Terancam Ditutup, Ternyata Kominfo Tak Jadi Blokir Telegram
Kominfo memutuskan tidak memblokir Telegram setelah platform ini menutup saluran judi online. Baca selengkapnya di sini!
BaperaNews - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memutuskan untuk tidak memblokir akses ke Telegram, setelah sebelumnya platform ini terancam ditutup karena digunakan sebagai sarana untuk judi online.
Kominfo menerima tanggapan dari Telegram yang berkomitmen untuk menutup saluran yang digunakan untuk aktivitas ilegal tersebut. Keputusan ini memastikan bahwa Telegram akan tetap dapat diakses oleh pengguna di Indonesia.
Kominfo telah mengirimkan peringatan kepada Telegram terkait penggunaan platform ini untuk aktivitas judi online. Telegram diberikan waktu satu minggu untuk merespons surat peringatan yang diberikan.
Dalam tanggapannya, Telegram memenuhi permintaan Kominfo dengan menutup saluran-saluran yang terlibat dalam perjudian online. Hal ini disampaikan oleh Semuel Abrijani Pangerapan, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kominfo, saat ditemui di acara Startup Studio Indonesia x IBM di Jakarta pada Kamis (27/6).
"Telegram sudah respon kita, minta channel-channel itu ditutup kan. Sudah kemarin," kata Semuel, memastikan bahwa Telegram telah mengambil langkah yang diperlukan untuk mematuhi regulasi yang berlaku di Indonesia.
Sebelumnya, Kominfo telah memberikan ancaman pemblokiran terhadap Telegram jika tidak segera mengambil tindakan terhadap saluran yang digunakan untuk perjudian online. Jika Telegram mengabaikan peringatan tersebut, aplikasi ini akan menghadapi pemblokiran setelah tiga surat peringatan.
Ini bukan pertama kalinya Telegram menghadapi ancaman pemblokiran di Indonesia. Pada tahun 2017, Kominfo sempat memblokir Telegram karena digunakan untuk menyebarkan konten radikalisme, terorisme, dan paham kebencian.
Baca Juga: Akhirnya Pengguna iPhone dan HP Android Bisa Chattingan Tanpa WA dan Telegram
Pemblokiran tersebut dilakukan atas rekomendasi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT). Pada saat itu, CEO Telegram, Pavel Durov, bahkan harus mengunjungi Indonesia untuk membahas masalah tersebut selama hampir satu bulan.
Setelah diskusi dan negosiasi, Telegram berkomitmen untuk secara cepat mematikan saluran yang menyebarkan propaganda terorisme atau kejahatan anak, dan layanan tersebut kemudian dinormalisasi.
Selain Telegram, Kominfo juga menyoroti X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter) terkait konten pornografi yang dapat diakses di platform tersebut. Kominfo menekankan bahwa konten pornografi tidak boleh ditampilkan secara bebas di Indonesia.
X telah menyesuaikan dengan regulasi ini dengan menambahkan label dan menyembunyikan konten dewasa agar tidak terlihat dengan jelas. Hal ini memastikan bahwa X mematuhi aturan yang berlaku, sehingga terhindar dari ancaman pemblokiran.
Keputusan Kominfo untuk tidak memblokir Telegram menunjukkan pendekatan yang lebih kolaboratif dalam menangani pelanggaran regulasi oleh platform digital. Kominfo terus memantau dan menindak platform yang digunakan untuk aktivitas ilegal, seperti judi online dan penyebaran konten terlarang.
Namun, mereka juga memberikan kesempatan bagi platform untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mematuhi regulasi yang ada sebelum mengambil tindakan pemblokiran.
Langkah ini sejalan dengan tujuan Kominfo untuk memastikan bahwa platform digital di Indonesia beroperasi sesuai dengan hukum yang berlaku, sambil tetap memberikan kesempatan bagi pengguna untuk mengakses layanan tersebut dengan aman.
Baca Juga: Pendiri Telegram Prediksi iPhone Bakal Terpuruk di China