Ranny Fahd A Rafiq Soroti Penurunan Angka Pernikahan di Indonesia
Ranny Fahd A Rafiq soroti penurunan angka pernikahan di Indonesia yang berdampak pada kelahiran dan pemberdayaan perempuan, serta tantangan ekonomi dan sosial yang mempengaruhinya.
BaperaNews - Sejak tahun 2023, Indonesia mengalami tren penurunan angka pernikahan secara nasional, meskipun di beberapa daerah masih terdapat kecenderungan kenaikan.
Ranny Fahd A Rafiq menyampaikan hal tersebut di Jakarta pada Jumat (17/1/2025). Menurutnya, meskipun ada beberapa wilayah yang mencatatkan kenaikan angka pernikahan, secara keseluruhan, angka pernikahan di Indonesia cenderung menurun.
Data yang ada menunjukkan adanya pro dan kontra mengenai penurunan angka pernikahan di Indonesia. Di DKI Jakarta, misalnya, angka pernikahan menurun sekitar 4.000.
Sementara itu, Jawa Barat mengalami penurunan sebanyak 29.000, Jawa Tengah 21.000, dan Jawa Timur 13.000.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pernikahan di Indonesia pada tahun 2023 tercatat sebanyak 1.577.255.
Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 128.000 dibandingkan dengan tahun 2022. Selain itu, dalam satu dekade terakhir, angka pernikahan di Indonesia mengalami penurunan signifikan sebesar 28,63 persen.
Tahun 2023 menjadi tahun dengan angka pernikahan terendah sejak 1997/1998. Angka pernikahan yang tercatat tersebut menurun 128.093 dibandingkan dengan angka pernikahan pada 2022 yang mencapai 1.705.348.
Sementara itu, angka perkawinan anak pada tahun 2023 tercatat sebesar 6,92 persen. Sebagian besar pemuda di Indonesia, sekitar 68,29 persen, berstatus belum menikah.
Tren menunda pernikahan lebih banyak ditemukan di kota-kota besar. Pada tahun 2022, tercatat sekitar 52 ribu perkara dispensasi perkawinan yang masuk ke peradilan agama.
Ranny Fahd A Rafiq menilai bahwa fenomena ini tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan, mengingat penurunan angka pernikahan ini juga berdampak pada penurunan angka kelahiran.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa hal ini bisa memberikan dampak positif dengan memberdayakan perempuan dan masyarakat secara umum.
Di era yang semakin maju ini, perempuan memiliki kesempatan yang lebih luas untuk melanjutkan pendidikan dan bekerja, sehingga ketergantungan mereka terhadap pasangan semakin berkurang.
Profesor Bagong juga menambahkan bahwa salah satu penyebab penurunan angka pernikahan adalah belum mapannya kondisi ekonomi sebagian pria. Hal ini disebabkan oleh sulitnya mencari pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi yang diinginkan.
Baca Juga : Ranny Fahd A Rafiq Dukung Penuh Timnas Indonesia Menuju Piala Dunia 2026
Selain faktor ekonomi, penurunan angka pernikahan juga dipengaruhi oleh faktor mental yang belum siap, pemikiran yang semakin modern, serta maraknya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Kasus perselingkuhan juga menjadi salah satu faktor yang membuat sebagian orang enggan menjalin hubungan serius. Tingginya angka perceraian juga turut berkontribusi terhadap semakin banyaknya individu yang memilih untuk tetap melajang.
Ranny Fahd A Rafiq mengingatkan bahwa jika kondisi penurunan angka pernikahan ini dibiarkan terus menerus, maka dampaknya akan semakin terasa, yaitu semakin berkurangnya angka kelahiran di Indonesia.
Ia mengutip contoh dari Singapura, di mana angka pernikahan yang sangat rendah menyebabkan 82 persen warganya yang berusia 21-34 tahun memilih untuk tetap lajang.
Jika kondisi ini berlanjut, Singapura diperkirakan akan menghadapi kekurangan penduduk di masa depan, bahkan dapat menjadi bangsa yang punah.
Situasi serupa juga terjadi di Jepang dan Rusia, yang membuat pemerintah setempat memberikan insentif dan tunjangan untuk mendorong warganya menikah.
Di sisi lain, rendahnya angka pernikahan juga dapat memicu fenomena seks bebas yang bertentangan dengan ajaran agama. Salah satu penyebab perceraian yang tinggi adalah kurangnya bimbingan atau penyuluhan sebelum menikah.
Menurut Ranny, menikah merupakan anjuran agama, yang tercermin dalam sila pertama Pancasila yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa. Setiap manusia sudah ditakdirkan memiliki pasangan hidup.
Ranny Fahd A Rafiq menegaskan bahwa penurunan angka pernikahan harus segera dicari solusinya, terutama di kota-kota besar di Indonesia.
"Tren penurunan angka pernikahan di kota-kota besar lebih banyak ditemukan di kalangan ekonomi menengah. Sebaliknya, di wilayah dengan tingkat religiusitas yang tinggi, angka pernikahan cenderung stabil. Faktor lingkungan menjadi salah satu pengaruh utama dalam fenomena ini," tutup Ranny.
Baca Juga : Ranny Fahd A Rafiq: Virus HMPV Wabah Baru yang Mengancam Kesehatan Publik, Waspada!