Tahun 2050 Diprediksi Tak Bisa Minum Kopi Lokal, Apa Penyebabnya?
BRIN dan instansi terkait prediksi di tahun 2050 nanti Indonesia tidak bisa minum kopi lokal, sebab adanya krisis iklim, suhu udara makin panas, dan pola hujan ekstrim.
BaperaNews - Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia dan Wadah Pemikir Kebijakan Iklim & Komunikasi dari Yayasan Indonesia Cerah baru-baru ini merilis hasil survey tentang krisis iklim di kalangan anak umur 17-25 tahun.
Para responden diambil dari sejumlah sampel yang mewakili 80 juta orang seluruh provinsi. Pemerintah disebut aktor yang bertanggung jawab mendorong aksi iklim dan peran partai politik untuk mengatasi masalah iklim sejauh ini sangat kecil.
Indonesia sebagai Negara yang bergantung pada tanaman untuk pangan seperti beras dan kopi diperkirakan akan terdampak krisis iklim, akibat menurunnya hasil panen yang mengancam ketahanan pangan.
Penurunan produksi besar secara nasional di tahun 2100 diperkirakan hanya mencapai 8 juta ton untuk kebutuhan makan 42 juta orang. Artinya, nilai ekonomi beras nasional juga akan turun hingga Rp 56,45 Triliun di tahun 2081-2100.
BRIN dan instansi terkait memperkirakan di tahun 2050 nanti Indonesia tidak bisa minum kopi lokal seperti kopi arabika sebab tahun 2021-2050 produksi kopi diperkirakan turun 68-100%.
Baca Juga : BPOM AS Tarik Minuman Kemasan Starbucks, Diduga Mengandung Kaca
Hal ini karena krisis iklim, suhu udara makin panas, pola hujan ekstrim menyempit sehingga area yang cocok untuk bertanam kopi terus berkurang, begitu pula dengan produksi kopi lokal akan terus menurun.
Kondisi diperparah dengan adanya resiko badai El Nino dan La Nina yang juga bisa menurunkan produksi kopi lokal hingga 80%. Indonesia diperkirakan akan jadi Negara dengan tingkat kerugian tertinggi akibat krisis iklim sebab krisis iklim mengancam beragam usaha ekonomi utama seperti pertanian, pariwisata, infrastruktur, hingga tenaga kerja.
Diketahui Indonesia ialah Negara tropis yang amat rentan pada panas dan kelembaban ekstrim. Kedua hal tersebut dengan mudah berdampak pada kesehatan manusia dan produktivitas tenaga kerja. Indonesia sebenarnya masih punya peluang dengan mengurangi emisi secara ambisius.
Namun jika penurunan emisi tidak bisa dilakukan, maka tingkat panas dan kelembaban akan terus terjadi dan berbahaya untuk penduduk Indonesia. Indonesia harus segera beralih, segera meninggalkan bahan bakar fosil atau BBM. Indonesia harus beralih ke kendaraan listrik untuk turunkan emisi dan cegah krisis iklim.
Jika tidak segera beralih, Indonesia bisa terancam mengalami penurunan hasil ekspor dan kenaikan impor yang signifikan, ekspor akan turun 2-35 % dan impor akan naik hingga 117%.
“Sektor pertanian jadi salah satu penopang ekonomi Indonesia. Gangguan akibat iklim bisa mengganggu lahan pertanian dan menurunkan produktivitas. Maka harus diatasi sesegera mungkin sebelum muncul efek lebih buruk di masa depan” tegas Profesor Edvin Aldrian dari IPCC Working Group I dan peneliti BRIN.
Baca Juga : Tidak Hanya Kopi, 5 Minuman Ini Bisa Mencegah Ngantuk