Viral Penyakit Akibat Rokok Tak Ditanggung JKN, Ini Kata BPJS Kesehatan!
Isu penyakit akibat rokok tidak ditanggung BPJS Kesehatan mulai 2025 ramai dibicarakan. BPJS memastikan layanan tetap tanpa diskriminasi, namun biaya pengobatan tinggi.
BaperaNews - Narasi mengenai penyakit akibat rokok tidak akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan mulai tahun 2025 menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Isu ini pertama kali mencuat melalui unggahan di platform X dengan pernyataan, “BREAKING: penyakit akibat rokok diajukan untuk tidak ditanggung BPJS per tahun 2025 ini?”
Menanggapi isu tersebut, Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, menegaskan bahwa hingga saat ini tidak ada peraturan resmi yang menyebutkan pembatasan layanan kesehatan terhadap peserta yang merokok dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Ia memastikan bahwa semua peserta JKN memiliki hak yang sama untuk mendapatkan layanan kesehatan sesuai ketentuan, tanpa diskriminasi.
“Sampai dengan saat ini, tidak ada ketentuan yang menyebutkan pembatasan layanan pada peserta yang merokok. Saat mendaftar menjadi peserta JKN, tidak ada penandaan apakah peserta tersebut perokok atau bukan, sehingga semua dapat memperoleh layanan kesehatan,” ujar Rizzky pada Senin (6/1/2025).
Meskipun demikian, Rizzky menyoroti bahwa penyakit akibat gaya hidup tidak sehat, termasuk kebiasaan merokok, berpotensi meningkatkan biaya pengobatan.
Penyakit-penyakit tersebut kerap masuk dalam kategori penyakit berbiaya katastropik, yang membutuhkan dana besar untuk pengobatan dan sering kali memiliki komplikasi serius.
Menurut data BPJS Kesehatan, hingga 30 November 2024, total beban pembiayaan kesehatan mencapai Rp160 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp33,99 triliun atau 21,23% dialokasikan untuk menangani delapan jenis penyakit berbiaya katastropik.
Penyakit jantung menjadi penyebab utama klaim biaya, menghabiskan sekitar Rp17,5 triliun untuk 20,5 juta kasus. Penyakit kanker dan stroke menempati posisi kedua dan ketiga dengan biaya masing-masing Rp5,9 triliun dan Rp5,3 triliun.
Baca Juga : Kantor BPJS Kesehatan Diduga Pakai Asuransi Swasta untuk Pegawainya, BPJS Buka Suara
Penyakit-penyakit berbiaya katastropik umumnya bersifat laten, memerlukan waktu lama untuk berkembang, dan membutuhkan penanganan jangka panjang.
BPJS Kesehatan mencatat hingga akhir 2024, rata-rata terdapat 1,7 juta kunjungan ke fasilitas kesehatan setiap harinya. Kondisi ini memberikan tekanan besar pada pembiayaan kesehatan nasional.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengungkapkan bahwa perokok kerap memilih membeli rokok dibanding membayar iuran kesehatan.
Ia menilai kebiasaan ini memengaruhi keberlanjutan pembiayaan JKN. Ali juga menyoroti bahwa beberapa penerima bantuan iuran (PBI) tetap merokok meskipun tergolong tidak mampu secara ekonomi.
“Pada tahun 2024, BPJS Kesehatan membayar sekitar Rp34 triliun untuk penyakit berbiaya katastropik. Beban keseluruhan mencapai Rp160 triliun hingga akhir tahun,” jelas Ali dalam program Metro Pagi Primetime, Sabtu (4/1/2024).
Meskipun wacana untuk tidak menanggung penyakit akibat rokok telah mencuat, Ali menegaskan bahwa belum ada peraturan resmi terkait hal tersebut.
Ia menyebutkan bahwa semua penyakit yang memenuhi indikasi medis tetap dijamin oleh BPJS Kesehatan. Namun, diskusi lebih lanjut diperlukan untuk menentukan kebijakan yang tepat.
Ali mengingatkan bahwa menjaga kesehatan bukan semata tanggung jawab negara, tetapi juga tanggung jawab individu. Ia mendorong masyarakat untuk menjalani pola hidup sehat dengan menghindari perilaku seperti merokok dan konsumsi alkohol.
Dengan beban finansial yang terus meningkat, penting bagi semua pihak untuk berkontribusi dalam menjaga keberlanjutan sistem JKN, termasuk dengan mengurangi risiko penyakit akibat gaya hidup tidak sehat.
Baca Juga : Kemenkes Tegaskan Sanksi Bagi Dokter yang Tipu Klaim BPJS Kesehatan