Kemendag: Barang Impor dari China Bakal Dikenakan Pajak hingga 200%
Kemendag Indonesia berencana mengenakan pajak hingga 200% pada barang impor dari China untuk melindungi industri lokal. Baca selengkapnya di sini!
BaperaNews - Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indonesia berencana memberlakukan pajak hingga 200% pada barang-barang impor dari China.
Langkah ini diambil sebagai tanggapan terhadap efek perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) yang telah menyebabkan lonjakan barang China ke pasar Indonesia.
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, menyatakan bahwa kebijakan ini dirancang untuk melindungi industri lokal dari membanjirnya barang-barang impor.
Dalam upaya untuk menangani dampak negatif dari perang dagang antara China dan AS, Indonesia akan mengenakan bea masuk yang signifikan pada berbagai barang impor asal China.
Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa keputusan ini diambil untuk mengatasi masalah "over capacity" dan "over supply" barang-barang dari China yang kini membanjiri pasar Indonesia.
“Kita akan mengenakan tarif bea masuk antara 100% hingga 200% untuk melindungi pasar domestik kita,” ujar Zulkifli, Minggu (30/6).
Barang-barang yang terkena dampak kebijakan ini termasuk pakaian, baja, tekstil, dan berbagai produk lain yang kini mendominasi pasar lokal akibat penolakan pasar Barat terhadap barang-barang tersebut.
Dengan adanya tarif ini, pemerintah berharap dapat menekan arus barang impor yang tidak terkendali dan memberikan ruang bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk tumbuh dan berkembang.
Baca Juga: Kemendag Bakar Pakaian Bekas Impor Ilegal Senilai Rp40 Miliar
Dampak perang dagang China dan AS sudah terasa sejak tahun 2022, menyebabkan lonjakan barang impor yang mengancam industri dalam negeri. Menanggapi hal ini, pada tahun 2023, Kemendag mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 37 yang memperketat arus barang impor.
Permendag ini mengharuskan barang-barang impor melewati pemeriksaan yang ketat sebelum masuk ke pasar Indonesia, berbeda dengan kebijakan post border sebelumnya yang lebih longgar.
Permendag No. 37 juga mengatur barang bawaan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dengan ketentuan bahwa mereka dapat membawa barang tanpa pajak hingga senilai 500 dolar untuk 56 jenis produk.
Selain itu, peraturan ini menekankan perlunya pertimbangan teknis untuk berbagai barang konsumen seperti pakaian, elektronik, alas kaki, dan kosmetik sebelum diizinkan masuk ke pasar.
Namun, penerapan Permendag No. 37 menimbulkan sejumlah masalah, termasuk penumpukan barang di pelabuhan dan kesulitan dalam proses bea cukai.
"Ketika Permendag No. 37 diberlakukan, terjadi penumpukan ratusan hingga ribuan kontainer barang di bandara dan pelabuhan, sehingga perlu penyesuaian kembali," jelas Zulkifli Hasan.
Akibatnya, peraturan tersebut direvisi menjadi Permendag No. 7, namun tetap menghadapi tantangan di lapangan.
Untuk mengatasi masalah ini, Permendag No. 7 kemudian diubah menjadi Permendag No. 8, yang berhasil mengurangi penumpukan barang di pelabuhan. Namun, kebijakan ini juga mendapatkan kritik dari berbagai pihak, terutama dari industri tekstil dan sektor lainnya yang merasa dirugikan oleh kebijakan tersebut.
Dengan diterapkannya tarif bea masuk baru hingga 200%, Kemendag berharap dapat memberikan perlindungan lebih efektif bagi industri lokal. Zulkifli Hasan menekankan bahwa langkah ini diambil untuk memastikan bahwa pasar domestik tidak dibanjiri oleh produk impor yang dapat merugikan industri dalam negeri.
"Kita perlu melindungi industri kita agar dapat tumbuh dan bersaing di pasar global," tambahnya.
Baca Juga: Kemendag Siapkan Perpres Larangan Perdagangan Baju Impor Bekas