Menkes: Penularan Mpox Mirip HIV/AIDS, Pemerintah Berikan Vaksin untuk Kelompok Berisiko Tinggi
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengonfirmasi bahwa tidak ada kasus Mpox baru di Indonesia dan vaksin akan didistribusikan ke kelompok berisiko tinggi.
BaperaNews - Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin memberikan informasi terbaru mengenai situasi Mpox atau cacar monyet di Indonesia pada Selasa (27/8).
Dalam konferensi pers yang berlangsung di Istana Kepresidenan Jakarta, Budi mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada penambahan kasus Mpox di tanah air. Selain itu, varian Mpox yang mematikan juga belum ditemukan di Indonesia.
Menariknya, Budi juga memastikan bahwa pengobatan untuk Mpox dan vaksin Mpox sudah tersedia di Indonesia. Namun, ia menekankan bahwa pemberian vaksin ini tidak untuk masyarakat umum.
"Vaksin ini bukan untuk masyarakat umum. Karena itu tadi, penularannya bukan seperti (COVID-19) ini. Penularannya benar-benar ada kontak seksual 95 persen yang sama seperti HIV," jelas Budi.
Selanjutnya, pemerintah Indonesia berencana mendatangkan sekitar 1.600 dosis vaksin Mpox dari Denmark. Vaksin ini diharapkan tiba dalam minggu ini dan akan didistribusikan kepada kelompok yang berisiko tinggi, seperti petugas kesehatan dan mereka yang berada di daerah dengan outbreak.
"Vaksinasinya sudah ada, sedang kita datangkan. Tapi sekali lagi, karena vaksinnya ini harga yang mahal sekitar 3,5 jutaan satu, kita berikan ini ke yang berisiko tinggi," tambah Budi.
Dalam penjelasannya, Budi juga mengungkapkan bahwa penularan wabah Mpox yang muncul di Afrika mirip dengan HIV/AIDS.
"Buat pengetahuan teman-teman, penularannya ini mirip HIV sama AIDS. Jadi terjadi di kelompok-kelompok tertentu dan hampir seluruhnya terjadi karena kontak fisik," ungkapnya.
Baca Juga: WHO Sebut Mpox Bukan COVID Baru Melainkan Ancaman Kesehatan Global yang Mengkhawatirkan
Hal ini menjadi perhatian, terutama karena ada 14 orang warga Indonesia yang positif Mpox sejak awal tahun 2024, yang sebagian besar berada di Jawa dan Riau.
Budi menjelaskan bahwa meskipun ada 14 kasus positif, semua warga yang terinfeksi sudah dinyatakan sembuh.
"Daerahnya di mana? Daerahnya semuanya di Jawa plus Kepulauan Riau. Tapi sejak WHO menaikkan kembali statusnya di Agustus 2014, kita ada 11 suspek, tapi semuanya negatif," katanya.
Untuk mencegah penyebaran Mpox lebih lanjut, pemerintah telah mengambil langkah-langkah proaktif. Salah satunya adalah meningkatkan surveillance atau pengawasan di berbagai tingkatan.
"Nah sekarang apa yang dilakukan oleh pemerintah? Yang nomor satu dilakukan oleh pemerintah surveillance kita tingkatkan," jelas Budi.
Ini termasuk penggunaan Electronic Surveillance Card yang mirip dengan aplikasi pedulilindungi, di mana orang-orang yang datang dari luar negeri harus mengisi data dan akan diberikan QR Code untuk memantau kesehatan mereka.
Jika ada yang terdeteksi dengan status kuning atau merah, mereka akan diperiksa suhu tubuhnya dan dilakukan tes PCR.
"Kita sudah siapkan 2 mesin PCR yang bisa 30-40 menit di Jakarta, Cekareng dan di Bali," tambahnya.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berharap dapat mendeteksi dan mengisolasi kasus positif dengan cepat, sehingga penyebaran Mpox dapat dicegah.
Selain itu, vaksinasi juga menjadi bagian penting dari strategi pemerintah untuk mencegah Mpox. Namun, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, vaksin Mpox tidak akan diberikan kepada masyarakat umum pada tahap awal.
"Memang vaksin ini bukan untuk masyarakat umum. Karena itu tadi, penularannya bukan seperti ini," imbuh Budi.
Vaksin ini akan difokuskan pada tenaga kesehatan dan kelompok berisiko tinggi lainnya.
Baca Juga: WHO Rekomendasikan Vaksinasi Terarah untuk Cegah Mpox daripada Vaksin Massal