Part 2: BAPERA, Benturan Peradaban Dan Solusi 

Pada bagian pertama Fahd El Fouz A rafiq (Ketua Umum DPP Bapera) sudah menjelaskan terkait benturan budaya, agama, etnis yang terjadi di Indonesia beberapa tahun belakangan. Simak kelanjutannya dibawah!

Part 2: BAPERA, Benturan Peradaban Dan Solusi 
Fahd El Fouz A Rafiq Beserta Pengurus Bapera Lainnya. Gambar: Instagram.com/ @dpp.bapera

BaperaNews - Pada bagian pertama membahas tentang benturan budaya, agama, etnis yang terjadi di Indonesia beberapa tahun belakangan. Hal tersebut ditenggarai kurang pahamnya makna Bhinneka Tunggal Ika. Dibagian sebelumnya lebih mengarah pada benturan yang terjadi di dalam negeri (Indonesia). 

Di era globalisasi saat ini suatu hal yang lumrah dan biasa biasa saja budaya luar mempengaruhi budaya domestik bahkan bila tidak ditangani dengan serius Nusantara yang begitu kaya akan budaya bisa tergerus zaman dan diklaim oleh negara lain. Contohnya, diklaimnya batik yang beberapa waktu lalu oleh negeri jiran Malaysia pada ajang miss world Malaysia 2021 oleh Lavanya Sivaji. Hal tersebut mendapat protes keras dari warga net Indonesia. 

Barisan Pemuda Nusantara (Bapera) yang bergerak dibidang sosial konsisten mengamalkan sila ke -5 Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Yang mana sila ini adalah sila terakhir yang masih terus diperjuangkan khususnya permasalahan keadilan dan kesejahtraan masyarakat Indonesia. 

Jika persoalan ketuhanan, bangsa Indonesia menjadi manusia yang beradab, persatuan Indonesia, musyawarah dan mufakat tinggal yang terakhir adalah persoalan sosial yang hingga hari ini masih terus diperjuangkan oleh pemerintah. Bapera yang dikomandoi oleh Fahd El Fouz A rafiq yang merupakan Ketua Umum DPP Bapera sangat serius berpartasipasi aktif dalam mewujudkan sila ke -5 tersebut. 

Jika sila ke- 5 sudah bisa kita laksanakan dan dampaknya terasa sampai masyarakat Indonesia ditingkat paling bawah  maka Indonesia bisa fokus memikirkan hal lain yaitu mengembalikan kejayaan Indonesia seperti harumnya kerajaan Majapahit yang kala itu dipimpin Maha Patih Gajah Mada. 

Fokus pada persoalan, Peradaban sendiri merupakan bentuk dari entitas budaya dan tingkatan tertinggi dari suatu pengelompokan ditingkatan identitas sehingga budaya inilah yang membedakan masyarakat satu dengan yang lainnya. Budaya dalam konteks ini merupakan perwakilan dari banyak wilayah, kelompok etnis, kebangsaan, agama dan daerah. 

Benturan peradaban pertama kali diperkenalkan oleh Samuel Philips Huntington, menuliskan dalam bukunya yang berjudul The Clash of Civilization and the Remaking of World Order. Beliau merupakan ilmuwan politik di Universitas Harvard pada bidang kajian internasional dan Regional di Weatherhead center for International. Huntington memiliki beberapa karya lain diantaranya buku berjudul Political order in Changing Societies ditulis tahun 1968, Foreign Affairs tahun 1993, Religion and the Third Wave. 

Sejak dari awal Huntington telah menekankan tesisnya, bahwa sumber fundamental dari konflik-konflik di dunia tidak lagi berlatar belakang ideologis maupun ekonomis melainkan kultural (1993:22). Lebih jauh lagi, menurutnya pembagian antara manusia yang dibawa oleh perbedaan kelompok kelompok peradaban dan kebangsaaan menandai evolusi konflik dunia modern. 

Benturan peradaban (Clash of Civilization) akan ini akan mendominasi politik global. Berbeda dari konflik konflik yang muncul sejak awal berlakunya sistem Internasional modern  bawaan Traktat Wesphala yang mana dulunya adalah pertarungan monarki yang berusaha memperluas birokrasi yang ingin memperluas kekuatan ekonomi merkantilisnya yang menjadi pola konflik hingga abad ke – 19. 

Konflik peradaban berbeda dengan konflik ideologis yang dapat kita lihat antara komunisme, fasisme dan Nazisme dan demokrasi liberal, dan antara komunisme dan demokrasi liberal yang diwakili dua kekuatan besar Uni Sovyet dan USA pada masa perang dingin. 

Berakhirnya perang dingin, memulai politik internasional untuk bergerak ke arah interaksi antara peradaban barat dan non barat diantara (among) peradaban non barat itu sendiri. Disini Huntington lebih pada menekankan budaya dan peradaban. Peradaban sendiri dimaknai sebagai entitas kultural yang mencakup wilayah, komunitas etnis, kebangsaan kelompok yang religius yang memiliki disticnt pada tingkatan yang berbeda dalam heterogenitas kultural. 

Sebuah peradaban merupakan bentuk pengelompokkan kebudayaan tertinggi dengan tingkatan terluas dari identitas budaya yang di definisikan oleh kesamaan elemen objektif (bahasa, sejarah, agama, adat, institusi, dan identifikasi diri yang subjektif). Huntington membagi peradaban menjadi tujuh divisi diantara (barat, konfusian, islam, hindu, slaviks-ortodoks, amerika latin dan afrika). 

Enam alasan peradaban peradaban akan berbenturan menurut Huntington: 

1.  Perbedaan antar peradaban sangat nyata dan mendasar. 

Peradaban adalah produk yang sangat mendasar selama berabad abad yang lalu. Orang dari peradaban yang berbeda memiliki pandangan yang berbeda dalam melihat hubungan antara manusia dengan tuhan, individu dan kelompok, negara dan masyarakat, kepentingan relatif dari hak dan tanggung jawab, kebebasan, wewenang kesetaraan dan hirarki. 

Berbeda tidak selalu berarti konflik, dan konflik selalu kekerasan namun selama berabad abad perbedaan diatara peradaban telah menghasilkan konflik yang berkepanjangan       

2. Dunia Makin Mengecil 

Meningkatnya interaksi antar orang dengan peradaban  yang berbeda akan meningkatkan kesadaran  peradaban (civilzation consciousness) dan awas (awareness) terhadap persamaan dan perbedaan di dalamanya. 

3.  Proses modernisasi ekonomi dan perubahan sosial di seluruh dunia memisahkan orang dari dari identitas lokal yang telah berlangsung lama 

4. Pertumbuhan kesadaran peradaban(civilization-consciousness) ini ditunjang  agenda barat. 

5.  Karakteristik dan perbedaan budaya lebih sukar berubah dan dikompromikan serta dipecahkan dari pada politik dan ekonomi. 

6.  Peningkatan regionalisasi ekonomi yang semakin memperkuat kesadaran peradaban ini dikatakan lebih berhasil jika berakar dalam kesamaan peradaban. 

Perlu ditegaskan kembali, Pertumbuhan kesadaran peradaban (civilization-consciusness) ini ditunjang oleh peran ganda barat, disatu sisi barat berada dipuncak kekuasannya yang kemudian menghasilkan adanya bentuk bentuk de westernisasi yang berupaya return to the roots yang secara harfiah berarti kembali ke akar, yang kerap melanda peradaban non Barat. 

Upaya ini dapat kita lihat pada kasus Asianisasi di jepang, Warisan Nehru untuk Hindunisasi di India, debat antara westernisasi dan Rusianisasi di Rusia dan kegagalan  gagasan barat  mengenai sosialisme dan nasionalisme sehingga   adanya re - islamisasi  di timur tengah ( Huntington, 1993:26). Barat yang berada di puncak kekuatan menghadapi non – Barat yang semakin memiliki keinginan, kehendak dan sumber daya untuk membentuk dunia dengan cara cara non barat. 

Dewesternisasi dan pribumnisasi (Indigenization) elite terjadi di banyak negara non Barat, namun pada saat bersamaan budaya, gaya, dan kebiasaan barat, biasanya amerika menjadi lebih populer di antara massa rakyat. 

Solusi 

Fahd El Fouz A rafiq (Ketua Umum DPP Bapera) masalah benturan budaya dan peradaban bisa diambil jalan tengah dengan melakukan dialog dialog kebudayaan dan peradaban baik di tingkat nasional maupun Internasional, karena dengan dialog dapat menumbuhkan rasa empati, simpati sehingga menimbulkan saling pengertian antar suku, bangsa, etnis, agama, dan kelompok yang berbeda. 

Pemuda berusia 38 tahun ini menambahkan, jika dunia internasional berkenan Pancasila bisa dijadikan pandangan hidup alternatif dalam menyatukan peradaban - peradaban dunia dan perlu di contoh oleh negara negara yang sering dilanda konflik. 

Pada dasarnya kita ini semua dari bapak dan ibu yang sama yaitu Adam dan Hawa,  Karena tuhan menciptakan kita bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal bukan saling berbenturan. Orang yang mulia dihadapan tuhannya adalah orang yang bertakwa, bukan yang  budaya dan peradabannya lebih hebat, tutup Kabid ormas DPP Partai Golkar.  

Baca Juga: Part 1: BAPERA, Benturan Peradaban Dan Solusi

Penulis: ASW