Ini Alasan Keraton Yogyakarta Gugat PT KAI dengan Tuntutan Rp1.000
Inilah alasan Keraton Yogyakarta berikan tuntutan ganti rugi Rp1.000 terhadap PT KAI terkait tanah Sultan Ground di dekat stasiun tugu. Simak selengkapnya disini!
BaperaNews - Keraton Yogyakarta resmi mengajukan gugatan terhadap PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Gugatan ini berkaitan dengan klaim kepemilikan lima bidang tanah yang berada di sekitar Stasiun Tugu, Yogyakarta.
Dalam gugatannya, Keraton Yogyakarta meminta ganti rugi simbolis senilai Rp1.000, yang bertujuan untuk menegaskan hak administratif tanpa bermaksud memberatkan pihak tergugat.
Kuasa hukum Keraton Yogyakarta, Markus Hadi Tanoto, menjelaskan bahwa gugatan ini diajukan untuk menuntut ketertiban administrasi dari PT KAI.
Menurutnya, tanah tersebut merupakan bagian dari aset Sultan Ground, sesuai dengan Perdais No. 1 Tahun 2017 dan UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Sebaliknya, PT KAI mencatat tanah itu sebagai aktiva tetap perusahaan.
"Keraton hanya meminta PT KAI tertib administrasi dan patuh pada aturan hukum yang berlaku," ujar Markus dalam persidangan di PN Yogyakarta.
Adapun lima lokasi tanah yang disengketakan meliputi Kantor Samsat dan Ditlantas Polda DIY, Kantor Kecamatan Gedongtengen, Depo Stasiun Tugu, sisi selatan Stasiun Tugu, dan Mess Ratih ke arah barat.
Makna Tuntutan Rp1.000
Tuntutan ganti rugi yang hanya sebesar Rp1.000 memiliki nilai filosofis yang mendalam. Markus menjelaskan bahwa angka ini tidak hanya mencerminkan simbolisasi tetapi juga pesan moral.
Dalam bahasa Jawa, kata "sewu" (seribu) sering dihubungkan dengan ungkapan “nuwun sewu” yang berarti permisi. Gugatan ini, menurut Keraton Yogyakarta, adalah bentuk pengingat agar PT KAI tidak mencatat tanah Sultan Ground sebagai aset perusahaan.
“Nominal ini menunjukkan bahwa Keraton tidak bermaksud memberatkan, tetapi menegaskan hak mereka atas tanah tersebut,” ungkap Markus.
Gugatan ini diajukan pada Oktober 2024 setelah dialog panjang antara kedua belah pihak tidak membuahkan hasil.
Baca Juga : Keraton Yogya Gugat KAI, Klaim Tanah Stasiun Tugu dan Tuntut Ganti Rugi Rp1.000
Proses Persidangan
Persidangan terkait kasus ini telah berlangsung beberapa kali di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Namun, sejumlah sidang sempat tertunda karena ketidakhadiran pihak tergugat, termasuk Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan RI.
Saat ini, proses persidangan masih berada pada tahap pemeriksaan identitas dan legal standing dari masing-masing pihak.
Markus menyatakan bahwa sidang berikutnya dijadwalkan memasuki tahap mediasi. Jika mediasi ini tidak mencapai kesepakatan, persidangan akan berlanjut ke pemeriksaan pokok perkara.
Tanggapan Pakar dan Relevansi Hukum Terhadap Tuntutan Rp1.000
Kamilov Sagala, Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI), menilai gugatan ini mencerminkan upaya tegas Keraton Yogyakarta dalam mempertahankan keistimewaan daerahnya.
Menurutnya, PT KAI seharusnya menghormati status tanah Sultan Ground dan memperoleh izin resmi jika ingin memanfaatkan lahan tersebut.
“Penghormatan terhadap Sultan Ground bukan hanya soal administrasi, tetapi juga pengakuan atas sejarah dan keistimewaan DIY,” kata Kamilov.
Ia menambahkan bahwa langkah Keraton Yogyakarta menunjukkan kebijaksanaan, karena mereka tidak menolak penggunaan tanah untuk kepentingan umum, asalkan tanah tersebut tidak diklaim sebagai milik pribadi oleh PT KAI.
Keraton Yogyakarta mendasarkan klaim kepemilikannya pada dokumen hukum yang berlaku saat ini, sementara PT KAI merujuk pada pencatatan dari masa kolonial Belanda.
Kamilov menilai bahwa dasar hukum yang digunakan PT KAI tidak lagi relevan dengan konteks hukum modern, mengingat status keistimewaan DIY yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan terkini.
Baca Juga : Dibuka Lagi, Segini Harga Tiket Museum Kereta Keraton Yogyakarta