Tebal Es di Pegunungan Jayawijaya Hanya Tersisa 4 Meter, BMKG Ungkap Penyebabnya

BMKG ungkapkan ketebalan es di Pegunungan Jayawijaya menyusut drastis, hanya tersisa 4 meter. Ini dampak nyata perubahan iklim dan fenomena El Nino.

Tebal Es di Pegunungan Jayawijaya Hanya Tersisa 4 Meter, BMKG Ungkap Penyebabnya
Tebal Es di Pegunungan Jayawijaya Hanya Tersisa 4 Meter, BMKG Ungkap Penyebabnya. Gambar : merdeka.com

BaperaNews - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa ketebalan lapisan es di Pegunungan Jayawijaya, Papua Tengah, telah menyusut drastis. Berdasarkan pengukuran terbaru, ketebalan es yang tersisa kini hanya sekitar empat meter.

Penurunan ketebalan es ini menunjukkan perubahan signifikan jika dibandingkan dengan pengukuran sebelumnya yang mencatatkan ketebalan es mencapai 32 meter pada tahun 2010 dan 5,6 meter pada 2015.  

Koordinator Bidang Standardisasi Instrumen Klimatologi BMKG, Donaldi Sukma Permana, menjelaskan bahwa hasil pengukuran menggunakan stake ukur yang ditanam di Puncak Sudirman Pegunungan Jayawijaya menunjukkan bahwa ketebalan es saat ini tinggal empat meter.

Pengukuran ini dilakukan pada November 2024, yang mengindikasikan bahwa fenomena ini merupakan dampak nyata dari perubahan iklim.  

Salah satu faktor utama penyusutan ketebalan es di wilayah ini adalah fenomena El Nino yang terjadi beberapa waktu lalu. El Nino kuat yang melanda berdampak pada suhu yang lebih tinggi, mempercepat pencairan es yang sudah mulai menipis.

Donaldi menyebutkan bahwa kondisi ini juga terlihat pada penurunan luas permukaan es yang semakin menyusut, dari 0,23 km persegi pada 2022 menjadi hanya 0,11 hingga 0,16 km persegi pada 2024.  

Menurut data BMKG, pencairan es di Pegunungan Jayawijaya ini merupakan salah satu bukti nyata dari perubahan iklim global. Suhu rata-rata bumi saat ini telah meningkat sekitar 1,45 derajat Celsius di atas suhu rata-rata masa pra-industri.

Baca Juga : Pertama Kalinya dalam 14 Tahun, Kota Seoul Diselimuti Salju Lebat

Di Indonesia, laju kenaikan suhu tercatat mencapai 0,15 derajat Celsius per dekade. Kenaikan suhu ini terlihat signifikan di berbagai wilayah seperti Kalimantan, Sumatera, Jakarta, serta Papua Pegunungan.  

Survei yang dilakukan oleh BMKG bersama PT. Freeport Indonesia di Pegunungan Jayawijaya menghadapi tantangan besar akibat perubahan cuaca yang cepat dan ketebalan es yang semakin menipis.

Sejak 2017, tim survei tidak lagi bisa melakukan pengukuran dengan cara trekking atau menggunakan helikopter di permukaan es.

Sebagai gantinya, mereka mengandalkan analisis gambar visual dan keberadaan stake ukur untuk memantau ketebalan es yang terus berkurang.  

Donaldi menegaskan bahwa meskipun kondisi semakin sulit, survei terhadap es di Pegunungan Jayawijaya akan terus dilakukan.

Hal ini penting untuk mendokumentasikan perubahan yang terjadi dan memahami dampak dari pencairan es ini terhadap lingkungan.  

Perubahan iklim yang mempercepat pencairan es di daerah tropis, seperti yang terjadi di Pegunungan Jayawijaya, adalah fenomena yang semakin sering terjadi di berbagai belahan dunia.

BMKG memproyeksikan bahwa Indonesia, dengan laju kenaikan suhu 0,15 derajat per dekade, akan mengalami kenaikan suhu yang melebihi 1,5 derajat Celsius pada pertengahan abad 21. 

Proyeksi ini menunjukkan bahwa Indonesia harus bersiap menghadapi dampak lebih besar dari perubahan iklim yang dapat mempengaruhi ekosistem, pola cuaca, dan kehidupan masyarakat.

Baca Juga : Viral Video Lava Mengalir di Atas Salju di Islandia, Netizen Terpukau!