Peneliti Formappi Lucius Karus Duga Ada Kepentingan Pelarian Jika DPR Jegal Ekstradisi Singapura

Salah satu peneliti dari Formappi, Lucius Karus ungkap dugaan adanya kepentingan lain yang patut dicurigai jika DPR tidak menyetujui ratifikasi perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura. Simak berita lengkapny!

Peneliti Formappi Lucius Karus Duga Ada Kepentingan Pelarian Jika DPR Jegal Ekstradisi Singapura
Peneliti Formappi Lucius Karus Duga Ada Kepentingan Pelarian Jika DPR Jegal Ekstradisi Singapura. Gambar: Antara/ Sigid Kurniawan

BaperaNews - Peneliti dari Formappi (Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia), Lucius Karus mengungkap dugaannya bahwa ada kepentingan lain yang perlu dicurigai jika DPRtidak menyetujui ratifikasi perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura.

Perjanjian ekstradisi tersebut sebelumnya sudah disetujui Presiden RI Jokowi dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong Selasa 25 Januari 2022 lalu di Bintan, Kepulauan Riau. Lucius Karus mengungkap selama ini usul yang disampaikan pemerintah mulus dibahas di DPR, namun ia menduga untuk ratifikasi perjanjian ekstradisi ini akan ada perlakuan yang berbeda.

“Jika nanti nasib ratifikasi ini beda dari sikap DPR kepada RUU-RUU usulan pemerintah, maka ada kepentingan yang berbeda antara DPR dan Presiden tentang ekstradisi ini” ujar Lucius Karus Kamis 27 Januari 2022.

“Kepentingan yang beda ini sepertinya soal Singapura menjadi peluang tempat pelarian yang aman jika seseorang punya urusan dengan kasus hukum korupsi” lanjutnya. Dia juga mengingatkan sejumlah buron korupsi Indonesia menjadikan Singapura sebagai tempat berlari atau sembunyi. Beberapa diantaranya ialah Muhammad Nazarudin (Bendahara Umum Partai Demokrat) dan Harun Masiku (Politikus PDIP).

Sebelumnya perjanjian ekstradisi yang sama juga pernah dibuat pada tahun 2007 namun juga tidak bisa terwujud karena tidak disetujui DPR. Lucius Karus mengungkap pendapatnya bahwa DPR punya agenda sendiri jika kejadian di masa pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono itu terjadi lagi, dia menduga itu adalah salah satu upaya pelanggengan korupsi.

“Artinya, untuk urusan ekstradisi yang bekerjasama dengan Singapura ini, DPR menunjukkan peran dia sebagai kaki tangan koruptor, jika tidak segera mengesahkan atau membahas Perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura” ujar Lucius Karus.

Sebelumnya Indonesia dan Singapura membuat kesepakatan perjanjian ekstradisi, dengan demikian kedua negara bisa meminta seseorang yang berurusan dengan hukum yang terlibat tindak kejahatan bisa diminta meskipun orang tersebut berada di luar negeri, intinya identitas orang tersebut akan diungkap dan pemerintah luar negeri akan membantu untuk menemukan jika memang ada di negaranya.

Meski sudah disepakati kedua pemimpin negara, hingga kini aturan itu belum diterapkan karena pemerintah harus mendapat persetujuan DPR melalui ratifikasi untuk bisa meresmikan dan menetapkan perjanjian tersebut.

Perjanjian tersebut sudah pernah dibuat sebelumnya oleh Presiden SBY namun tak bisa dijalankan karena DPR tidak memberi ratifikasi.

Baca Juga: Ini Alasan Edy Mulyadi Tidak Penuhi Panggilan Pemeriksaan Bareskrim Polri