Agung Sedayu Jelaskan HGB di Pagar Laut Tangerang Dulunya Tambak dan Sawah yang Terabrasi

Agung Sedayu Group klarifikasi soal penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di kawasan pagar laut, memastikan sertifikat sesuai prosedur meski terkena abrasi.

Agung Sedayu Jelaskan HGB di Pagar Laut Tangerang Dulunya Tambak dan Sawah yang Terabrasi
Agung Sedayu Jelaskan HGB di Pagar Laut Tangerang Dulunya Tambak dan Sawah yang Terabrasi. Gambar : Kompas.com/Dok. Acep Nazmudin

BaperaNews - Agung Sedayu Group memberikan klarifikasi terkait penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di kawasan pagar laut, Tangerang.

Menurut mereka, lahan yang menjadi dasar penerbitan sertifikat tersebut dulunya merupakan daratan berupa tambak atau sawah, yang kemudian terabrasi hingga kini menjadi kawasan laut.

Kuasa hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid, menjelaskan bahwa pihaknya telah memverifikasi dokumen pengajuan sertifikat yang diterbitkan pada tahun 1982.

Berdasarkan dokumen tersebut, kawasan pagar laut di Desa Kohod awalnya adalah daratan yang teridentifikasi sebagai bekas tambak atau sawah. 

Ia juga menegaskan bahwa batas-batas lahan tersebut masih dapat diidentifikasi meskipun terkena abrasi.

“Pernyataan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid yang memerintahkan Dirjen Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR) untuk berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) adalah langkah yang tepat. Hal ini untuk memastikan apakah sertifikat SHGB dan SHM berada di dalam atau di luar garis pantai di Desa Kohod,” ujar Muannas pada Kamis (23/1).

Muannas menambahkan bahwa penerbitan SHGB dan SHM di kawasan tersebut sudah melalui prosedur resmi.

Ia menekankan bahwa lahan tersebut awalnya milik warga dengan status tambak atau sawah, yang kemudian terabrasi namun masih memiliki batas-batas kaveling yang jelas. 

Setelah itu, lahan-lahan tersebut dialihkan menjadi SHGB atas nama perusahaan dan beberapa di antaranya tetap berupa SHM milik warga.

“Tidak benar jika disebutkan bahwa seluruh pagar laut sepanjang 30 km adalah SHGB atas nama PT PIK. Faktanya, ada juga SHM yang dimiliki oleh warga sesuai keterangan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Semua penerbitan SHGB yang ada telah melalui proses resmi, termasuk pembelian dari warga, balik nama yang sah, pembayaran pajak, dan adanya surat izin lokasi serta PKKPR yang lengkap,” jelasnya.

Baca Juga : Pemerintah Tak Tahu Pemilik Pagar Laut Sepanjang 30 Km di Tangerang

Muannas juga meminta agar pihak-pihak yang meragukan keabsahan sertifikat tersebut mengecek melalui data Google Earth, di mana terlihat bahwa kawasan tersebut merupakan lahan warga yang terabrasi dan bukan laut yang disertifikatkan.

Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyatakan bahwa pihaknya sedang melakukan investigasi terkait hal ini.

Menurut Nusron, Kementerian ATR/BPN telah mengutus Dirjen SPPR untuk bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) guna memastikan posisi lahan tersebut berdasarkan data garis pantai.

“Kementerian ATR/BPN telah menginstruksikan Dirjen SPPR, Pak Virgo, untuk melakukan koordinasi dengan BIG. Tujuannya adalah memastikan apakah bidang-bidang tanah di kawasan Desa Kohod berada di dalam atau di luar garis pantai. Kami juga akan membandingkan data dokumen pengajuan sertifikat yang diterbitkan sejak tahun 1982 dengan data garis pantai terbaru hingga tahun 2024,” jelas Nusron dalam keterangan tertulisnya pada Senin (20/1).

Berdasarkan penelusuran awal yang dilakukan oleh Nusron, di kawasan tersebut telah terbit 263 bidang sertifikat.

Rinciannya, 234 bidang merupakan SHGB atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang SHGB atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang SHGB atas nama perseorangan. Selain itu, ditemukan pula 17 bidang SHM milik warga di kawasan tersebut.

Baca Juga : Tak Hanya di Tangerang, Temuan Baru HGB di Laut Sidoarjo Seluas 657 Hektare