Mahasiswa di Manokwari Papua Demo Tolak Program Transmigrasi Prabowo
Mahasiswa Papua di Manokwari gelar demo menolak program transmigrasi Prabowo, menilai kebijakan ini mengancam identitas budaya serta hak tanah adat masyarakat.
BaperaNews - Ratusan mahasiswa dan warga yang tergabung dalam Front Mahasiswa dan Rakyat Papua menggelar aksi demonstrasi di Manokwari pada Senin (4/11), menolak program transmigrasi yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto di Papua.
Aksi mahasiswa Papua ini berlangsung di perempatan Makalow, Manokwari, dan sempat menimbulkan ketegangan antara massa aksi dan aparat kepolisian yang menjaga keamanan di lokasi.
Aksi tersebut berfokus pada penolakan terhadap program transmigrasi yang dinilai berpotensi mengubah struktur sosial dan budaya masyarakat asli Papua, serta berdampak pada tanah adat dan sumber daya lokal.
Massa sempat mendesak untuk melanjutkan perjalanan menuju Kantor DPRD Papua Barat, namun terhalang oleh barikade kepolisian, yang membuat massa akhirnya melakukan orasi di lokasi tersebut. Akibatnya, lalu lintas di area tersebut mengalami kemacetan selama beberapa jam.
Sejarah Transmigrasi di Papua Menurut Mahasiswa
Dalam orasinya, Koordinator Aksi, Yulianus Niko, menyebut bahwa program transmigrasi di Papua telah berlangsung sejak 1966, atau empat tahun setelah Papua resmi menjadi bagian dari Indonesia.
Yulianus menjelaskan bahwa lokasi transmigrasi pertama kali dibuka di Aimas, Sorong, Papua Barat Daya, yang sebelumnya merupakan tanah warisan masyarakat adat setempat.
Dengan diberlakukannya program ini, status kepemilikan lahan berubah menjadi milik negara.
Yulianus juga mengulas kebijakan penghentian sementara program transmigrasi oleh Gubernur Irian Jaya saat itu, Barnabas Suebu, yang akhirnya kembali dilanjutkan setelah penerapan status Otonomi Khusus Papua.
Program transmigrasi kemudian meluas hingga era Orde Baru, dengan sejumlah distrik seperti Orensbari di Manokwari Selatan, Prafi di Kabupaten Manokwari, dan Arso di Jayapura dijadikan kawasan transmigrasi.
Kebijakan ini disebutnya telah mengubah demografi di beberapa wilayah, termasuk di Kabupaten Timika, Teluk Bintuni, dan Jendidore di Kabupaten Biak.
Sikap DPRD Papua Barat atas Program Transmigrasi
Ketua DPRD Papua Barat, Orgenes Wonggor, yang menemui massa aksi di lokasi, menyatakan bahwa tiga dari lima fraksi di DPRD Papua Barat telah menolak program transmigrasi.
Orgenes menambahkan bahwa aspirasi mahasiswa akan dibahas dalam rapat internal DPRD yang akan digelar dalam waktu dekat.
"Tanpa demo, kami di DPRD sudah menyatakan penolakan dari tiga fraksi," kata Orgenes Wonggor kepada massa aksi.
Ia memastikan aspirasi tersebut akan dibahas dalam mekanisme internal DPRD dan dilaporkan kepada pimpinan DPRD di tingkat pusat.
Meski hingga kini belum ada jumlah pasti transmigran yang direncanakan ditempatkan di Papua Barat, Wonggor menegaskan bahwa kebijakan ini harus dikaji agar tidak merugikan masyarakat asli Papua.
Baca Juga : Satpol PP Tewas Tertimpa Pagar Saat Jaga Demo Rusuh Tolak Ketua DPRD Lebak
Pandangan Mahasiswa Papua Terhadap Dampak Sosial dan Ekonomi
Di tempat lain, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Jayapura juga menggelar aksi serupa, meminta Prabowo Subianto untuk membatalkan program transmigrasi di Papua.
Koordinator Umum aksi BEM se-Jayapura, Maksi You, menegaskan bahwa program transmigrasi akan menghilangkan identitas budaya dan ekonomi masyarakat Papua.
"Papua bukan tanah kosong, kami orang Papua masih ada. Kami minta Presiden Prabowo Subianto membatalkan program transmigrasi," seru Maksi You di Jayapura.
Ia menekankan bahwa transmigrasi berpotensi menghilangkan identitas etnis asli Papua dan merusak sektor ekonomi masyarakat adat yang selama ini berfokus pada perdagangan hasil bumi tradisional.
Wakil Koordinator Lapangan aksi BEM se-Jayapura, Markus Busub, menambahkan bahwa keberadaan transmigran hanya akan memperburuk kondisi sosial masyarakat Papua.
"Program transmigrasi tidak memberikan keuntungan bagi kami orang asli Papua, justru mengancam kehidupan kami di Tanah Papua," ujar Markus.
Perubahan Demografi dan IPM di Papua
Aksi ini juga menyoroti dampak transmigrasi terhadap perubahan demografi Papua. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sejak program transmigrasi dimulai, laju pertumbuhan penduduk asli Papua lebih rendah dibandingkan pendatang.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di beberapa wilayah transmigrasi seperti Jayapura, Timika, dan Merauke pun meningkat, namun dianggap tidak sebanding dengan dampak sosial dan lingkungan yang dihadapi masyarakat Papua.
Mahasiswa menyatakan bahwa peningkatan IPM tidak mengimbangi dampak transmigrasi, yang disebut menyebabkan perubahan besar dalam struktur sosial dan ekonomi Papua serta mengancam keberlanjutan hutan dan sumber daya alam setempat.
Penjagaan Ketat Aparat di Lokasi Aksi
Demonstrasi mahasiswa dan warga Papua di Manokwari dijaga ketat oleh aparat dari Kepolisian Resort Kota Manokwari, dibantu oleh anggota Brimob dan TNI. Meskipun sempat terjadi ketegangan, aksi ini berakhir tanpa insiden besar.
Para peserta aksi berharap agar aspirasi mereka didengar dan dipertimbangkan oleh pemerintah pusat, khususnya oleh Presiden Prabowo Subianto, untuk meninjau kembali pelaksanaan program transmigrasi di Papua.
Baca Juga : Viral Penjual Daging Ayam Didemo Akibat Jual Lebih Murah dari Pedagangan Lain