BaperaNews - Pada awal Desember 2024, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam negara-negara anggota BRICS dengan mengenakan tarif bea masuk sebesar 100% jika mereka beralih dari penggunaan dolar AS. Pernyataan ini disampaikan oleh Fahd A Rafiq di Jakarta pada Selasa (24/12/2024).
Ketua Umum DPP Bapera, Fahd A Rafiq, menyatakan, “Ancaman Donald Trump setidaknya menjadi faktor penggentar bagi negara-negara yang tergabung dalam BRICS. Kita harus ingat bahwa tugas CIA adalah untuk menjaga hegemoni dolar AS,” tegasnya.
Fahd, yang juga mantan Ketua Umum DPP KNPI, melanjutkan dengan mengamati perdagangan harga minyak mentah. Harga minyak WTI berjangka tercatat turun 0,32% pada level US$69,24 per barel, sementara minyak mentah Brent juga mengalami penurunan sebesar 0,43%, berada pada harga US$72,63 per barel.
Lebih lanjut, Fahd menyoroti kekhawatiran Indonesia terkait dampak dari perang dagang yang kini berlanjut menjadi perang mata uang. “Isu ini semakin ramai diperbincangkan di ruang publik global,” ungkapnya.
Ia menambahkan, “Perang tarif yang dimulai sebelumnya kini diperkirakan akan bergeser ke perang mata uang, yang tentu akan berdampak besar bagi ekonomi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.”
Fahd juga mengingatkan tentang ketergantungan China terhadap energi luar negeri, yang mencapai 80%. Ia mempertanyakan dampak yang akan timbul jika harga minyak global melonjak hingga US$100 per barel, atau jika harga batu bara meningkat sebesar 30% dalam enam bulan ke depan.
"Yang perlu dipahami adalah bahwa bukan pasar atau kebutuhan yang menentukan harga, melainkan hegemoni yang bermain di belakangnya," jelasnya.
Baca Juga : Fahd A Rafiq Apresiasi Pidato Prabowo Subianto tentang Hilirisasi, Ketahanan Pangan dan Energi
Fahd A Rafiq memperingatkan, jika situasi ini terjadi, Indonesia akan menghadapi krisis yang cukup serius.
“Harga energi, seperti BBM, bisa naik hingga 30%, yang akan mengakibatkan lonjakan harga barang pokok hingga 20%. Ini bisa menyebabkan cadangan devisa Indonesia tergerus karena impor semakin mahal dan volumenya meningkat,” tuturnya.
Menanggapi pertanyaan yang muncul di berbagai kalangan mengenai kesiapan Indonesia menghadapi potensi krisis ini, Fahd menekankan pentingnya memiliki rencana kontijensi.
“Apakah Indonesia sudah mempersiapkan strategi untuk menghadapi hal ini? Bagaimana Presiden Prabowo Subianto akan merespon jika skenario ini benar-benar terjadi?” ujarnya.
Ia kembali menegaskan, “Saya yakin ini akan terjadi, tinggal menunggu waktu saja, tergantung kapan Donald Trump akan melaksanakannya.”
Fahd mengingatkan bahwa setelah perang mata uang mereda, perang energi akan menjadi langkah selanjutnya dalam strategi Amerika untuk menekan China. “Itu adalah kepastian,” ujarnya.
Fahd melihat, di sisi lain, China saat ini sedang digoyang oleh masalah di Hong Kong dan Huawei, serta gangguan tarif dan mata uang.
“Selanjutnya, energi akan menjadi sasaran utama. Apakah pemerintah Indonesia sudah memiliki solusi untuk menghadapi hal ini?” tanyanya.
Fahd meyakini bahwa pemerintah Indonesia sudah memiliki solusi untuk menghadapi potensi dampak dari perang mata uang dan energi ini.
“Presiden Prabowo Subianto sudah memiliki rencana yang matang, dari A hingga Z, untuk menghadapi kemungkinan tersebut. Kita harus siap menghadapi segala kemungkinan, seperti yang disampaikan Pak Toto dalam materinya saat Pengukuhan Pengurus DPP KNPI kemarin. Geopolitik itu sangat kejam, bisa menghancurkan negara-negara tanpa pertumpahan darah, seperti yang terjadi di Venezuela, Argentina, dan Sri Lanka,” tutup Fahd A Rafiq, yang juga seorang dosen di Malaysia.
Baca Juga : Ketum DPP Bapera Usul ke Presiden, Stanza 2 dan 3 Lagu Indonesia Raya Dinyanyikan Saat Jam Istirahat Sekolah