Ketum DPP BAPERA Kisahkan Awal Penemuan Minyak di Iran, Konflik, dan Peran CIA

Fahd A Rafiq ungkap sejarah penemuan minyak di Iran, konflik dengan Inggris, hingga peran CIA dalam kudeta 1953. Minyak jadi akar ketegangan geopolitik.

Ketum DPP BAPERA Kisahkan Awal Penemuan Minyak di Iran, Konflik, dan Peran CIA
Ketum DPP BAPERA Kisahkan Awal Penemuan Minyak di Iran, Konflik, dan Peran CIA. Gambar : Istimewa

BaperaNews - Ketua Umum DPP BAPERA, Fahd A Rafiq, menceritakan sejarah panjang penemuan minyak di Iran yang diwarnai oleh konflik geopolitik dan intervensi pihak asing, termasuk peran CIA dalam pergulatan tersebut. Kisah ini disampaikannya dalam sebuah diskusi di Jakarta pada Jumat (15/11/2024).

Awal Penemuan Minyak di Iran

Pada tahun 1901, seorang pengusaha Inggris, William Knox d'Arcy, memulai eksplorasi minyak di Iran. Saat itu, pemerintah Iran tidak memiliki pengetahuan tentang pengeboran minyak, meskipun wilayahnya kaya akan sumber daya minyak bumi.

William menawarkan kesepakatan kepada pemerintah Iran, di mana Iran dijanjikan 16% dari keuntungan jika minyak ditemukan. Namun, eksplorasi awal tidak berjalan mulus, dengan kerugian mencapai 500.000 poundsterling.

"Setelah menghadapi kebuntuan, William akhirnya menemukan ladang minyak besar pada tahun 1908. Penemuan ini mengubah Iran menjadi salah satu penghasil minyak utama dunia, tetapi kekayaan tersebut lebih banyak dinikmati oleh Inggris," ungkap Fahd A Rafiq.

Pada tahun 1909, perusahaan minyak Anglo-Persia didirikan, menjadi langkah awal Inggris dalam menguasai minyak Iran. Produk minyak pertama dikirim pada tahun 1913, memberikan Inggris sumber energi baru. Sementara itu, pekerja ladang minyak di Iran hanya menerima upah rendah, sekitar 50 sen per hari, yang memicu ketimpangan sosial.

Dominasi Inggris dan Konflik dengan Iran

Inggris kemudian membeli 51% saham perusahaan Anglo-Persia, memberi mereka kendali penuh atas industri minyak Iran.

Iran hanya menerima sebagian kecil keuntungan, sekitar 47.000 poundsterling per tahun, jauh dari nilai sebenarnya. Shah Reza Pahlavi, penguasa Iran, mencoba menegosiasikan ulang kesepakatan tersebut, tetapi ditolak oleh Inggris.

"Inggris berjanji meningkatkan kesejahteraan pekerja, membangun fasilitas umum, dan memberikan kontribusi lebih besar kepada Iran. Namun, semua itu hanya janji kosong," kata Fahd.

Ketidakpuasan atas eksploitasi minyak mendorong Iran untuk menjalin kerja sama dengan Jerman, yang kala itu menjadi musuh Inggris. Hal ini memicu serangan militer dari Inggris dan Uni Soviet, yang akhirnya menggulingkan Shah Reza Pahlavi.

Baca Juga : Ketum DPP Bapera Singgung Yahudi Zabatai Pengendali Ekonomi Dunia, Ini Saran untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran

Peran CIA dalam Kudeta Iran

Setelah Perang Dunia II, Mohammad Mossadegh, seorang politisi nasionalis, menjadi Perdana Menteri Iran pada tahun 1951.

Ia berkomitmen untuk menasionalisasi industri minyak Iran demi kesejahteraan rakyat. Langkah ini memicu reaksi keras dari Inggris, yang memblokade pelabuhan dan memboikot minyak Iran.

"Inggris melibatkan CIA untuk menjalankan Operasi Ajax, sebuah misi rahasia untuk menggulingkan Mossadegh. Pada tahun 1953, kudeta berhasil dilakukan, mengembalikan kontrol minyak kepada Inggris dan membentuk perusahaan British Petroleum (BP)," jelas Fahd A Rafiq.

Dampak Jangka Panjang

Menurut Fahd, kudeta yang dilakukan oleh Inggris dan CIA tidak hanya mencabut kedaulatan Iran atas minyaknya, tetapi juga menjadi salah satu penyebab ketegangan berkepanjangan di Timur Tengah.

"Konflik di wilayah ini sering kali berakar pada perebutan sumber daya alam yang kaya, seperti minyak," ujarnya.

Ia menutup dengan refleksi, "Penemuan minyak di Iran menunjukkan bagaimana kekayaan alam dapat menjadi berkah sekaligus bencana. Timur Tengah, sebagai wilayah yang diberkahi, kerap menjadi medan perang karena perebutan kekayaan di dalam tanahnya."

Penulis : ASW