Fahd A Rafiq Dukung Komitmen Pemerintah, Perkuat Penanganan Kekerasan Pada Perempuan Lewat Regulasi & Sosialisasi Masif

Ketua Umum DPP Bapera, Fahd A Rafiq mendukung komitmen pemerintah untuk memperkuat penanganan kekerasan pada perempuan melalui regulasi dan sosialisasi masif.

Fahd A Rafiq Dukung Komitmen Pemerintah, Perkuat Penanganan Kekerasan Pada Perempuan Lewat Regulasi & Sosialisasi Masif
Fahd A Rafiq Dukung Komitmen Pemerintah, Perkuat Penanganan Kekerasan Pada Perempuan Lewat Regulasi & Sosialisasi Masif. Gambar : Istimewa

BaperaNews - Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya dalam meningkatkan penanganan kekerasan terhadap perempuan dengan penguatan regulasi dan sosialisasi intensif. Pernyataan ini disampaikan oleh Woro Srihastuti Sulistyaningrum dari Kemenko PMK dalam Rapat Koordinasi Evaluasi Perlindungan Perempuan.

Upaya percepatan keluarnya turunan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi fokus, dengan intensifikasi sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat. Lisa menyoroti langkah-langkah komprehensif, penguatan monitoring, dan pelatihan aparat penegak hukum.

Ketua Umum DPP Bapera Fahd El Fouz A Rafiq menanggapi dukungan yang menyarankan sosialisasi masif untuk melawan kekerasan terhadap perempuan.

"Sosialisasi masif dan penguatan regulasi merupakan langkah konkret dalam melawan kekerasan terhadap perempuan. Ketegasan pemerintah perlu diimbangi dengan partisipasi aktif pemuda.” Ujar Fahd A Rafiq, Jumat (19/1).

Jaksa Utama Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung, menekankan orientasi penegakan hukum yang berfokus pada akses keadilan bagi perempuan dan anak. Meskipun UU TPKS sudah berlaku, implementasinya masih menghadapi tantangan di lapangan, yang perlu diatasi melalui sosialisasi dan implementasi peraturan pelaksanaan.

Baca Juga : Fahd A Rafiq Mengapresiasi Para Menteri Membahas Langkah-Langkah Strategis GovTech di Indonesia

Pasal 91 ayat (1) UU TPKS menetapkan batas waktu dua tahun sejak pengundangan UU, yaitu tanggal 9 Mei 2024, untuk menetapkan peraturan pelaksanaan. Tantangan lain adalah kurangnya sinergi layanan antar kementerian, yang diharapkan dapat diatasi dengan SOP dan mekanisme teknis lebih lanjut.

Ratna Susianawati dari KemenPPPA menyoroti kewajiban pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Isu perlindungan perempuan dan anak menjadi bagian integral dari komitmen pemerintah.

"Penting bagi pemerintah untuk memasukkan dimensi keberlanjutan dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan. Kita dan khususnya para pemuda akan memperjuangkan program-program yang mendukung pemulihan korban kekerasan dan mendukung keberlanjutan upaya pencegahan." Ujar Fahd A Rafiq, Jumat (19/1).

Data Komnas Perempuan tahun 2020 menunjukkan bahwa 80 persen korban kekerasan tidak melapor. Namun, tren berbeda terlihat pada tahun 2022, dengan laporan tertinggi pada kekerasan seksual non fisik, menunjukkan dampak positif sosialisasi UU TPKS.

Menurut LPSK Noor Sidharta, perlindungan yang melibatkan kasus hukum (pidana) saat ini berjumlah 1.114 di LPSK. Peningkatan signifikan juga terlihat dalam jumlah perlindungan yang masuk, terutama di beberapa daerah.

Data Simfoni-PPA per Januari-September 2023 mencatat 7.607 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan 7.783 korban, termasuk 1.387 kasus dan 1.415 korban kekerasan seksual terhadap perempuan dewasa.

Pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi tanggung jawab bersama. Sinergi program antar kementerian/lembaga diharapkan dapat mencapai target RPJMN 2024.

Penulis : AG

Baca Juga : Fahd A Rafiq Mendukung Langkah Industri Televisi Untuk Kementerian Komunikasi dan Informatika Dukung ATVSI