Ekonom Sebut Pemerintahan Jokowi Bayar Utang 4 Kali Lebih Besar dari SBY
Pemerintahan Jokowi menghadapi peningkatan pembayaran utang yang signifikan dibandingkan dengan pemerintahan SBY. Simak selengkapnya di sini!
BaperaNews - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang hampir menyelesaikan periode keduanya telah mengeluarkan dana yang jauh lebih besar untuk membayar utang negara dibandingkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Menurut data yang diungkapkan oleh ekonom dari Bright Institute, Awalil Rizky, pembayaran utang baik pokok maupun bunganya meningkat signifikan setiap tahunnya.
Awalil Rizky mencatat bahwa pada tahun 2023, pemerintah pusat membayar pokok utang senilai Rp624,31 triliun dan bunga sebesar Rp439,88 triliun, sehingga total mencapai Rp1.064,19 triliun.
Untuk tahun 2024, perkiraan berdasarkan APBN menyebutkan bahwa pembayaran pokok utang akan mencapai Rp600 triliun dan bunga Rp497,32 triliun, dengan total Rp1 triliun yang harus dikeluarkan dari APBN.
Awalil juga memprediksi bahwa pembayaran utang akan semakin besar di periode pemerintahan presiden terpilih berikutnya, Prabowo Subianto.
“Pembayaran utang cenderung meningkat tahun berikutnya,” ujarnya melalui akun X @AwalilRizky pada Minggu (7/7).
Pada masa transisi dari SBY ke Jokowi tahun 2014, terjadi kenaikan pembayaran utang menjadi Rp370,26 triliun, naik hampir Rp100 triliun dari tahun sebelumnya.
Pemerintahan SBY membayar pokok utang Rp236,82 triliun dan bunga utang Rp133,44 triliun pada tahun tersebut. Jika dibandingkan, pembayaran utang tahun 2013 sebesar Rp273,25 triliun, terdiri dari pokok Rp160,21 triliun dan bunga Rp113,04 triliun, menunjukkan kenaikan hampir empat kali lipat pada tahun 2023.
Baca Juga: Jokowi Resmikan Pabrik Baterai Kendaraan Pertama di Asia Tenggara
Selama kepemimpinan SBY (2004-2014), rata-rata pembayaran utang negara mencapai Rp215,88 triliun per tahun. Sementara di era Jokowi (2014-2024), rata-rata pembayaran utang mencapai Rp742,05 triliun per tahun, naik hampir tiga kali lipat dari era SBY.
Menurut APBN Kita edisi Juni 2024, keseimbangan primer kas negara berada di angka Rp184,2 triliun. Keseimbangan primer ini merupakan selisih total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembiayaan bunga utang.
Data Kementerian Keuangan yang dipaparkan oleh Awalil menyebutkan bahwa hingga 31 Mei 2024, pendapatan negara tercatat sebesar Rp1.123,5 triliun, sementara belanja negara mencapai Rp1.145,3 triliun, dengan defisit sebesar Rp21,8 triliun.
Dalam periode yang sama, pemerintah telah membayar bunga utang sebesar Rp206 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengakui bahwa pembayaran bunga utang naik seiring dengan bertambahnya stok utang, terutama selama pandemi Covid-19 untuk pemulihan ekonomi.
“Walaupun yield stabil, tapi karena jumlah stok utang naik, maka pembayaran bunga utang menjadi lebih banyak,” jelasnya beberapa waktu lalu.
Per 31 Mei 2024, posisi utang pemerintah mencapai Rp8.353,02 triliun atau 38,71% dari PDB, di mana 87,96% di antaranya merupakan Surat Berharga Negara (SBN) dan sisanya pinjaman baik dari dalam maupun luar negeri.
Eisha M. Rachbini, Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef), mencatat bahwa belanja pemerintah untuk pembayaran bunga utang masih lebih besar daripada belanja lainnya.
Dalam RAPBN 2024, pembayaran bunga utang memiliki porsi sebesar 20% dari APBN, sementara belanja modal hanya 10%, dan belanja barang serta pegawai masing-masing 16,8% dan 19,7%.
Eisha menekankan pentingnya belanja modal yang produktif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Bayangkan belanja modalnya kecil tetapi pembayaran bunga utangnya besar, ini masih kurang mendorong pertumbuhan ekonomi,” tuturnya dalam Diskusi Publik Indef pada Kamis (4/7).
Indef juga merilis data bahwa 72,5% netizen tidak yakin Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming akan mampu mengatasi warisan utang yang besar dari pemerintahan Jokowi.
Dari kajian Indef yang melibatkan 18.997 akun media sosial dengan 22.189 perbincangan, mayoritas netizen pesimis bahwa utang tersebut bisa diselesaikan atau setidaknya ditangani dengan baik.
Hingga akhir Mei 2024, posisi utang pemerintah mencapai Rp8.353,02 triliun atau 38,71% terhadap PDB, menggambarkan kondisi keuangan negara yang cukup menantang bagi pemerintahan selanjutnya.
Baca Juga: Ucapan Jokowi ke Prabowo yang Sukses Jalani Operasi