Santri Ponpes di Konawe 5 Bulan Hilang, Orang Tua Minta Tanggung Jawab ke Polda Sultra
Keluarga Agung Kurniawan menuntut keadilan setelah anak mereka hilang sejak Februari 2024.
BaperaNews - Orang tua Agung Kurniawan (14), santri Pondok Pesantren Thafidzul Qur'an (PPTQ) di Desa Ambaipua, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), menuntut keadilan atas hilangnya anak mereka sejak Februari 2024. Hingga kini, keberadaan Agung belum diketahui.
Tri Mandala P. Erindo, kuasa hukum keluarga Agung Kurniawan, mengatakan bahwa pihaknya akan mengadukan pihak pesantren ke Komnas HAM dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) karena dianggap tidak bertanggung jawab atas hilangnya Agung.
“Pihak pesantren terkesan lepas tangan dan tidak ada upaya untuk mencari Agung Kurniawan. Ini sangat miris mengingat seharusnya mereka bertanggung jawab sebagai lembaga pendidikan,” ujar Tri Mandala.
Langkah lain yang akan diambil keluarga adalah meminta Kementerian Agama untuk menutup sementara pesantren tersebut hingga Agung ditemukan.
Mereka khawatir jika pesantren tidak ditutup, bisa saja ada korban-korban lain selain Agung Kurniawan.
“Mungkin ada lagi santri lain yang turut hilang tanpa ada tanggung jawab dari pihak pesantren,” tegasnya.
Menurut informasi dari keluarga Agung dan beberapa saksi lainnya, sebelum hilang, beberapa santri di pesantren tersebut diduga dieksploitasi dengan diminta sumbangan di tempat-tempat ramai seperti pasar.
Baca Juga: Ayah Syok Saat Anaknya Nikah Tanpa Wali dengan Pengurus Ponpes di Lumajang
“Ini adalah bentuk eksploitasi yang sangat nyata karena dilakukan secara sistematis. Kami menduga hilangnya Agung Kurniawan merupakan korban dari tindak pidana perdagangan orang," ungkap Tri Mandala.
Orang tua Agung, terutama ibunya, Aisyah, mendesak Polda Sultra untuk mengambil alih penanganan kasus anaknya yang hilang. Aisyah menyatakan bahwa sejak laporan kehilangan anaknya lima bulan lalu, tidak ada perkembangan berarti dalam penyelidikan.
“Saya minta Kapolda Sultra untuk mengambil alih kasus ini,” teriak Aisyah dalam orasinya di depan Polda Sultra pada Senin (15/7).
Aisyah mengungkapkan keputusasaan dan kekesalannya terhadap pihak pesantren yang tidak menunjukkan itikad baik dalam mencari Agung.
“Saya mohon kepada pihak kepolisian, tolong bantu kami menemukan anak kami. Saya ingin keadilan bagi Agung,” katanya dengan suara bergetar.
Sebelum dilaporkan hilang, Aisyah sempat memberikan uang saku kepada Agung yang kemudian kembali ke pondok. Namun, beberapa hari kemudian, Aisyah menerima laporan bahwa Agung sudah tiga hari tidak mondok di pesantren.
“Mereka minta anak kami kembali ke pondok sementara setahu kami dia ada di situ,” tutur Aisyah.
Pertemuan terakhir Aisyah dengan anaknya terjadi di pasar saat Agung baru selesai meminta sumbangan.
“Saat saya ketemu dengan anakku, dia bersama temannya, mereka baru pulang dari minta-minta sumbangan,” terangnya.
Aisyah kemudian mempertanyakan tanggung jawab pihak pondok karena tidak mengetahui keberadaan santrinya, namun pihak pondok pesantren menyangkal dan menyebut Agung pergi tanpa sepengetahuan pembina pondok.
Kapolsek Ranomeeto, AKP Ansar Ali, mengakui bahwa pihaknya telah melakukan berbagai penyelidikan dan penelusuran, namun belum ada informasi valid yang mengarah pada keberadaan Agung.
“Kami telah memeriksa delapan orang saksi, termasuk anggota keluarga Agung dan staf pondok pesantren. Saya tetap optimis semoga anak ini bisa kita temukan dalam keadaan sehat walafiat,” ungkap Ansar Ali.
Ansar menyebut bahwa menurut keterangan pihak pesantren, Agung pergi dari pondok sejak Minggu, (25/7).
“Anak itu dilihat tidak sempat masuk di pondoknya lagi, hanya terlihat berdiri di samping masjid, setelah itu tidak diketahui lagi keberadaannya,” ujarnya.
Kapolsek menambahkan bahwa kurangnya informasi yang akurat dan bukti-bukti menjadi kendala dalam penanganan kasus ini.
Tri Mandala menegaskan bahwa selain mencari keadilan bagi Agung, pihaknya juga meminta agar Kementerian Agama menutup sementara pesantren tersebut hingga kasus ini terselesaikan.
“Jika pesantren ini tidak ditutup, kami khawatir akan ada korban-korban lain. Ini penting untuk menghindari kejadian serupa di masa depan,” katanya.
Baca Juga: Salat Tarawih Terlama di Ponpes Magetan, Lafalkan 30 Juz Selama 8 Jam