BMKG: Jakarta Berpontensi Banjir Besar Imbas Curah Hujan Tinggi di Akhir Desember
BMKG prediksi cuaca ekstrem hingga Maret 2025 akibat La Nina, dengan potensi curah hujan hingga 20% dan peningkatan bencana hidrometeorologi di Indonesia.
BaperaNews - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi potensi cuaca ekstrem hingga Maret-April 2025 akibat aktifnya fenomena La Nina.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengungkapkan bahwa suhu permukaan laut di Samudra Pasifik menunjukkan kecenderungan mendingin dengan indeks El Nino Southern Oscillation (ENSO) mencapai -0,59, menandakan kondisi La Nina yang berstatus lemah dan diperkirakan bertahan hingga Maret 2025. Fenomena ini diperkirakan dapat meningkatkan curah hujan hingga 20 persen.
Selain La Nina, dinamika atmosfer seperti Madden-Julian Oscillation (MJO) dan potensi Cold Surge atau seruak udara dingin dari Siberia juga turut mempengaruhi kondisi cuaca di Indonesia.
BMKG memproyeksikan seruak udara dingin ini akan aktif selama periode Natal dan Tahun Baru (Nataru), yang dapat meningkatkan intensitas dan volume curah hujan di berbagai wilayah Indonesia.
"Pemerintah daerah dan masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan. Saat ini sebagian besar wilayah Indonesia telah memasuki musim penghujan. Adanya fenomena La Nina mengakibatkan potensi penambahan curah hujan hingga 20 persen sampai awal 2025. Situasi ini juga berpotensi meningkatkan frekuensi bencana hidrometeorologi," ungkap Dwikorita awal November lalu.
Baca Juga : Fenomena La Nina di Indonesia akan Terjadi hingga April 2025, BMKG Minta Warga Waspada Banjir-Longsor
BMKG juga mengungkap potensi terulangnya bencana banjir besar di Jakarta seperti yang terjadi pada awal 2020. Seruak udara dingin yang terdeteksi sejak minggu lalu diprediksi mulai bergerak ke wilayah Indonesia pada Desember ini.
"Diprediksi landing-nya ini kira-kira sekitar tanggal 20 Desember sampai sekitar 29 Desember," kata Dwikorita dalam Raker Kesiapan Nataru dengan Komisi V DPR RI pada Rabu (4/12).
Dwikorita menjelaskan bahwa seruak dingin ini menyebabkan terjadinya angin kencang, gelombang tinggi, dan peningkatan curah hujan. Menurutnya, kecepatan angin dan gelombang tinggi ini terutama akan terjadi di Laut Natuna.
Di wilayah barat Indonesia, dalam skenario terburuk, seruak dingin ini dapat menyebabkan banjir parah seperti yang terjadi di Jakarta pada Januari 2020.
"Kemudian kalau saat landing ke Indonesia bagian barat yaitu Jawa Barat, Lampung, kemudian Banten, DKI. Skenario terburuk itu meningkatkan curah hujan dengan intensitas yang ekstrem. Contoh yang sudah terjadi di tahun 2020 di bulan Januari kondisi terparah adalah Jabodetabek banjir saat itu," jelas Dwikorita.
Baca Juga : BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas Ekstrem di Indonesia, Ini Faktor Utamanya!