10 Sisi Gelap Esport, Fakta Kelam di Balik Ketenarannya
Di balik semua kemewahan dan ketenaran yang terlihat di layar, terdapat sisi gelap esport yang jarang terungkap.

BaperaNews - Esport kini menjadi industri besar yang tidak hanya menghibur tetapi juga mendatangkan keuntungan fantastis bagi para pemain, penonton, hingga sponsor.
Dalam kurun waktu singkat, esport telah berkembang menjadi fenomena global dengan turnamen besar dan hadiah bernilai jutaan dolar.
Namun, di balik semua kemewahan dan ketenaran yang terlihat di layar, terdapat sisi gelap esport yang jarang terungkap.
Mulai dari penggunaan doping hingga manipulasi pertandingan, berbagai masalah tersembunyi ini mengancam integritas dan nilai sportivitas di dalam industri esport.
Baca Juga: 7 Sisi Gelap Dunia Model, Ternyata Tak Seglamor yang Terlihat
1. Penggunaan Doping
Gambar : Ilustrasi Canva
Layaknya atlet di olahraga fisik, pemain esport sering kali menghadapi tekanan untuk tampil sempurna dan selalu fokus dalam kompetisi.
Sayangnya, beberapa dari pemain esport memilih jalan pintas dengan menggunakan doping untuk meningkatkan performa.
Adderall adalah salah satu obat yang sering disalahgunakan oleh pemain esport karena efeknya yang mampu meningkatkan fokus dan konsentrasi.
Obat ini sebenarnya diperuntukkan bagi penderita ADHD, tetapi sering dimanfaatkan agar pemain bisa bermain tanpa henti dalam waktu lama.
Masalahnya, hingga kini regulasi tentang doping di esport belum seketat di olahraga konvensional.
Tes doping jarang dilakukan, bahkan di turnamen besar sekalipun.
Akibatnya, banyak pemain bisa lolos tanpa terdeteksi meski menggunakan zat terlarang ini.
Kurangnya regulasi ini tentu mengancam integritas kompetisi, karena pemain yang menggunakan doping memiliki keuntungan tidak adil dibandingkan pemain lain.
2. Banyak Pemain yang Mentalnya Terancam
Kompetisi yang ketat dalam esport tak hanya meningkatkan semangat pemain, tetapi juga memicu perilaku toxic dalam komunitasnya.
Banyak pemain esport, terutama yang berlaga di game populer, mengalami atau bahkan terlibat dalam tindakan seperti cyberbullying, ejekan, dan penghinaan yang tak pantas.
Tekanan untuk menang dan tuntutan fans yang tinggi sering kali membuat pemain mudah menyalahkan satu sama lain saat mengalami kekalahan, sehingga perilaku negatif pun meningkat.
Perilaku toxic ini tak hanya merusak suasana kompetisi, tetapi juga mempengaruhi kesehatan mental pemain, baik yang menjadi korban maupun pelakunya.
Tantangan ini harus diatasi agar komunitas esport bisa lebih mendukung dan saling menghargai.
3. Risiko Kesehatan Fisik
Duduk berjam-jam di depan layar, berlatih, dan bertanding tanpa jeda adalah rutinitas para pemain esport yang dapat mengakibatkan berbagai risiko kesehatan.
Cedera fisik seperti carpal tunnel syndrome menjadi hal yang umum di kalangan pemain esport.
Selain itu, ada risiko kolaps paru-paru atau spontaneous pneumothorax yang terjadi akibat duduk terlalu lama dalam satu posisi.
Risiko kesehatan lainnya yang mengintai pemain esport adalah diabetes, gangguan postur, dan bahkan serangan jantung akibat gaya hidup yang kurang bergerak.
Burnout mental dan fisik juga kerap dialami pemain yang berlatih secara intensif tanpa istirahat cukup, menimbulkan gangguan tidur, kecemasan, dan depresi.
Ini semua menunjukkan sisi gelap esport yang jarang disadari oleh penggemar maupun pemain baru.
4. Match Fixing
Praktik pengaturan hasil pertandingan atau match fixing bukan hanya terjadi di olahraga tradisional, tetapi juga merambah dunia esport.
Dalam match fixing, hasil pertandingan telah diatur sebelumnya demi keuntungan finansial, biasanya melalui perjudian.
Contoh terkenal dari skandal match fixing adalah kasus iBUYPOWER di game Counter-Strike: Global Offensive, serta skandal StarCraft di Korea Selatan.
Skandal-skandal ini tidak hanya merusak reputasi tim dan pemain yang terlibat, tetapi juga merusak sportivitas esport.
Meski beberapa pelaku match fixing telah menerima hukuman berat, praktik ini terus terjadi di berbagai kompetisi.
Regulasi yang lebih ketat dan pengawasan yang lebih intensif dibutuhkan untuk menjaga integritas esport di masa depan.
5. Perjudian
Esport tidak lepas dari masalah perjudian yang semakin meluas, bahkan melibatkan remaja berusia belasan tahun.
Di beberapa platform, perjudian dilakukan menggunakan item virtual sebagai mata uang taruhan, sehingga menarik perhatian pemain muda.
Situasi ini sangat mengkhawatirkan karena anak muda bisa terjebak dalam kebiasaan berjudi yang berbahaya di usia yang terlalu dini.
Baca Juga: 11 Sisi Gelap Filipina: Fakta Tersembunyi di Balik Keindahan Alamnya yang Memukau
Jika dibiarkan, perjudian di esport bisa berdampak negatif bagi perkembangan mental dan moral anak-anak muda.
Tak hanya itu, perjudian juga menambah risiko kecurangan, karena beberapa pihak mungkin memanipulasi hasil pertandingan demi kepentingan finansial.
6. Ketidakadilan Kontrak
Ketidakadilan kontrak menjadi salah satu masalah besar yang dihadapi para pemain esport.
Banyak pemain muda yang baru terjun ke dunia esport mendapatkan kontrak dengan bayaran rendah dan persyaratan yang merugikan mereka.
Contohnya adalah kasus tim HappyFeet, di mana para pemain hanya dibayar sebesar USD150 per bulan, angka yang jauh dari layak untuk usaha dan waktu yang mereka curahkan.
Selain bayaran yang tidak sebanding, pelanggaran kontrak seperti perekrutan ilegal (poaching) dari tim lain juga sering terjadi.
Tindakan ini tak hanya merugikan pemain, tetapi juga merusak suasana kompetisi yang sehat dan adil.
7. Perebutan Kekuasaan Antar Organisasi
Gambar : BaperaNews/Achmad Rifai
Perebutan kekuasaan di industri esport sering kali terjadi, terutama di antara organisasi yang memiliki kepentingan ekonomi atau politik.
Di Indonesia sendiri, beberapa organisasi esport bersaing satu sama lain demi mendapatkan pengaruh dan dana dari sponsor atau pemerintah.
Konflik antar asosiasi ini menciptakan ketidakpastian bagi para pemain dan penggiat esport yang sebenarnya membutuhkan dukungan untuk berkembang.
Di tingkat global, perebutan kekuasaan antar organisasi esport juga terjadi, seperti antara Global Esports Federation dan International Esports Federation.
Persaingan ini tak jarang menimbulkan konflik kepentingan, yang dapat menghambat perkembangan esport sebagai industri yang sehat dan profesional.
8. Cheating atau Peretasan
Gambar : BaperaNews/Achmad Rifai
Cheating atau penggunaan cheat telah menjadi ancaman serius dalam esport.
Beberapa pemain yang menggunakan cheat atau peretasan demi mendapatkan keunggulan di pertandingan dianggap mengkhianati sportivitas dan kepercayaan fans.
Kasus Forsaken dari India, yang tertangkap menggunakan cheat dalam turnamen, menunjukkan bahwa cheating masih menjadi masalah besar dalam kompetisi esport.
Cheating merusak reputasi esport dan sering kali membuat penggemar kecewa. Lebih dari itu, cheating juga merugikan pemain yang bermain dengan jujur.
Baca Juga: 9 Sisi Gelap Penangkaran Paus Orca, Fakta Kelam di Balik Gemerlap Hiburan Manusia
9. Regulasi yang Tak Ketat
Gambar : BaperaNews/Achmad Rifai
Salah satu sisi gelap esport lainnya adalah kurangnya regulasi yang jelas dan ketat.
Karena esport adalah industri baru, regulasi yang mengatur berbagai aspek seperti doping, perjudian, dan cheating belum sepenuhnya mapan.
Kurangnya regulasi yang memadai membuat beberapa pihak bisa memanipulasi aturan demi keuntungan pribadi.
Tanpa regulasi yang tegas, esport akan terus menghadapi masalah-masalah yang mengancam keberlangsungannya sebagai industri yang profesional.
Oleh sebab itu, regulasi yang lebih baik diperlukan agar esport bisa berkembang dengan sehat, adil, dan berkelanjutan.
10. Marak Terjadi Korupsi
Gambar : BaperaNews/Achmad Rifai
Korupsi dan manipulasi adalah masalah serius yang mengintai dunia esport. Oknum-oknum tertentu sering kali menggunakan pengaruh mereka untuk memanipulasi hasil pertandingan atau mengambil keuntungan dari posisi mereka di industri ini.
Contoh kasus manipulasi terjadi di beberapa turnamen besar, di mana pemain atau pihak ketiga menerima imbalan untuk mengalah di pertandingan demi keuntungan finansial.
Praktik ini tak hanya menghancurkan kepercayaan penggemar, tetapi juga merusak reputasi esport sebagai kompetisi yang adil.
Dari luar, dunia esport memang terlihat gemerlap dan penuh peluang. Namun, sisi gelap esport ini menunjukkan bahwa industri ini menghadapi berbagai tantangan serius yang perlu diatasi.
Dari penggunaan doping hingga ketidakadilan kontrak, semua masalah ini mencerminkan bahwa esport masih perlu banyak pembenahan agar bisa tumbuh dengan sehat dan adil.
Sebagai penggemar atau pemain, kita harus memahami sisi gelap esport ini agar bisa lebih bijak dan mendukung industri yang lebih bersih.
Dengan upaya bersama dari para pemain, penggemar, dan penyelenggara, diharapkan esport bisa berkembang menjadi industri yang menjunjung tinggi sportivitas dan integritas.