Kabar Baik dari BKKBN! Jumlah Keluarga Berisiko Stunting 2024 Menurun

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional melaporkan jumlah keluarga berisiko stunting (KRS) di Indonesia mengalami penurunan. Simak Selengkapnya!

Kabar Baik dari BKKBN! Jumlah Keluarga Berisiko Stunting 2024 Menurun
Kabar Baik dari BKKBN! Jumlah Keluarga Berisiko Stunting 2024 Menurun. Gambar : Ilustrasi Canva

BaperaNews - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melaporkan bahwa jumlah keluarga berisiko stunting (KRS) di Indonesia mengalami penurunan signifikan pada awal 2024. 

Penurunan ini merupakan kabar baik dalam upaya pemerintah untuk mengurangi prevalensi stunting, terutama pada balita di seluruh negeri.

Direktur Pelaporan dan Statistik (Laptik) BKKBN, Lina Widyastuti, mengungkapkan bahwa pada 2022, jumlah KRS secara nasional mencapai sekitar 13,5 juta keluarga. 

Angka ini menurun menjadi 11,8 juta pada 2023, dan kembali turun menjadi 8,6 juta pada catatan awal 2024. 

"Jumlah keluarga berisiko stunting mengalami penurunan yang disebabkan oleh intervensi yang berdasar pada strategi penapisan yang telah ditetapkan," jelas Lina dalam pertemuan di kantor BKKBN Pusat, Jakarta Timur, Jumat (9/8).

Penurunan jumlah KRS ini tidak terjadi begitu saja. Lina menekankan bahwa intervensi yang dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (PUPR), memiliki peran penting dalam pencapaian ini. 

Intervensi tersebut mencakup peningkatan akses terhadap fasilitas sanitasi seperti jamban dan air bersih. 

Selain itu, komunikasi yang efektif serta pelayanan kesehatan modern terhadap pasangan usia subur (PUS) juga turut berkontribusi dalam mengurangi risiko stunting.

"Keluarga dikategorikan sebagai keluarga berisiko stunting jika mereka termasuk dalam kelompok sasaran, seperti calon pengantin, ibu hamil, keluarga dengan anak di bawah usia dua tahun, dan keluarga dengan balita, yang tidak memiliki jamban dan akses air minum sehat," lanjut Lina. 

Baca Juga : Cegah Anak Stunting, BKKBN Sebut Batas Maksimal Wanita Hamil 35 Tahun

Intervensi berbasis data yang dilakukan Kementerian PUPR, terutama dalam menyediakan akses terhadap fasilitas sanitasi dasar dan air bersih, merupakan salah satu faktor kunci dalam menurunkan jumlah keluarga berisiko stunting. 

Kebersihan lingkungan dan akses air bersih berperan penting dalam mencegah stunting, yang sering kali disebabkan oleh infeksi berulang dan malnutrisi kronis pada balita.

Lebih lanjut, Lina Widyastuti menjelaskan bahwa BKKBN telah mengimplementasikan berbagai program yang bertujuan untuk mendukung keluarga berisiko stunting. 

Program-program ini mencakup edukasi tentang gizi yang seimbang, pemantauan kesehatan ibu hamil, dan pemberian suplemen nutrisi untuk ibu dan anak. 

"Kami berusaha untuk memberikan informasi yang tepat kepada pasangan usia subur dan keluarga dengan balita tentang pentingnya menjaga kesehatan dan gizi yang baik," kata Lina.

Dalam hal ini, BKKBN juga bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, untuk memastikan program-program ini dapat dijalankan secara efektif di seluruh Indonesia.

Kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dianggap krusial dalam menanggulangi masalah stunting yang masih menjadi tantangan di banyak wilayah.

Keberhasilan dalam menurunkan jumlah keluarga berisiko stunting ini diharapkan dapat terus berlanjut, mengingat masih banyak daerah di Indonesia yang memiliki prevalensi stunting yang tinggi. 

Lina mengakui bahwa meskipun ada penurunan yang signifikan, tantangan untuk mengatasi stunting secara menyeluruh masih besar. 

"Kami terus bekerja keras untuk memastikan setiap keluarga memiliki akses ke fasilitas yang memadai dan informasi yang mereka butuhkan untuk mencegah stunting," tambahnya.

BKKBN menargetkan agar pada tahun-tahun mendatang, jumlah keluarga berisiko stunting dapat terus ditekan melalui pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. 

Dengan adanya penurunan signifikan ini, BKKBN optimis bahwa target nasional untuk mengurangi prevalensi stunting pada balita dapat tercapai.

Stunting, yang merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, telah lama menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia. 

Kondisi ini tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan fisik anak, tetapi juga perkembangan kognitif dan kesehatan jangka panjang mereka. Oleh karena itu, berbagai upaya terus dilakukan untuk mengurangi jumlah balita yang mengalami stunting di seluruh Indonesia.

Baca Juga : Kasus Cuci Darah pada Anak Sedang Marak, Heru Budi Tekan Dinkes dan Disdik Edukasi Makan Sehat