Produsen Minta Tembakau Dicoret dari RPP Kesehatan, Gimana Nasib Rokok?
Gaprindo meminta pemerintah untuk memisahkan regulasi tembakau dari kebijakan kesehatan dan dampaknya pada industri tembakau di Indonesia.
BaperaNews - Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) telah mengajukan permintaan kepada pemerintah untuk segera memisahkan aturan terkait industri hasil tembakau (IHT) dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang No. 17/2023.
Ketua Umum Gaprindo, Benny Wachjudi, menyatakan bahwa IHT seharusnya tidak dimasukkan dalam klaster kesehatan dan dikelompokkan dengan zat adiktif lainnya.
Menurutnya, karakteristik industri tembakau sangat berbeda dari kefarmasian, dan pemangku kepentingannya pun berbeda. Benny menegaskan bahwa permintaan ini bukan untuk menghindari pengaturan, melainkan agar regulasi IHT dapat dipertimbangkan secara terpisah.
Benny menjelaskan bahwa industri rokok telah diatur dengan ketat, termasuk regulasi non-cukai seperti pelarangan iklan rokok. Namun, tambahan aturan mengenai cukai juga menekan industri ini.
Pemerintah telah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen untuk tahun 2023 dan 2024. Dampaknya adalah penurunan produksi industri tembakau (IHT) tahun 2023 yang diperkirakan mencapai sekitar Rp300 miliar, turun sekitar 10 persen dari Rp330,1 miliar pada tahun 2022.
Baca Juga : Hari Ini Harga BBM Turun, Segini Harganya!
Penurunan ini terutama disebabkan oleh kenaikan harga jual eceran rokok akibat kenaikan tarif cukai, yang berdampak pada daya beli konsumen yang semakin melemah. Akibatnya, konsumen cenderung beralih ke produk rokok yang lebih murah.
Hal ini memicu pertumbuhan produk Sigaret Kretek Tangan (SKT). Benny menjelaskan bahwa kontraksi kinerja IHT dapat dilihat dari pembelian cukai, yang turun sekitar 9 persen pada semester I/2023 dibandingkan dengan semester I/2022.
Industri tembakau merasa bahwa kenaikan tarif cukai sebesar 10 persen terlalu tinggi, terutama di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dan daya beli masyarakat yang masih lemah.
Para produsen tembakau harus berhadapan dengan dua sisi regulasi yang kuat, baik dari segi non-cukai seperti pelarangan iklan rokok, maupun dalam hal cukai.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo, juga menyoroti dampak RPP Kesehatan yang belum rampung pada industri tembakau.
Hal ini telah mendorong beberapa produsen untuk lebih berhati-hati dalam memenuhi permintaan dan cenderung menggunakan stok yang sudah ada daripada meningkatkan produksi.
Penurunan produksi dan penjualpakaan, serta kenaikan tarif cukai, telah mempengaruhi kinerja industri ini. Selain itu, pelarangan iklan rokok yang tertuang dalam RPP Kesehatan juga dapat melemahkan industri tembakau dalam negeri.
Selanjutnya, perlu ada evaluasi dan perimbangan yang cermat terkait regulasi industri tembakau. Pemerintah, produsen, dan pemangku kepentingan lainnya perlu duduk bersama untuk mencari solusi yang seimbang antara upaya menjaga kesehatan masyarakat dan mendukung kelangsungan industri tembakau yang memiliki dampak ekonomi signifikan.
Baca Juga : Choi Hyun Wook Dikenai Denda Usai Buang Putung Rokok Sembarang