Fahd A Rafiq: Indonesia Bisa Pertimbangkan Electoral Vote Dibandingkan One Man One Vote untuk Pilpres 2029

Fahd A Rafiq usulkan Indonesia pertimbangkan electoral vote untuk Pilpres 2029, menilai one man one vote kurang efektif bagi demokrasi yang adil di Indonesia.

Fahd A Rafiq: Indonesia Bisa Pertimbangkan Electoral Vote Dibandingkan One Man One Vote untuk Pilpres 2029
Fahd A Rafiq: Indonesia Bisa Pertimbangkan Electoral Vote Dibandingkan One Man One Vote untuk Pilpres 2029. Gambar : Istimewa

BaperaNews - Fahd A Rafiq, Ketua Umum DPP BAPERA, menyatakan bahwa Indonesia dapat mempertimbangkan sistem electoral vote untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029.

Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa sistem one man one vote saat ini belum sepenuhnya tepat diterapkan di Indonesia, mengingat tingkat pendidikan yang masih beragam di kalangan masyarakat.

Menurutnya, sistem tersebut belum mencerminkan keadilan dalam demokrasi karena kesetaraan suara antara pemuka agama dan masyarakat awam dinilai bisa memengaruhi kualitas kepemimpinan.

"Indonesia baru merdeka 79 tahun, belum cukup dewasa dalam memilih sistem yang optimal. Amerika Serikat sebagai rajanya demokrasi menggunakan electoral vote," kata Fahd di Jakarta pada Kamis (31/10/2024).

“Tingkat pendidikan masyarakat kita belum mendukung sepenuhnya one man one vote. Oleh karena itu, sudah waktunya kita mengkaji sistem demokrasi ini dengan lebih kritis,” lanjutnya.

Sejak tahun 2002, Indonesia mengalami perubahan sistem konstitusi dari UUD 1945 ke UUD 2002, yang mempengaruhi cara berdemokrasi, termasuk dalam pemilihan presiden. Dalam pandangan Fahd, penerapan one man one vote justru memunculkan tantangan baru.

"Sistem ini menyamakan suara pemimpin agama dengan suara mereka yang mungkin minim pengetahuan politik. Kita perlu adil dalam menilai, apakah sistem ini benar-benar membawa kebaikan," ujarnya.

Baca Juga : Fahd A Rafiq: Politik Panjat Pinang, Gambaran Perlombaan Kekuasaan yang Makin Menggila di Nusantara

Kebutuhan Pembaruan dalam Sistem Pemilu

Fahd juga menyoroti bahwa sistem one man one vote sudah diterapkan sejak Pilpres 2004 hingga 2024 namun dianggap belum menghasilkan pemimpin yang optimal.

"Jika dibandingkan, di Amerika Serikat ada electoral vote, di mana suara memiliki pembobotan. Mereka tidak sekadar menghitung jumlah suara populer, melainkan berdasarkan pemilihan oleh perwakilan. Ini mungkin relevan untuk kita pertimbangkan di masa depan," katanya.

Menurut Fahd, electoral vote memberikan bobot khusus yang dapat membantu mengurangi manipulasi suara, terutama di negara dengan pemahaman politik yang beragam.

Electoral vote ini memberi ruang bagi yang lebih memahami politik untuk terlibat dalam keputusan besar, seperti pemilihan presiden,” ujarnya.

Fahd merujuk pada peristiwa di Amerika pada 2016, di mana Hillary Clinton kalah dari Donald Trump meski memperoleh suara populer lebih banyak.

“Para pemegang electoral vote memilih Trump karena dianggap lebih dikenal, sedangkan Clinton adalah unknown devil,” tambah Fahd.

Usulan Electoral Vote pada Pilpres 2029

Fahd menyarankan agar pemimpin dan anggota DPR serta DPD mempertimbangkan electoral vote pada Pilpres 2029. Dengan sistem ini, menurut Fahd, rakyat yang belum sepenuhnya memahami politik dapat dibantu dalam proses demokrasi.

“Di masa depan, terutama generasi muda yang saat ini berusia 30-50 tahun, bisa memanfaatkan electoral vote sebagai cara demokrasi yang lebih terarah dan terukur,” tutup Fahd.

Baca Juga : Ketum DPP Bapera, Fahd A Rafiq : Melihat Sisi Positif Kepemimpinan Lee Kwan Yew

Penulis : ASW