Rugikan Negara Rp 300 Triliun, Harvey Moeis Dituntut 12 Tahun Penjara dan Denda Rp1 Miliar di Kasus Korupsi Timah
Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi timah, dituntut hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Kasus korupsi ini merugikan negara sebesar Rp300 triliun.
BaperaNews - Harvey Moeis, terdakwa dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah, menghadapi tuntutan pidana penjara selama 12 tahun serta denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan.
Tuntutan ini disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (9/12/2024).
Harvey Moeis diduga terlibat dalam korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun.
Bersama Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, mantan Direktur Utama PT Timah Tbk, Harvey diduga mengakomodasi praktik pertambangan liar di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Modus operandi mereka mencakup kesepakatan untuk menyamarkan aktivitas ilegal melalui kontrak sewa peralatan pengolahan timah dengan beberapa perusahaan smelter.
Menurut JPU, Harvey menerima aliran dana senilai Rp420 miliar bersama Helena Lim, manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE).
Dana tersebut disamarkan seolah-olah sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang melibatkan beberapa smelter.
Selain tuntutan pidana pokok, JPU juga mengajukan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp210 miliar, dikurangi nilai aset yang telah disita penyidik.
Apabila Harvey gagal membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita dan dilelang untuk memenuhi kewajiban tersebut.
Jika nilai harta tidak mencukupi, pidana tambahan berupa enam tahun penjara akan diberlakukan.
Baca Juga : Harvey Moeis Ditegur Hakim karena Terus Nyerocos Bak Menghafal Jawaban di Sidang Korupsi Timah
Harvey disebut berperan sebagai perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) dalam menghubungkan berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan ilegal.
Ia bekerja sama dengan beberapa perusahaan, seperti PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Sariwiguna Binasentosa, untuk mengamankan keuntungan dari aktivitas pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
JPU menyebut tindakan Harvey melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp300 triliun, yang mencakup berbagai aspek, seperti Rp2,28 triliun dari kerja sama sewa-menyewa alat pengolahan, Rp26,65 triliun dari pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, dan Rp271,07 triliun dari kerusakan lingkungan.
Angka ini mencerminkan dampak luas korupsi terhadap sektor ekonomi dan lingkungan.
Kasus korupsi timah ini turut melibatkan Suparta, Direktur Utama PT RBT, dan Reza Andriansyah, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT.
Suparta dituntut pidana penjara selama 14 tahun dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp4,57 triliun.
Sementara itu, Reza menghadapi hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp750 juta. Walaupun Reza tidak menerima aliran dana langsung, ia dianggap mengetahui dan menyetujui tindakan korupsi tersebut.
Jaksa mempertimbangkan berbagai faktor dalam menyusun tuntutan. Perbuatan Harvey dinilai bertentangan dengan program pemerintah untuk mewujudkan tata kelola negara yang bersih dan bebas dari korupsi.
Selain itu, ia dianggap berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan. Namun, Harvey juga memiliki faktor yang meringankan, yaitu tidak pernah dihukum sebelumnya.
Baca Juga : Harvey Moeis dan Helena Lim Dikabarkan Terima Rp420 M dari Kasus Korupsi Timah