Diduga Dipaksa Memakai Jilbab, Seorang Siswi SMA Negeri Di Bantul Alami Depresi
Seorang siswi SMA Negeri di Bantul mengalami depresi berat usai diduga dipaksa memakai jilbab oleh gurunya sendiri.
BaperaNews - Seorang siswi SMAN 1 Banguntapan, Bantul, Yogyakarta mengalami depresi usai diduga dipaksa memakai jilbab oleh guru sekolahnya. Hingga kini siswi tersebut terus mengurung diri di kamarnya.
Yuliani yang merupakan pendamping korban menceritakan peristiwa tersebut bermula ketika siswi tersebut baru masuk sekolah di tahun ajaran baru 2022/2023, korban saat ini duduk di kelas 10 atau 1 SMA. Di hari pertama masuk dan mengikuti program Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), siswi yang bersangkutan tidak ada masalah.
Hingga pada tanggal 19 Juli 2022, Yuli mendapat pesan dari sekolah bahwa korban dipanggil oleh Bimbingan Konseling (BK) dan diinterogasi oleh tiga guru BK.
“Saat itu bunyinya itu 'kenapa nggak memakai jilbab' korban sudah terus terang belum mau memakai jilbab, bapaknya sudah membelikan jilbab tapi belum mau, itu gapapa, hak asasi manusia” ujarnya.
“Terus dari situ dia diinterogasi lama dan merasa dipojokkan, yang kedua dia dipakaikan jilbab. Dia paham mungkin dia nyontoin memakai jilbab tapi siswi ini tidak nyaman, merasa dipaksa” sambungnya.
Yuli menyebut, tindakan guru yang memaksa siswi memakai jilbab sudah tergolong tindakan pemaksaan hingga siswi itu merasa dipojokkan. Siswi tersebut kemudian ijin ke toilet dan menangis satu jam lebih.
Baca Juga : Soal Sertifikasi Halal "Bir 0 Persen Alkohol", MUI Beri Penjelasan Tegas!
Kemudian guru BK menemukan korban di toilet dalam kondisi lemas. “izin ke toilet kok ga masuk-masuk, mungkin guru BPnya takut dan diketok pintunya, anaknya mau bukain pintu dan kondisi sudah lemas lalu dibawa ke UKS hingga dipanggilkan orang tuanya” jelasnya.
Setelah kejadian itu, korban terus mengurung diri di kamar dan tak mau makan, puncaknya ketika upacara di sekolah, siswi tersebut pingsan.
“Anaknya jelas sangat trauma ya, sampai sekarang aja belum masuk, dia trauma sekolah disitu, nanti pasti kita pindah karena KPAI saya libatkan, ORI juga terlibat karena dilihat fotonya si anak depresi berat” tuturnya.
Menanggapi kasus tersebut, Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga Yogyakarta Didik Wardaya pun membentuk tim untuk mengusut kasus ini. “Ini baru kita telusuri, ini teman-teman baru bentuk tim untuk menelusuri hal tersebut” ujarnya Jumat 29/7.
Didik menegaskan, pada dasarnya tidak ada kewajiban model pakaian kekhususan agama tertentu untuk menjadi seragam sekolah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2014.
“Sekolah pemerintah itu mencerminkan kebhinekaan, jadi tidak boleh kemudian siswa diwajibkan memakai jilbab atau tidak. Jadi kalau memang anak belum secara kemauan memakai jilbab yang tidak boleh dipaksakan. Kita akan beri peringatan supaya tidak terjadi lagi” tegasnya.