Astaghfirullah, Anak di Lembata NTT Dijual Seharga Kopi Aren Sekali Kencan
Prostitusi anak di Lembata NTT mencapai kondisi darurat dengan tingkat eksploitasi yang mencengangkan. Data menunjukkan 507 perempuan terlibat, termasuk remaja, dengan tarif seharga kopi aren.
BaperaNews - Krisis prostitusi anak di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan. Menurut data terbaru dari Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD), terdapat sedikitnya 507 perempuan yang terlibat dalam prostitusi sejak tahun 2015 hingga 2023. Yang lebih memprihatinkan, beberapa anak dijual dengan tarif yang sangat rendah, hanya setara harga secangkir kopi aren per kencan, menunjukkan tingkat eksploitasi yang ekstrem.
Nefri Eken, seorang aktivis HIV/AIDS dan pendiri Voluntary Counselling and Testing (VCT) di Lembata, telah mengidentifikasi pergaulan bebas dan manipulasi oleh orang terdekat sebagai faktor utama yang mendorong anak-anak ke dalam prostitusi. Dari jumlah tersebut, 218 di antaranya adalah remaja, dengan sebagian besar berusia 15 tahun. Hasil survei di 18 sekolah di Lembata mengungkapkan bahwa sekitar 85% pelajar telah berhubungan seks, dan beberapa di antaranya sudah menjadi PSK, menandakan bahwa hubungan seks telah menjadi fenomena umum di kalangan remaja di sana.
Maria Loka dari Perlindungan Perempuan dan Anak Lembata (Permata) menyoroti kurangnya upaya rehabilitasi dan dukungan dari pemerintah dan lembaga gereja. Beliau menekankan bahwa pengawasan orang tua yang kurang efektif, terutama dalam penggunaan HP oleh anak-anak, telah memperburuk situasi. Anselmus Atasoge, pengamat sosial dari UIN Sunan Kalijaga, menambahkan bahwa faktor ekonomi seringkali menjadi alasan utama remaja memilih jalan prostitusi, mencerminkan kondisi sosio-ekonomi yang sulit di daerah tersebut.
Tren prostitusi online juga meningkat di Lembata, dengan banyak anak perempuan terjebak melalui pacar atau kenalan online. Grup Facebook dan WhatsApp telah menjadi sarana bagi predator seksual untuk mengeksploitasi anak-anak. Kasus-kasus ini seringkali melibatkan korban yang masih duduk di bangku sekolah dasar, dengan tarif yang sangat rendah, menunjukkan tingkat kerentanan dan eksploitasi yang tinggi.
Kondisi ini menuntut respon cepat dan efektif dari semua pihak terkait. Pentingnya pendidikan, perlindungan, dan rehabilitasi bagi korban prostitusi anak menjadi kunci untuk mengurangi dampak jangka panjang dari fenomena ini. Kesadaran kolektif dan langkah proaktif dari pemerintah, lembaga pendidikan, lembaga agama, dan masyarakat umum sangat diperlukan untuk mengatasi krisis prostitusi anak yang semakin merajalela di Lembata, NTT.
Upaya ini harus mencakup pendidikan seksual yang komprehensif di sekolah, kampanye kesadaran di media sosial, dan program pendukung untuk keluarga yang rentan. Selain itu, peningkatan pengawasan dan patroli oleh aparat keamanan di daerah rawan prostitusi sangat penting untuk menekan aktivitas ini. Rehabilitasi dan konseling bagi korban juga harus ditingkatkan, dengan dukungan finansial dan sumber daya yang memadai.
Tantangan terbesar dalam menanggulangi masalah ini adalah mengubah persepsi masyarakat terhadap prostitusi anak dan menghilangkan stigma terkait dengan korban. Pendidikan dan kesadaran publik akan menjadi kunci dalam upaya ini, serta dukungan terhadap kebijakan dan program yang dapat memberikan perlindungan yang lebih baik kepada anak-anak di Lembata.
Baca Juga: Ada yang Tak Pasang Tarif, Prostitusi Anak di Lembata NTT Sekedar Fantasi dan Gaya
Baca Juga: Prositusi Anak di Lembata NTT: Siswi SMP Ngaku Telah Layani 32 Pria