Ketum DPP BAPERA, Fahd A Rafiq Zoom Out Soal Negeri Berdaulat
Fahd A Rafiq, Ketum DPP BAPERA, menyoroti dominasi dollar AS dan tantangan Indonesia dalam mencapai negeri berdaulat di tengah perang ekonomi global.
BaperaNews - Fahd A Rafiq, Ketua Umum DPP BAPERA, mengungkapkan kekhawatirannya tentang dominasi dollar Amerika Serikat dalam transaksi perdagangan global, termasuk di Indonesia.
Dalam pernyataannya di Jakarta pada Jum’at (1/11/2024), ia menyebutkan bahwa dollar AS berfungsi sebagai cadangan devisa (cadev) di 160 negara, dengan transaksi perdagangan yang menggunakan dollar mencapai 58% pada April 2024, menurut catatan IMF.
Fahd menjelaskan, "Mayoritas sistem perbankan masih menggunakan SWIFT Code yang terhubung dengan jaringan Amerika. Proses transfer dollar dari BCA ke Bank Mandiri harus melalui wire yang melewati New York. Ini menunjukkan betapa Indonesia sangat bergantung pada sistem dollar Amerika," ucapnya saat memberikan penjelasan setelah sholat Jum’at berjamaah.
Ia juga menyoroti perkembangan yuan (RMB) China yang semakin diperhitungkan dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, beberapa negara di Afrika mulai menggunakan yuan sebagai mata uang transaksi.
Fahd menegaskan bahwa Tiongkok menerapkan strategi 'sharp power' untuk meningkatkan penggunaan yuan, yang dalam lima tahun terakhir mengalami kenaikan dari 1,7% menjadi 4,5% dalam transaksi global.
"Strategi sharp power ini lebih agresif dibandingkan soft power, dan bisa menjebak negara-negara peminjam dalam penggunaan yuan," tambahnya.
Baca Juga : Ketum DPP BAPERA, Fahd A Rafiq Ungkap 5 Ilmu Dasar untuk Pebisnis Pemula yang Wajib Dimiliki
Meskipun yuan mulai berkembang, Fahd menekankan bahwa Amerika Serikat tetap mendominasi dengan 85% dari transaksi global. Ia juga mencatat bahwa selama tujuh presiden, nilai mata uang rupiah terus tergerus, mendekati 16.000 rupiah per dollar.
"Apakah perdagangan kita akan terpuruk lebih dalam hingga mencapai 17.000 rupiah per dollar?" tanyanya.
Fahd kemudian membahas tantangan militer yang dihadapi Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Ia menyoroti bahwa Indonesia tidak siap menghadapi perang proxy dan hybrid, serta mengalami kekalahan dalam perang ideologis dan budaya.
"Negara lain mendominasi Indonesia, dan kita tidak memiliki pertahanan yang memadai dalam perang ekonomi dan media. Teknologi yang kita gunakan pun masih bergantung pada asing," jelasnya.
Ia menyimpulkan bahwa Indonesia hari ini terjajah dalam berbagai aspek, termasuk mata uang, militer, dan budaya.
"Solusinya adalah kita harus memahami masalah ini secara mendalam dan tidak berpangku tangan. Jika pengaruh global dapat mempengaruhi Indonesia, berarti kita tidak berdaulat," tegas Fahd A Rafiq.
Penulis : ASW