarakat miskin di Bangladesh, tetapi juga menginspirasi gerakan pembiayaan mikro serupa di berbagai negara lainnya.
Bank ini menjadi model bagi negara-negara berkembang lainnya yang mencari solusi untuk mengatasi kemiskinan dengan memberikan akses keuangan kepada mereka yang paling membutuhkan.
Pelantikan Yunus sebagai PM Bangladesh sementara juga menandai perubahan signifikan dalam politik Bangladesh. Dalam pernyataannya setelah dilantik, Yunus menyebut pengunduran diri Sheikh Hasina sebagai 'hari pembebasan kedua' bagi Bangladesh.
Di sisi lain, Sheikh Hasina pernah menyebut Yunus sebagai 'penghisap darah', sebuah tuduhan yang mencerminkan ketegangan antara kedua tokoh ini.
Meski pelantikannya disambut baik oleh banyak pihak, tantangan yang dihadapi Yunus sebagai PM sementara tidaklah kecil. Dia harus memimpin negara yang sedang mengalami krisis politik, sosial, dan ekonomi, sembari mempersiapkan pemilihan umum yang akan datang.
Di bawah kepemimpinannya, diharapkan bahwa Bangladesh dapat menjalani transisi yang damai dan demokratis, sekaligus mengatasi berbagai masalah yang telah lama mengganggu stabilitas negara tersebut.
Pembebasan Yunus dari tuduhan korupsi dan pelanggaran ketenagakerjaan juga menjadi titik penting dalam kariernya, mengingat kedua kasus tersebut sempat mengancam reputasinya sebagai salah satu tokoh paling dihormati di Bangladesh.
Banyak pihak yang melihat kasus-kasus tersebut sebagai upaya untuk menjatuhkan Yunus secara politis, terutama oleh pihak-pihak yang merasa terancam oleh popularitas dan pengaruhnya.
Baca Juga: WNI Dikabarkan Meninggal Akibat Kerusuhan di Bangladesh