Ojek Pangkalan Minta Kompensasi hingga Miliaran Rupiah Jika Ojol Mau Beroperasi di Pasir Impun Bandung
Bentrokan antara ojek pangkalan dan driver ojol di Pasir Impun, Bandung, memunculkan tuntutan ganti rugi Rp1,35 miliar.
BaperaNews - Terjadi bentrokan antara ojek pangkalan (opang) dan driver ojol di Pasir Impun, Bandung, Jawa Barat.
Setelah bentrokan, pihak opang mengajukan tuntutan ganti rugi yang cukup besar kepada pemerintah dan operator ojol, yaitu sebesar Rp10 juta untuk masing-masing anggota mereka. Totalnya, permintaan tersebut mencapai Rp1,35 miliar untuk 135 anggota opang yang terlibat.
Ketua Opang Pasir Impun, Deni Kustiawan, menjelaskan bahwa keputusan untuk meminta ganti rugi ini diambil setelah musyawarah yang melibatkan semua anggota.
"Musyawarah tersebut sudah dilaksanakan kemarin dan hasilnya sudah dituangkan ke dalam surat serta berita acara," ujarnya ketika ditemui di Pangkalan Pasir Impun.
Pihak opang merasa bahwa kompensasi ini penting untuk membantu mereka menghidupi keluarga. Deni juga menambahkan bahwa jika permintaan tersebut tidak dipenuhi, mereka sudah menyiapkan syarat-syarat tertentu bagi operasional ojol di wilayah Pasir Impun.
"Syaratnya ojol tidak diperkenankan membuat posko atau ngetem sembarangan di Pasir Impun demi menjaga ketentraman, ketertiban dan kenyamanan pengguna jalan," jelasnya.
Dalam kesepakatan yang dihasilkan, ojol diizinkan untuk mengambil penumpang dari jalur Pasir Impun, tetapi mereka harus melalui Pangkalan Ojek Pasir Impun tanpa syarat tambahan.
Deni menegaskan bahwa jika situasi tidak berubah, mereka mungkin akan menganggap bahwa adanya ojol di wilayah tersebut hanya akan mengganggu ketentraman.
Baca Juga: Ojol Minta Aplikasi Gojek-Grab Ditutup, Kominfo Buka Suara
Namun, harapan opang untuk mendapatkan ganti rugi tidak mendapatkan sambutan positif dari pemerintah. Camat Mandalajati, Yati Sri Sumiati, mengatakan bahwa permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi karena tidak tercantum dalam delapan poin kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.
"Kalau pembelian kartu itu kan bukan sama kita, tapi dari anggota ke anggota terus kompensasinya sama siapa," ujarnya.
Yati juga menambahkan bahwa dari 135 anggota opang, hanya 15 orang yang merupakan warga asli Kecamatan Mandalajati. Selebihnya merupakan warga dari kecamatan dan kabupaten lain. Oleh karena itu, pemerintah tidak merasa memiliki tanggung jawab dalam masalah ini.
"Kami pun berupaya misalkan kerja sama dengan ojol jika mereka siap beralih dari opang ke ojol," jelasnya.
Meski begitu, situasi tetap memanas. Salah satu opang, Adis, mengungkapkan keprihatinannya terhadap dampak kesepakatan tersebut terhadap penghasilan mereka. Dengan adanya ojol yang bebas menjemput dan mengantar penumpang, mereka merasa terancam.
"Kita lebih ke hati nurani, berbagi lah. Bukan masalah aturan karena angkutan roda dua kan tidak ada aturannya," ungkapnya.
Perdebatan mengenai hak dan tanggung jawab antara opang dan driver ojol terus berlanjut.
Delapan poin kesepakatan yang telah ditandatangani mencakup hak setiap orang untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, serta hak untuk memilih moda layanan transportasi. Namun, sepertinya tidak semua pihak sepakat dengan isi kesepakatan tersebut.
Yati menegaskan bahwa pihaknya akan berusaha untuk mencari solusi.
"Kami akan tetap berunding dengan keduanya untuk mengakhiri konflik ini," katanya.
Dia juga memastikan bahwa warga bebas memilih jenis angkutan yang mereka inginkan. Jika ada penolakan dari pihak opang, Yati tidak segan-segan untuk menyerahkan kasus ini kepada pihak berwajib.
Baca Juga: Driver Ojol Demo Besar-besaran Hari Ini, Apa Saja Tuntutannya?