Minta Bebas, Tom Lembong Resmi Gugat Praperadilan Soal Status Tersangkanya

Tom Lembong ajukan gugatan praperadilan di PN Jaksel terkait status tersangka kasus impor gula, menyoroti dugaan prosedur cacat hukum oleh Kejaksaan Agung.

Minta Bebas, Tom Lembong Resmi Gugat Praperadilan Soal Status Tersangkanya
Minta Bebas, Tom Lembong Resmi Gugat Praperadilan Soal Status Tersangkanya. Gambar : Dok/inp-polri

BaperaNews - Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan periode 2015-2016 yang lebih dikenal sebagai Tom Lembong, mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Selasa (5/11).

Gugatan ini menantang status tersangka yang ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadapnya dalam kasus dugaan korupsi impor gula.

Tim penasihat hukum Lembong, yang dipimpin oleh Ari Yusuf Amir, menilai bahwa penetapan status tersangka tersebut melanggar prosedur hukum, dan meminta agar Lembong dibebaskan dari tahanan.

Dasar Gugatan Praperadilan

Tim hukum Lembong mengajukan beberapa alasan utama dalam gugatan ini. Pertama, mereka menyoroti bahwa Lembong tidak diberi kesempatan untuk menunjuk penasihat hukum saat ditetapkan sebagai tersangka.

Menurut Ari, tindakan ini melanggar hak tersangka sebagaimana diatur dalam Pasal 54, 55, dan 57 ayat (1) KUHAP, yang menyebutkan bahwa tersangka berhak didampingi penasihat hukum yang ditunjuk sendiri.

Selain itu, tim hukum Lembong mempersoalkan kurangnya bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan kliennya sebagai tersangka. Ari mengungkapkan bahwa sesuai KUHAP, penetapan tersangka harus berdasarkan minimal dua alat bukti.

Namun, menurutnya, bukti yang disampaikan oleh Kejaksaan Agung dalam konferensi pers dianggap tidak cukup untuk memenuhi standar hukum yang diperlukan.

Adanya Dugaan Penyimpangan dalam Proses Penyidikan

Dalam gugatannya, tim hukum Lembong juga mempertanyakan proses penyidikan oleh Kejaksaan Agung, yang dianggap tidak sesuai prosedur dan cenderung sewenang-wenang.

Ari menyatakan bahwa penahanan terhadap Lembong berlangsung tidak sah karena kliennya tidak menunjukkan tanda-tanda akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti. 

Selain itu, mereka menilai belum ada audit resmi yang membuktikan adanya kerugian negara, sehingga penahanan dan penetapan status tersangka dianggap melanggar hak asasi dan mencemarkan reputasi Lembong.

"Tidak ada bukti kuat bahwa klien kami melakukan pelanggaran hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain. Proses penetapan status tersangka ini cacat hukum dan merusak reputasi klien kami," ujar Ari di PN Jaksel.

Baca Juga : Rieke Diah: Penangkapan Tom Lembong Jawaban Doa Para Petani Tebu

Kasus Impor Gula dan Dugaan Kerugian Negara

Kasus yang menjerat Lembong terkait kebijakan impor gula pada 2015-2016. Dalam periode tersebut, Lembong disebut memberikan izin kepada beberapa perusahaan swasta untuk mengimpor gula kristal mentah (GKM), yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih (GKP) untuk dijual di dalam negeri.

Berdasarkan aturan saat itu, impor GKP seharusnya dilakukan oleh BUMN sesuai kebutuhan nasional yang disepakati dalam rapat koordinasi antar-kementerian.

Namun, Kejaksaan Agung menyatakan bahwa Lembong memberikan izin kepada sembilan perusahaan swasta untuk mengimpor GKM, yang kemudian diolah menjadi GKP dan dijual ke masyarakat dengan harga lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET).

Kejaksaan menduga kebijakan ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 400 miliar. Meski demikian, tim hukum Lembong menilai klaim kerugian negara tersebut tidak berdasar karena belum ada audit resmi yang memverifikasi jumlah tersebut.

Petitum dalam Gugatan Praperadilan

Melalui praperadilan ini, Lembong mengajukan sejumlah permohonan khusus kepada PN Jaksel, yaitu:

  • Mengabulkan Permohonan: Lembong meminta agar seluruh permohonannya diterima oleh PN Jaksel.
  • Status Tersangka Tidak Sah: Meminta pengadilan menyatakan bahwa penetapan status tersangka terhadap Lembong oleh Kejaksaan Agung dalam Surat Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (TAP-60/F.2/Fd.2/10/2024) tertanggal 29 Oktober 2024 tidak sah.
  • Pembatalan Penahanan: Meminta pembatalan penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (PRIN-50/F.2/Fd.2/10/2024).
  • Pembebasan dari Tahanan: Memohon agar dirinya dibebaskan dari tahanan setelah putusan praperadilan.
  • Penghentian Penyidikan: Meminta agar penyidikan oleh Kejaksaan Agung dihentikan karena dinilai tidak sah.
  • Rehabilitasi Nama Baik: Memohon agar PN Jaksel memerintahkan rehabilitasi atas kedudukan hukum Lembong, serta penggantian biaya perkara.

Permintaan Penghentian Penyelidikan

Sebagai bagian dari petitum, Lembong juga meminta penghentian penyidikan yang didasarkan pada Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Prin-54/F.2.Fd.2/10/2023, tertanggal 3 Oktober 2023.

Tim hukumnya menilai bahwa proses penetapan status tersangka dan penyidikan ini cacat hukum karena kurangnya bukti serta adanya pelanggaran hak klien mereka.

Melalui gugatan praperadilan ini, Tom Lembong dan tim kuasa hukumnya berharap PN Jaksel dapat mempertimbangkan gugatan secara menyeluruh dan memberikan putusan yang adil.

Baca Juga : Kaget Tom Lembong Jadi Tersangka, Anies Baswedan: I Still Have My Trust in Tom