Mengurangi Kepadatan, Jepang Bayar Warga Rp 118 Juta Untuk Pindah Dari Tokyo
Resah dengan kepadatan penduduk di Tokyo yang semakin tinggi, pemerintah Jepang menawarkan warganya berupa uang Rp 118 juta untuk pindah ke tempat yang lebih sepi.
BaperaNews - Pemerintah Jepang menawarkan warganya uang Rp 118 juta sebagai langkah terobosan dalam mengurangi kepadatan penduduk di Tokyo. Tawaran tersebut berlaku untuk warga yang mau pindah ke daerah lain untuk mengurangi kepadatan penduduk di Tokyo dan meningkatkan angka kelahiran di pedesaan yang terus menurun beberapa tahun belakangan.
Tawaran berlaku mulai April 2023 mendatang, tiap keluarga berhak menerima 1 juta yen (Rp 118 juta) jika mau pindah ke kota lain yang berpenduduk rendah, kebijakan juga berlaku untuk orang tua tunggal. Insentif diberikan untuk anak berumur 18 tahun atau 18 tahun ke atas jika masih sekolah.
Kebijakan ini bukanlah yang pertama kali di Jepang, sebelumnya pemerintah juga meluncurkan program serupa pada tahun 2019 lalu, bahkan sempat dengan tawaran uang lebih besar tiga kali lipatnya, agar penduduk Tokyo mau pindah ke daerah lain yang lebih sepi.
Pemerintah Jepang memberi tawaran kepada individu yang telah bekerja atau tinggal di metropolitan selama minimal 5 tahun uang 600 yen atau Rp 70 juta jika penduduk Tokyo mau pindah ke pedesaan.
Baca Juga : Mahasiswa Di Korut Dihukum Kerja Paksa Usai Bicara Logat Korsel
Pada tahun 2022 lalu, pemerintah Jepang juga tawarkan uang 300.000 yen atau Rp 35,6 juta per anak untuk keluarga dengan anak yang bersedia pindah kota.
Beberapa waktu belakangan, orang-orang Jepang memang beramai-ramai datang ke kota, ke Tokyo, untuk mencari kerja, Tokyo berubah jadi kota terpadat dengan 37 juta penduduk di dalamnya. Populasi terus meningkat ketika muncul pandemi Covid-19, warga yang pindah ke Tokyo jauh lebih besar dibanding warga yang meninggalkan Tokyo.
Dari data statistik, diketahui jumlah warga yang pergi tinggalkan Tokyo sebanyak 80 ribu orang per tahunnya. Angka yang rendah ini membuat kampung halaman jadi sepi, jumlah kelahiran anak makin menurun.
Ada sebuah desa di tepi Sungai Nagoro Jepang Selatan, hanya berpenduduk kurang dari 30 orang di tahun 2019. Penduduk paling muda juga sudah berumur 50 tahun, tidak ada lagi sekolah di desa tersebut, telah ditutup sejak beberapa tahun usai siswa terakhirnya lulus. Apartemen dan rumah-rumah ikut kosong.
Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi di Tokyo, harga sewa apartemen dan rumah semakin meroket, termasuk harga sejumlah kebutuhan. Tokyo pun menjadi kota termahal untuk ditinggali, menempati peringkat ke-5 secara global.
Baca Juga : Sejumlah Pemimpin Negara Kutuk Kunjungan Menteri Israel Ke Masjid Al Aqsa