Viral Pasutri di Bandung Berobat Bareng ke Rumah Sakit Jiwa, Begini Awal Mulanya!

Viral pasangan suami istri di Bandung memilih berobat ke RS Jiwa untuk pulihkan kesehatan mental, hadapi trauma masa lalu.

Viral Pasutri di Bandung Berobat Bareng ke Rumah Sakit Jiwa, Begini Awal Mulanya!
Viral Pasutri di Bandung Berobat Bareng ke Rumah Sakit Jiwa, Begini Awal Mulanya! Gambar : Kolasea Tangkapan Layar Tiktok/@fistieliana

BaperaNews - Pasangan suami istri asal Bandung, Jawa Barat, Fisti Eliana Barezki (29) dan suaminya, Arief (32), baru-baru ini menjadi perbincangan publik setelah kisah mereka yang menjalani perawatan bersama di rumah sakit jiwa (RSJ) demi menangani kesehatan mental mereka menjadi viral.

Pasutri ini menceritakan berbagai tantangan kesehatan mental dan fisik yang dihadapi serta perjalanan mereka dalam memperdalam pemahaman terhadap kondisi psikologis masing-masing.

Masalah Kesehatan Mental yang Dialami

Fisti Eliana Barezki didiagnosis dengan gangguan kepribadian ambang atau borderline personality disorder (BPD), sedangkan Arief mengalami gejala psikosomatis yang kerap diiringi perasaan putus asa.

Fisti mengungkapkan bahwa kesadaran mereka akan pentingnya kesehatan mental sudah ada bahkan sebelum menikah. 

Kesadaran tersebut mendorong mereka untuk menjalani perawatan rutin di RS Jiwa guna memperbaiki kondisi psikologis masing-masing.

Selain masalah kesehatan mental, keduanya juga mengalami gangguan fisik seperti alergi dan autoimun yang baru muncul di usia dewasa.

Fisti menyatakan bahwa berbagai pengalaman dalam pernikahan dan kehidupan pribadi membuat mereka menyadari adanya trauma masa kecil yang belum terselesaikan. 

Menurutnya, trauma ini tak hanya berdampak pada kesehatan mental, tetapi juga memengaruhi kesehatan fisik mereka meski gaya hidup sehat sudah diupayakan.

Baca Juga : Usai Digigit Kutu, Pria Ini Kena Gangguan Mental hingga Potong Penis

Trauma Masa Lalu dan Dampaknya pada Kesehatan Fisik

Pasangan ini mulai memahami bahwa trauma masa lalu yang belum terselesaikan berpengaruh pada kesehatan fisik mereka.

“Kami menyadari bahwa gangguan kesehatan fisik yang kami alami mungkin dipicu oleh trauma psikologis yang tertahan dan terpendam hingga akhirnya meledak dalam bentuk sakit fisik,” ujar Fisti. 

Gangguan autoimun dan alergi yang mereka alami disebut sebagai bukti bahwa kesehatan mental memiliki kaitan erat dengan kondisi fisik seseorang.

Meski telah berupaya menjaga gaya hidup sehat, keduanya masih kerap mengalami gejala fisik yang tak terduga. Fisti menduga bahwa hal ini disebabkan oleh stres berkepanjangan dan trauma masa kecil yang belum sepenuhnya tuntas.

Pengalaman ini menguatkan tekad Fisti dan Arief untuk terus memperbaiki kondisi psikologis mereka melalui konsultasi rutin dengan psikiater.

Fisti menekankan pentingnya kesadaran diri dalam menghadapi masalah kesehatan mental dan mendorong masyarakat untuk tidak ragu mencari bantuan profesional.

“Pesanku sih jangan ragu atau malu untuk mencari bantuan profesional, karena ke psikiater atau psikolog itu artinya kita berusaha membangun self-awareness alias kita berusaha mengenali diri kita lebih dalam,” ujar Fisti.

Ia menjelaskan bahwa banyak orang merasa telah memahami diri sendiri, namun masih ada aspek psikologis yang kerap luput dari perhatian. Dalam konteks pernikahan, kesadaran diri dianggap sangat penting karena kesalahpahaman emosi sering kali menjadi akar masalah dalam hubungan.

“Self-awareness yang baik ini modal penting ketika kita menjalani hubungan dengan siapapun, apalagi pernikahan,” tambahnya. 

Fisti juga menegaskan pentingnya menghapus stigma negatif yang masih melekat di masyarakat terkait kesehatan mental demi mendukung proses pemulihan bagi yang membutuhkan.

Tujuan Konsultasi Psikiater untuk Kesehatan Pernikahan dan Keluarga

Konsultasi rutin dengan psikiater menurut Fisti tak hanya bermanfaat bagi kesehatan mental individu, tetapi juga dapat mempererat hubungan antara dirinya dan Arief.

Banyak konflik pernikahan yang tak terselesaikan disebabkan oleh ketidakpahaman akan emosi masing-masing pasangan, katanya. Dengan bantuan ahli, pasangan ini lebih mudah mengidentifikasi dan mengelola emosi yang sulit diungkapkan.

Selain itu, mereka berharap bahwa penyembuhan trauma masa kecil akan membantu memutus rantai trauma antar-generasi.

“Ke psikolog atau psikiater untuk membereskan trauma masa kecil juga bertujuan memutus rantai trauma antargenerasi, karena trauma yang belum terselesaikan ini bisa diturunkan ke anak-anak kita, atau bahkan pasangan kita,” jelas Fisti. 

Menurutnya, trauma yang tak diselesaikan berisiko menimbulkan pola perilaku negatif yang dapat berdampak pada keluarga, seperti perilaku kasar dalam mendidik anak.

Melalui pengalaman pribadinya, Fisti berharap semakin banyak orang yang terbuka dalam membicarakan kesehatan mental dan tidak merasa malu untuk mencari bantuan profesional.

Ia mengingatkan pentingnya membangun kesadaran diri dan memahami “blind spot” atau aspek psikologi yang sulit dikenali tanpa bantuan ahli. Pasangan ini juga menekankan bahwa perhatian terhadap kesehatan mental bukan hanya penting untuk diri sendiri, tetapi juga demi kebaikan orang-orang di sekitar.

Baca Juga : Susah Fokus dan Tak Bisa Diam, Fuji Ternyata Idap Gangguan Mental ADHD