Muncikari yang Paksa Anak Layani 70 Pria di Hotel Jaksel Berhasil Ditangkap Polisi

Polisi berhasil menangkap pelaku eksploitasi perempuan di Jakarta Selatan.

Muncikari yang Paksa Anak Layani 70 Pria di Hotel Jaksel Berhasil Ditangkap Polisi
Muncikari yang Paksa Anak Layani 70 Pria di Hotel Jaksel Berhasil Ditangkap Polisi. Gambar: Viva.co.id/Zendy Pradana

BaperaNews - Polisi berhasil menangkap Rian Aditya Agustiawan (19) alias Topak terkait kasus eksploitasi perempuan yang dipaksa melayani pria hidung belang di Jakarta Selatan.

Topak berperan sebagai muncikari dalam sindikat prostitusi online yang melibatkan dua perempuan, salah satunya masih di bawah umur.

Menurut penjelasan dari Kanit Reskrim Polsek Kebayoran Baru, Kompol Nunu penangkapan Topak terjadi pada Kamis (16/1) di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Selain Topak, empat orang lainnya yang diduga terlibat dalam sindikat ini juga berhasil ditangkap. 

Baca Juga: 2 Wanita Muda Dipaksa layani 70 Pria, Tarifnya hingga Rp1,5 Juta tetapi Hanya Terima Upah Rp50 Ribu

Mereka adalah RA alias A dan MRC alias B yang berperan sebagai admin, serta MR alias M dan R alias R yang bertugas sebagai pengantar atau pengawal para korban prostitusi.

Topak bertanggung jawab atas pengelolaan uang hasil eksploitasi seksual yang melibatkan dua perempuan, yaitu AMD (17) dan MAL (19).

Dalam sindikat ini, Topak juga berperan dalam memesankan hotel untuk kegiatan prostitusi dan menjajakan para korban melalui aplikasi MiChat. 

Kompol Nunu mengungkapkan, sindikat ini menargetkan para korban untuk melayani hingga 70 pria dalam sekali putaran, dengan upah yang hanya dibayarkan setelah melayani semua pria tersebut.

Baca Juga: Demi Terbebas dari Utang Rp750 Juta, Istri di Jember Buat Laporan Palsu Suami Meninggal

Korban akan menerima fee sebesar Rp3,5 juta setelah melayani 70 orang tamu. Setiap kali melayani seorang pria, korban hanya mendapatkan bayaran sekitar Rp50 ribu.

Tarif yang dikenakan kepada pria hidung belang untuk setiap layanan berkisar antara Rp250 ribu hingga Rp1,5 juta.

Praktik ini dijalankan dengan ancaman penjeratan utang terhadap korban, yang digunakan sebagai salah satu bentuk kontrol dari para muncikari.

Para tersangka dikenakan Pasal Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).