Rumah Korban Pembunuhan Nia Kurnia Sari di Sumatra Barat Jadi Destinasi Wisata Dadakan
Rumah korban pembunuhan Nia Kurnia Sari di Padang Pariaman jadi destinasi wisata dadakan. Publik mengecam eksploitasi tragedi ini, menuntut etika dalam menghormati korban.
BaperaNews - Rumah Nia Kurnia Sari, seorang penjual gorengan berusia 18 tahun yang menjadi korban kasus pembunuhan dan pemerkosaan, kini menarik perhatian sebagai tujuan wisata tak resmi. Fenomena ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak di media sosial.
Unggahan akun X (sebelumnya Twitter) @sanhualangc pada (13/11/2024) menjadi sorotan publik, memperlihatkan video pengunjung mendatangi rumah Nia Kurnia Sari. Beberapa pengunjung bahkan memanfaatkan lokasi tersebut untuk berjualan souvenir.
Salah satu komentar yang mencerminkan kritik ini berbunyi, “Fomo banget orang-orang, rumah korban malah kaya dijadiin tempat wisata gini.”
Di lokasi, sejumlah penjual terlihat mendirikan lapak di depan rumah korban, termasuk menjual stiker terkait kasus ini. Warganet menyarankan agar hasil penjualan diarahkan kepada keluarga korban, alih-alih memanfaatkan tragedi untuk keuntungan pribadi.
Fenomena kunjungan ke rumah Nia Kurnia Sari juga memicu tanggapan dari warga setempat di Padang Pariaman. Beberapa menganggap tindakan para pengunjung, seperti berdoa di lokasi ditemukannya jasad Nia yang masih dipasangi garis polisi, sebagai bentuk ketidakpekaan.
“Ga ngerti lagi, berdoa di lobangnya pdhl udah ada police line juga,” tulis salah seorang pengguna media sosial.
Tindakan lain yang menuai kritik adalah live streaming dan pembangunan tugu di lokasi kejadian. Beberapa pengunjung bahkan masuk ke kamar Nia, yang oleh warganet dianggap tidak menghormati privasi keluarga.
Baca Juga : Pembunuhan Nia Kurnia Sari Diangkat Jadi Film, Keluarga Berharap Beri Pelajaran Hidup
Tragedi Nia Kurnia Sari menarik perhatian sutradara Aditya Gumay, yang berencana mengangkat kisahnya ke layar lebar. Dalam unggahannya pada (28/10/2024), Aditya menyatakan telah melakukan riset langsung di Kayu Tanam, Padang Pariaman, selama empat hari.
“Semakin tahu sosok Nia, semakin aku mengaguminya. Ia sungguh teladan anak muda masa kini,” ungkap Aditya. Proyek film ini direncanakan mengusung konsep drama yang tidak hanya menyoroti tragedi, tetapi juga perjuangan hidup Nia sebagai penjual gorengan yang bekerja keras demi keluarga.
Sebagian hasil dari proyek ini akan digunakan untuk membangun rumah Tahfiz Quran dengan nama Nia Kurnia Sari, sebagai penghormatan atas semangat hidupnya. Keluarga Nia telah memberikan izin untuk pembuatan film ini.
Nia Kurnia Sari, seorang penjual gorengan, dilaporkan hilang pada (6/9/2024) setelah tidak pulang ke rumah di Nagari Guguak, Padang Pariaman. Warga menemukan petunjuk berupa hijab hitam dan gorengan miliknya di semak-semak.
Pada (8/9/2024), warga menemukan jasad Nia terkubur dalam gundukan tanah di sebuah perkebunan. Tubuhnya ditemukan dalam kondisi tidak mengenakan pakaian, mengonfirmasi bahwa ia menjadi korban pembunuhan dan pemerkosaan.
Fenomena kunjungan wisata ke rumah Nia Kurnia Sari memicu diskusi mengenai etika dalam menghadapi tragedi. Banyak pihak menganggap bahwa eksploitasi tempat kejadian sebagai "wisata tragedi" adalah tindakan tidak pantas yang mengabaikan rasa hormat terhadap korban dan keluarganya.
Kisah tragis Nia kini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga batas-batas etika publik, terutama dalam menghormati privasi keluarga korban.
Tragedi ini tidak hanya menjadi isu sosial tetapi juga bahan refleksi mengenai bagaimana masyarakat memperlakukan peristiwa tragis di era media sosial.
Baca Juga : Tersangka Pembunuhan terhadap Wanita Penjual Gorengan di Padang Akui Perbuatannya